Budaya Membaca di Indonesia yang Rendah, dan Upaya Kita untuk Meningkatkannya

Budaya Membaca di Indonesia yang Rendah, dan Upaya Kita untuk Meningkatkannya

Hadila.co.id‘Memprihatinkan’, mungkin adalah kata yang tepat untuk menggambarkan budaya membaca yang ada di negara kita, Indonesia. Bagaimana tidak, Budaya membaca di Indonesia bisa dikatakan jauh dari standar yang ada yang ditetapkan oleh UNESCO.

Ya, menurut data Indonesia menyandang peringkat rendah dalam indeks membaca. Dari 65 negara, Indonesia berada pada peringkat 60. Rata-rata penduduk Indonesia hanya membaca 4 judul buku setahun. Masih jauh dari standar UNESCO yaitu 7 judul buku dalam setahun.

Kita sadari bahwa kegiatan intelektual serta budaya membaca dan menulis belum membudaya dalam masyarakat kita. Bahkan di lingkungan sekolah yang notabene merupakan komunitas akademik. Kegiatan membaca dan menulis di kalangan guru maupun siswa masih rendah.

Mengajari Buah Hati Kontrol Diri untuk Menghindari Obesitas Anak

Padahal sejak jaman Belanda, tradisi intelektual sudah dimunculkan di tingkat sekolah. Siswa AMS (sekolah Belanda masa itu) diwajibkan membaca 25 judul buku sebelum lulus. Dengan kebijakan itu kita bisa melihat hasilnya dari intelektualitas para lulusannya (notabene adalah tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan).

Banyak karya tulisan para tokoh pergerakan kemerdekaan yang kaya gagasan-brilian dan otentik. Salah satunya, Ki Hadjar Dewantara yang kita kenal sebagai bapak pendidikan nasional dengan banyak karya tulis seputar pendidikan yang hingga saat ini masih cukup relevan diterapkan.

Soekarno dengan buku “Di Bawah Bendera Revolusi”nya. Hatta dengan buku “Demokrasi Kita”nya yang mengkritik pemerintah saat itu dengan cerdas dan bermartabat. Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan masih banyak lagi lainnya. Mereka adalah para intelektual yang melontarkan gagasan, ide atau kritik melalui dunia tulis menulis.

Melibatkan Anak untuk Mempersiapkan Masa Tua Kita

Saat ini tradisi intelektual seperti karya tulis harus terus dikembangkan, agar gagasan atau ilmu lestari. Terlebih di dunia akademik.

Mengoptimalkan kembali fungsi perpustakaan di tiap sekolah, ‘memasyarakatkan’ Taman Bacaan Masyarakat (TBM), memperbanyak penerbitan buku dan penerjemahan  buku-buku asing sebagai regulasi pemerintah, serta kebijakan lain yang perlu ditempuh agar membaca dan menulis menjadi kebutuhan.

Dibutuhkan gerakan bersama, koalisi ‘intelektual’ besar, dari semua anak bangsa untuk menumbuhkan kembali budaya baca-tulis. Agar kualitas sumber daya manusia Indonesia akan lebih baik lagi di masa mendatang, sehingga dapat mengejar ketertinggalan.<>

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos