“Bukan termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak-anak dan tidak menghormati yang tua di antara kami.”
Matan hadis ini terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi, Kitab Abwab Al-Birr Wa Ash-Shilat, Bab Ma Ja-a Fi Rahmat Ash-Shibyan: 1919. Menurut Al-Albani hadis ini shahih. (lihat Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir Wa Ziyadatih: 5445).
Ini merupakan taujih nabawi (arahan Nabi) yang luar biasa. Lebih hebat dari pitutur para filsuf dan lebih berbobot dari khotbah para motivator. Ia sarat makna. Struktur bahasanya tertata rapi. Ungkapannya mudah dipahami. Nyaris tidak membutuhkan penjelasan yang berarti. Maklumlah, ini bukan sekadar kata-kata bijak bestari. Ini hadis Nabi.
Ini adalah hadis tentang seni berinteraksi. Ia memberi arahan kepada setiap muslim bagaimana seharusnya membangun hubungan relasi dengan orang lain. Arahan ini mutlak dibutuhkan, karena takdir manusia sebagai insan sosial yang mengharuskannya bergaul dengan beragam orang dengan strata usia yang berbeda. Secara fitrah, semua orang berharap jalinan interaksinya dengan orang lain senantiasa berjalan dalam suasana penuh cinta dan harmoni.
Pesan penting dari hadis ini ialah setiap muslim harus memiliki sifat sayang kepada yang lebih muda dan sikap hormat kepada yang lebih tua. Artinya, yang lebih tua harus menyayangi yang lebih muda, dan yang lebih muda wajib menghormati yang lebih tua. Arahan ini bersifat umum dan berlaku dalam semua hubungan sosial, baik dalam tatanan keluarga maupun pergaulan masyarakat luas. Sayangi yang muda, hormati orang tua.
Baca juga: Cara Mendidik Ananda Belajar Empati Sejak Dini
Secara khusus, dalam tatanan keluarga, orang tua harus menyayangi anaknya dan anak harus menghormati orangtuanya. Di antara bentuk menyayangi anak ialah mencium dan berlaku lemah lembut kepadanya. Ummul Mukminin, ‘Aisyah Ra bercerita bahwa suatu ketika datang seorang Badui kepada Nabi Saw. “Apakah kalian mencium anak-anak?” Tanya beliau. “Kami tidak mencium mereka,” jawab orang Badui tersebut. “Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa sayang dari hatimu,” tegas Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim.
Ibnu Baththal, dalam Syarh Shahih Al-Bukhari, menuturkan bahwa menyayangi anak kecil, memeluk, mencium, dan bersikap lemah lembut kepadanya termasuk amalan yang diridai oleh Allah Swt dan mendatangkan rahmat dari-Nya. Tak heran bila suatu ketika, Rasulullah Saw mencium cucu beliau, Hasan putra Ali Ra sebagaimana diceritakan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Saat itu, ada Aqra’ bin Habis At-Tamimy. “Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium,” kata Aqra’. Mendengar itu, Rasulullah Saw langsung bersabda, “Siapa yang tidak menyayangi, maka tidak dirahmati/disayangi.”
Sedangkan di antara bentuk hormati orang tua, ialah birrul walidain (berbakti kepada kedua orangtua). Berbakti kepada kedua orangtua ini bisa dilakukan dengan cara memuliakan, berbuat baik, tidak membentak, dan berdoa untuknya. Allah Swt berfirman,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S. Al-Isra’ (17): 23-24).
Dalam pergaulan masyarakat luas, pesan agung Rasulullah Saw ini sangat diperlukan agar masyarakat bisa tumbuh kokoh dan kuat penuh kedamaian. Lebih-lebih dewasa ini, saat hubungan sosial kehilangan norma dan tatanannya. Tak sedikit anak-anak yang tidak lagi hormati orang tua, guru, dan para pemimpin. Sebaliknya, tak jarang anak-anak, yang seharusnya mendapatkan kasih sayang, tersia-sia, bahkan menjadi korban kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi.
Hadis ini semakin menegaskan kepada semua manusia bahwa agama Islam mengajarkan kedamaian, saling mengasihi, dan saling menghormati. Agama Islam tidak mengajarkan kekerasan dan permusuhan. Wallaahu a’lam.
[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Juni 2017]