Cara Mendidik Kids Zaman Now

Cara Mendidik Kids Zaman Now

Istilah kids zaman now viral sejak beberapa waktu lalu. Ungkapan ini ramai digunakan warganet di jejaring sosial seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Sebuah ungkapan yang tersusun dari dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kids artinya anak-anak, now artinya sekarang. Kidz zaman now artinya anak-anak yang hidup di era sekarang.

Tak bisa dipungkiri, anak-anak yang hidup saat ini, tumbuh dan berkembang di era yang berbeda dengan era sebelumnya. Anak masa kini tumbuh di era teknologi yang demikian pesat. Kehadiran media sosial dan smartphone, menjadikan dunia seolah berada dalam genggaman. Di mana pun seseorang berada, baik tua, muda, atau anak-anak, jika smartphone di tangannya bisa terhubung internet, maka dia bisa berkomunikasi dengan siapa pun secara cepat dan mudah. Tak hanya itu, informasi apa pun bisa diakses dari ponsel pintar tersebut. Baik informasi yang positif maupun negatif.

Jika diklasifikasikan, anak-anak yang hidup di era teknologi saat ini, ada yang menyebut termasuk dalam kelompok generasi Z dan generasi Alfa. Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1994 sampai sebelum tahun 2010. Sementara anak-anak yang lahir setelah tahun 2010, disebut generasi Alfa. Dikutip dari tirto.id, analis sosial-demografi Mark McCrindle dari grup peneliti McCrindle dalam makalah Beyond Z: Meet Generation Alpha, mengungkapkan, generasi berikutnya akan dinamai sesuai abjad. Itu sebabnya mereka yang lahir setelah generasi Z akan dipanggil generasi A alias Generasi Alfa. Menurut McCrindle, generasi Alfa—yakni anak-anak dari generasi milenial—akan menjadi generasi paling banyak di antara yang pernah ada. Sekitar 2,5 juta generasi Alfa lahir setiap pekan. Membuat jumlahnya diperkirakan akan menjadi sekitar 2 miliar pada 2025.

Anak-anak yang hidup di era teknologi seperti sekarang, memiliki karakter suka tantangan. Mereka dengan sendirinya akan belajar menguasai apa yang dibutuhkan atau yang harus dilakukan untuk tahu dan mampu mengaplikasikan suatu teknologi. Oleh karena itu orangtua harus melek teknologi, memahami bahwa peran mendampingi, mengasuh, dan mendidik anak di era ini, sangat penuh tantangan. Karena generasi terkait erat dengan teknologi, orangtua perlu melakukan beberapa hal:

Pertama, awasi anak dalam penggunaan internet, sampaikan apa situs yang boleh dibuka dan tidak boleh dibuka. Minta anak menceritakan apa saja yang dilakukan saat menggunakan internet. Kedua, beri contoh orang-orang yang menggunakan internet dengan baik. Misalnya para blogger, penjual online, dan mereka yang bekerja menggunakan internet.

Ketiga, beri arahan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gadget. Kebanyakan bermain gadget membuat anak kurang berolahraga atau bergerak. Keempat, beri teladan dalam tindakan sederhana. Misalnya orangtua mau meletakkan gadget pada jam-jam tertentu saat di rumah. Dengan demikian orangtua bisa membatasi anak dalam menggunakan gadget. Misalnya dalam satu hari hanya boleh menggunakan gadget selama satu jam.

 

Pendidikan Anak dalam Islam

Jika kita menilik sejarah umat Islam terdahulu, akan kita temui fakta banyaknya generasi awal yang prestasinya gemilang di usia muda. Sebagian dari mereka, umur 8-10 tahun sudah hafal Alquran 30 juz, umur belasan tahun sudah hafal kitab hadis, belajar fikih, bahasa, dan ilmu-ilmu lainnya. Pada umur 20 an tahun sudah menjadi orang besar di masyarakat dengan prestasi gemilang. Contohnya antara lain Imam Syafi’i hafal Alquran di usia 7 tahun, Imam Nawawi hafal Alquran sebelum usia balig, Sultan Muhammad Al Fatih mamimpin pasukan pada usia 21 tahun dan berhasil menaklukkan Konstantinopel.

Kecermelangan prestasi generasi muslim terdahulu tentu karena mereka memiliki karakter muslim yang kuat sejak dini. Muhammad Al Fatih misalnya tidak pernah meninggalkan salat wajib dan Salat Tahajud sejak balig.

Memiliki anak saleh adalah dambaan setiap keluarga muslim. Yaitu seorang anak yang berhubungan baik dengan Allah Swt dan dengan sesama manusia. M. Nipan Abdul Halim dalam bukunya berjudul Anak Saleh Dambaan Keluarga mengungkapkan hakikat mendidik anak adalah menyelamatkan fitrah manusia, mengembangkan potensi pikir, rasa, karsa, kerja, dan potensi sehat anak. Tujuan mendidik anak dalam Islam adalah untuk membentuk pribadi anak saleh dan mengharap rida Allah Swt.

Periodisasi pendidikan anak dalam Islam sesungguhnya dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan dengan memberikan nafkah yang halal dan baik serta selalu mendoakan kebaikan anak. Selanjutnya pola pendidikan diterapkan sesuai umur anak sejak lahir, pendidikan saat masa kanak-kanak, usia balig dan dewasa. Sejak dini orangtua seharusnya memperkenalkan nilai-nilai akidah, ibadah, memberikan teladan yang baik, merangsang kreativitas anak, menanamkan kebiasaan hidup sehat.

Oleh karena itu orang tua perlu mengupayakan agar pendidikan anak di era sekarang tetap selaras dengan pola pendidikan Islam. Keberadaan teknologi harus disikapi secara bijak agar anak-anak kita mendapatkan sisi positif dari teknologi tersebut, bukan sebaliknya justru terpapar sisi negatifnya sehingga masa depan anak terancam.

Pengurus Wilayah Salimah Jawa Tengah, dr. Tri Wahayu, mengungkapkan pilar pendidikan anak ada tiga macam. Yaitu pendidikan anak di keluarga, sekolah, dan lingkungan. Namun tanggung jawab utama pendidikan ada di keluarga. Orang tua harus kembali menyadari perannya bahwa tugas mendidik anak yang pertama dan paling utama, ada di tangan orangtua, baik pihak ibu maupun sosok ayah. Karena pengaruh berbagai faktor, terang Tri Wahayu, ada sebagian generasi saat ini yang mengalami kekerdilan dalam tiga hal:

Pertama, kerdil secara fisik. Karena faktor gizi anak-anak kurang diperhatikan, sebagian anak mengalami kerdil secara fisik. Hal itu karena ada orangtua yang sering memberikan makanan instan kepada buah hatinya. Komposisi nutrisi yang tepat bagi anak kurang diperhatikan karena ada orangtua yang berpikir,’ yang penting anaknya kenyang’. Padahal seorang anak tidak hanya butuh sumber energi, tetapi juga nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Kedua, kerdil secara psikis. Karena kesalahan pola pendidikan atau pun pengaruh lingkungan, ada anak-anak yang secara psikis mengalami masalah. Mereka sering kali kurang sabar, kurang peduli terhadap lingkungan, dan mengalami gangguan psikologis lainnya. Hal itu bisa diatasi ketika pendidikan karakter benar-benar diterapkan dengan baik.

Ketiga, kerdil secara spiritual. Karena pendidikan agama kurang diperhatikan, ada anak-anak yang kini tidak terlalu peduli dengan nilai-nilai agama. Oleh karena itu, orangtua hendaknya lebih peduli lagi dengan pendidikan agama, agar si buah hati tumbuh menjadi anak saleh.

Bunda Elly Risman, Psikolog sekaligus pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati menerangkan, kembali pada konsep pendidikan Islam sesuai Alquran adalah cara terbaik mendidik anak. Thinking skill (kemampuan berpikir), problem solving skill (kemampuan memecahkan masalah), dan decision making proses (kemampuan mengambil keputusan) adalah tiga hal dalam Islam yang perlu diajarkan pada anak.

“Tanamkan disiplin. Orang tua jangan mendikte terus apa yang dia mau sehingga tidak memfungsikan otak anak. Agama Islam itu agama berpikir, jadi balik saja ke Alquran,” pungkas Bunda Elly.

Orang Tua Dituntut Adil

Mendidik anak adalah kewajiban bagi setiap orang tua, sebab anak adalah salah satu konsekuensi dari suatu hubungan keluarga. Menurut Konsultan Keluarga Nasional, Ustaz Hilman Rosyad Syihab, Lc., keberadaan keluarga adalah suatu fitrah. Hal itu adalah bagian dari takdir yang harus dijalani manusia. “Salah satu hikmah dari hubungan rumah tangga menurut syariat adalah terjadinya regenerasi umat muslim dengan keturunan yang saleh,” tutur alumni Faculty of Hadith and Islamic Studies, Islamic University of Madinah, Saudi Arabia tersebut saat mengisi Seminar Parenting bertajuk Character Building ala Rasulullah Saw di Hotel Multazam, Surakarta beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, terangnya, sebagai muslim kita harus benar-benar concern menghadapi masalah seputar keluarga demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal membimbing buah hati, misalnya, setiap orangtua memerlukan amunisi tersendiri agar anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi sesuai harapan; saleh, dan solihah.

Oleh sebab itu, kemampuan membimbing anak adalah salah satu bekal yang diperlukan setiap orangtua dalam membangun rumah tangga. Secara prinsip, anak bukanlah diri kita, dia adalah pribadi yang benar-benar lain. Allah Swt berfirman dalam Alquran Surah Al Mu’minun ayat 14, “…Kemudian Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.

Ayat ini menyebutkan proses penciptaan manusia, bahwa setelah melewati berbagi proses maka lahirlah makhluk yang lain. Sehingga, status anak bagi orangtua adalah sebagai amanah yang harus dipelihara dan dijaga. Kita tak bisa memaksa anak-anak menjadi seperti diri kita, tetapi kita wajib mengarahkan mereka agar tak terjerumus pada jalan yang tidak tepat.

“Anak-anak kita tidak ada yang seragam. Ada yang cantik, ada yang kurang. Ada yang penurut, tetapi ada juga yang pembangkang. Meski demikian, dalam tuntutan syariat, orangtua harus adil terhadap anak-anak,” jelas Ustaz Hilman.

Perlu diingat, dalam kehidupan selalu ada dua sisi kecenderungan; cenderung berbuat baik atau buruk. Pun dengan anak-anak. Menghadapi hal tersebut, orangtua perlu lebih jeli dalam melihat perilaku anak. Fenomena saat ini, banyak orangtua buru-buru memberikan hukuman saat melihat anak melakukan kesalahan, tetapi tak acuh saat anak membuat prestasi. Inilah problem.

“Seharusnya orang tua bisa berlaku adil. Ketika anak melakukan kesalahan, dia memang perlu ditegur. Namun, jangan pernah lupa untuk memberikan apresiasi saat anak melakukan prestasi. Apresiasi ini, sebaiknya memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada teguran yang diberikan saat anak melakukan kesalahan,” ungkap Ustaz Hilman. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2018>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos