Istri Minta Cerai Tanpa Alasan yang Jelas, Ada Ancamannya

Istri Minta Cerai Tanpa Alasan yang Jelas, Ada Ancamannya

Hadila.co.id — Hati-hati mengucapkan cerai baik bagi suami maupun istri. Istri minta cerai tanpa alasan yang jelas memiliki konsekuensi yang cukup tinggi. Berikut penjelasannya.

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

“Siapa saja wanita yang meminta suaminya untuk menceraikan dirinya tanpa alasan yang jelas, maka bau surga haram baginya.”

Matan hadis ini terdapat dalam Sunan Abu Daud, Kitab Ath-Thalaaq, Bab Fii Al-Khulu’: 2226; Sunan Tirmidzi, Kitab Ath-Thalaaq, Bab An-Nahy ‘An An Tas’al Al-Mar’at Zawjahaa Thalaaqahaa: 2450; dan Ibnu Majah, Kitab Ath-Thalaaq, Bab Karaahiyat Al-Khulu’ Li Al-Mar’at: 2055. Al-Albani menilai bahwa matan hadis ini shahih. (lihat Shahiih Wa Dha’iif Sunan Abi Dawud: 2226, dan Shahiih Wa Dha’iif Sunan At-Tirmidzi: 1187).

Isi matan hadis ini ialah ancaman serius bagi wanita yang meminta suaminya untuk menceraikan dirinya tanpa alasan yang jelas. Jadi jangan mudah istri minta cerai tanpa alasan yang jelas. (Baca Juga: Ketika Suami Selingkuh, Apa yang Harus Dilakukan?)

Bahkan, disebut-sebut Rasulullah Saw menganggap istri minta cerai dari suaminya sebagai orang munafik. Beliau bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Wanita-wanita yang minta cerai ialah wanita-wanita munafik.”

Tak heran bila para ulama menggolongkan tindakan istri minta cerai tanpa alasan ini ke dalam dosa besar. Asy-Syaukani, penulis Nailul Authar, mengatakan bahwa ancaman haramnya bau surga menunjukkan bahwa permintaan istri agar suami menceraikan dirinya merupakan tindakan yang sangat diharamkan.

Siapa yang tidak mendapati bau surga berarti dia tidak memasukinya sama sekali. Yah, penjelasan Asy-Syaukani ini sangat logis. Kalau baunya saja tidak dia dapatkan, apatah lagi dengan surganya?

Matan hadis ini mengajarkan pentingnya penjagaan terhadap ketahanan rumah tangga. Lembaga rumah tangga dibangun bukan untuk main-main.

Ia dibangun untuk tujuan yang sangat mulia. Ia lembaga yang memanusiakan manusia dan melahirkan peradaban. Doa pernikahan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw mengisyaratkan hal ini.

Doa baarakallaahu laka wabaaraka ‘alaika wajama’a bainakuma fii khair memuat harapan agar rumah tangga dimulai dengan penuh keberkahan dari Allah Swt; agar keberkahan tersebut berkelanjutan; dan agar ia menjadi wahana bagi kelahiran nilai-nilai kebajikan.

Inilah kemaslahatan rumah tangga yang luar biasa. Kemaslahatan ini dipastikan akan sirna bila terjadi perceraian antara suami dan istri.

Perceraian bukan sekadar akan menggagalkan terwujudnya kemaslahatan rumah tangga. Tapi, juga menjadi bahaya yang mengancam kemaslahatan suami, istri, dan putra-putri mereka. Bahkan, ia berpotensi menjadi ancaman bagi peradaban manusia.

Dalam Islam, bila ada bahaya sedang terjadi, bahaya tersebut harus disingkirkan sebisa mungkin. Jika ada potensi bahaya yang mengancam, harus diupayakan agar ancaman tersebut tidak menjadi kenyataan.

Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Malik, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh ada yang membahayakan.” Karena itu, perceraian tanpa alasan yang jelas harus tidak diperbolehkan. Demikian juga halnya dengan meminta cerai tanpa alasan.

Kendati demikian, bukan berarti perceraian tidak boleh terjadi. Perceraian itu halal. Tapi, ia merupakan perkara yang paling dibenci oleh Allah Swt.

Perkara halal yang paling dibenci Allah ialah perceraian,” sabda Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh abu Dawud dan Ibnu Majah. Ibarat pintu darurat, perceraian hanya akan digunakan saat perjalanan bahtera rumah tangga kandas atau karam.

Tanpa alasan yang jelas, perceraian hanya akan menodai keagungan lembaga pernikahan. Karena itu, merupakan hal yang wajar bila meminta cerai tanpa alasan yang jelas digolongkan ke dalam dosa besar. Ia telah menodai ikatan suci pernikahan.

Ini artinya, masalah perceraian merupakan perkara serius. Ia hanya akan menjadi pilihan sebagai jalan keluar manakala keberlangsungan rumah tangga tidak mampu mendatangkan kebaikan dan bahkan mengancam kemaslahatan suami atau istri.

Karena itu, jika istri sudah tidak tahan dengan buruknya akhlak suami; khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan hak-haknya; dan takut tidak dapat menunaikan aturan-aturan Allah Swt, dia boleh menggugat cerai dari suaminya dengan menyerahkan sejumlah biaya.

Allah Swt berfirman, “Jika kalian khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” [Q.S. Al-Baqarah (2):229]. Wallaahu a’lam.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha

Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Oktober 2016]

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos