Pendidikan Seks Untuk Anak, Pentingkah?

Pendidikan Seks Untuk Anak, Pentingkah?

Hadila.co.id — Sahabat Hadila, seberapa penting pendidikan seks untuk anak? Riset oleh Divisi Anak dan Remaja Yayasan Kita dan Buah Hati terhadap 79 responden dari sebuah kota di Jawa Tengah menemukan fakta yang mencengangkan.

Data menyebutkan pelaku tindak pornografi sebanyak; 6% anak usia 0-5 tahun, 12% anak usia 5-10 tahun, 12% anak usia 10-15 tahun, dan 70% anak usia 15 tahun ke atas. (Baca Juga: Cara Mendidik Kids Zaman Now)

Data di atas sebanding dengan riset lainnya terhadap responden kelas IV-VI SD di kota yang sama. Tercatat sejumlah 97% responden mengaku pernah mengakses pornografi. 56% menyebutkan, tempat mengakses dilakukan di rumah sendiri, diikuti rumah saudara.

Begitulah data awalan yang membuka seminar parenting bertema PD (Percaya Diri) Bicara Seksualitas pada Anak Sendiri bersama Bunda Elly Risman, S.Psi, Pakar parenting ternama sekaligus Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta, Sabtu 18 November 2017 di Megaland Hotel Solo. Acara ini diselenggarakan oleh Kocak’s (Komunitas Cinta Anak Solo) dan Lembaga Psikologi Anava. Berikut resum materi seminar yang disampaikan Bunda Elly Risman tersebut.

Apa yang Terjadi?

Banyak kasus tindak pornografi oleh anak, seperti; anak usia TK saling menunjukkan alat kelamin kepada teman bermain, baik laki-laki atau perempuan.

Selanjutnya, yang paling parah adalah melakukan pemerkosaan sebagaimana yang dilakukan oleh D, siswa berusia 8 tahun yang telah memperkosa 8 temannya sendiri, 6 laki-laki dan 2 perempuan. Lantas, apa yang tengah terjadi?

Pertama, orangtua pingsan. Mereka tidak sadar ada bencana besar mengintai anak mereka. Sumbernya, dari gadget yang mereka berikan ke tangan anak. Data menyebutkan, orangtua telah memberikan gadget; 18% kepada anak usia 1-3 tahun, 11% kepada anak usia kelas I-III SD, 17% kepada anak usia IV-VI SD, 18% kepada anak usia SMP, dan 19% pada anak usia SMA.

Memberi anak gadget menandakan seseorang belum siap menjadi orang tua. Kita rela menanggung, untuk memanen rusaknya otak anak, hanya karena kita ingin anak tidak terlalu merepotkan.

Kedua, gizi bagus dan rangsangan bagus. Hal ini menjadikan kids jaman now cenderung lebih cepat ‘dewasa’ dalam segi seksual. Rangsangan di sini salah satunya bersumber dari (mohon maaf) video porno lewat gadget yang tanpa kita sadari/sengaja dilihat anak, video klip lagu-lagu, teman, film, dan lain-lain.

Inilah mengapa pendidikan seks untuk anak menjadi sangat penting.

Apa yang harus dilakukan?

Pertama, siapkan diri menjadi orang tua. Tentukan prioritas, apa yang harus dilakukan dan mulai waspada terhadap apa yang mengintai anak kita, terlebih dari gadget.

Orang tua harus mau mendidik anak. Caranya; antara ayah dan ibu harus mau membagi tugas, bisa dengan membuat kurikulum. Anak selalu butuh tegasnya ayah dan kasihnya ibu. Orangtua juga harus selalu belajar; ikut kajian, seminar, dan lain-lain.

Kedua, asuh seksualitas anak. Pendidkan seks dan seksualitas berbeda. Pendidikan seks untuk anak lebih mengajarkan ilmu tentang alat kelamin, sedangkan seksualitas lebih pada cara seseorang tentang bagaimana bersikap, tersenyum, berpakaian, dan lain-lain.

Islam telah mengajarkan seksualitas, seperti; bagaimana menundukkan pandangan, cara berpakaian, cara berbicara, dan lain-lain. Intinya Islam telah mengajarkan pendidikan seks untuk anak secara baik.

Terkait ini, orang tua bisa memulai membicarakan isu yang genting (misal; saat anak sudah berusia 8 tahun, bicarakan isu mimpi basah/haid). Relasikan dengan pengalaman ayah dan ibu. Bahkan satu materi sampai berminggu-minggu. Ajarkan pada waktu yang tepat (kisaran usia 7/8 tahun).

Kita juga memerlukan pendirian kuat terkait hal ini. Tunjukkan mana yang bisa ditawar dan mana yang tidak. Terakhir, teladan lebih baik dari 1000 kata. Itu kunci pendidikan seks untuk anak.

Menjawab Pertanyaan Anak

Anak-anak kini cenderung memiliki banyak pertanyaan terkait dengan seksualitas. Misal “Ma/Pa, sodomi itu apa?”, “mastrubasi itu apa?”, dan lain-lain. Berikut teknik menjawab pertanyaan anak.

Pertama, pahami bahwa rasa ingin tahu anak tentang seks adalah wajar. Artinya ini merupakan konsekuensi perkembangannya.

Kedua, tenang dan kontrol diri (relax). Jangan langsung marah, kita tidak tahu anak memang sedang benar-benar mencari tahu atau hanya ingin ngetes saja.

Ketiga, tarik napas panjang dan ‘take it easy’. Diikuti dengan mengecek pemahaman anak. “Yang kamu tahu apa, Nak?”

Keempat, jujurlah terhadap apa yang Anda rasakan. “Nak, jujur Bunda kaget kamu tanya begitu.” Misal anak bertanya tentang apa itu menstruasi, lanjutkan dengan jawaban, “Menstruasi itu karunia Allah bagi anak perempuan yang sudah balig.

Itu tandanya, kita sudah wajib menutup aurat,” dan jawaban lainnya yang padat dan singkat. Atau jika belum bisa jawab saat itu, sampaikan secara jujur, “Nak, maaf, insyaAllah 2 hari lagi Bunda jawab pertanyaannya.” Setelah itu, ibu harus belajar dan tepati janji.

Perlu diperhatikan, dalam menjawab pertanyaan anak, orangtua harus menangkap inti pertanyaan, beri jawaban terbaik yang singkat dan padat, serta kunci dengan norma agama.<Rahmawati Eki>

Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2018

 

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos