Anak Terlambat Bicara, Bagaimana Terapinya?

Anak Terlambat Bicara, Bagaimana Terapinya?

Hadila – Saya ada ponakan umurnya 5 tahun. Sampai saat ini dia masih belum bisa bicara. Hanya teriak, “Eee eee” gitu. Kemudian jalannya juga masih susah. Terapi apa ya yang pas dengan keponakan saya itu? (Triana, Tangerang)

 Konsultan: Sinta Yudisia Wisudanti, M.Psi, Psikolog (Pembina Ruang Pendampingan Psikologi dan Literasi)

Jazakumullah khoiron katsir atas pertanyaannya. Anak usia 4-5 tahun seharusnya sudah mampu mengucapkan kalimat dan berkomunikasi menggunakan kata-kata. Namun bila belum, perlu ditinjau kembali apa yang menjadi penyebab hambatannya. Sebelum membawa ke terapis wicara, boleh melakukan langkah-langkah di bawah ini.

Berbicara membutuhkan keterlibatan beberapa bagian tubuh seperti mulut, telinga, otak. Anak yang mengalami hambatan berbicara boleh jadi ada hambatan di area mulutnya, telinganya, atau kemampuan berpikirnya. Apakah ia cacat? Belum tentu demikian. Mungkin saja selama ini kurang distimulus perkembangannya sehingga kemampuan kognitif di otaknya kurang berkembang, telinga dan mulutnya tidak pernah dirangsang untuk mendengarkan dan mengucapkan bunyi-bunyian.

Apa yang perlu dilakukan?

Pertama, merangsang tumbuh kembangnya secara keseluruhan. Bukan hanya kemampuan bicara, tapi kemampuan berpikir, berperasaan, dan kemampuan motorik. Misal, “Ayo, kita bereskan mainan legonya. Yang hijau sendiri, yang kuning sendiri, yang merah sendiri. Kita hitung ya, ada berapa lego yang warna hijau?”

Kalau anak perempuan dan diajak main boneka, bisa diajak bermain drama. “Queena si boneka dimarahi Mama. Ia menangis. Apa yang Queena rasakan ya?”

Kedua, merangsang rasa ingin tahunya. Ajaklah ia bermain sembari belajar. “Ada tiga bola plastik di sini. Biru, kuning, merah. Mama/ Tante ambil dua. Yang ada di depan Kakak warna apa?” Minta Ananda menebak bola yang kita ambil, yang kita sembunyikan dalam genggaman tangan. Atau yang disembunyikan di belakang punggung. Beri ia hadiah pelukan dan ciuman bila berhasil menjawab.

Ketiga, merangsang otak dan semua inderanya. Nyanyikan lagu anak-anak bersama-sama. Misal, lagu ini.

Cuaca cerah, berlangit biru

Ingin aku bersenang-senang bersamamu

Menari-nari dan bernyanyi

Di alam bebas yang segar seperti ini

Sembari menggunakan berbagai gerakan yang menggambarkan lagu tersebut. Ananda tanpa sadar akan berusaha melatih kemampuan bicara dan komunikasinya. Apalagi bila lagu tersebut dinyanyikan di pagi hari, saat cuaca cerah dan udara pagi yang penuh oksigen sehat dihirup. Anak bisa diajak melihat langit biru, ini merangsang indera penglihatan dan kognitifnya. Menari-nari, merangsang motorik halus dan kasarnya. Bernyanyi, merangsang telinga dan mulutnya.

Keempat, merangsang pendengarannya. Ajaklah ia mendengarkan berbagai cerita dengan segala ekspresinya. Misal, kita membacakan cerita tentang anak yang bertemu harimau. Ketika ada harimau, perdengarkan suara keras mengaum. Ketika anak dalam tokoh cerita ketakutan, kita perdengarkan suara berbisik. Apakah ia merespons ketika mendengar suara bisikan? Dari sini dapat juga dilihat bagaimana kondisi pendengarannya.

Kelima, merangsang kemampuan bicaranya. Yang tidak kalah penting dari semua itu, adalah merangsang kemampuan bicaranya. Tak perlu memaksanya untuk bicara banyak-banyak dan memarahinya ketika ia tak bicara jelas. Kita dapat memberinya sepotong kue dan mengajaknya mengungkapkan ekpresi, “Kalau Kakak diberi sesuatu, bilang apa?” Minta ia mengucapkan dengan keras, tapi jangan diolok-olok. Seperti meledeknya. “Suaranya kok kecil gitu sih, kayak suara tikus!”

Ajaklah Ananda untuk bercakap sederhana. “Mau yang ini atau yang itu? Coba Kakak bilang: ini (kalau mau yang ini).” “Ada  kucing lucu! Kakak suka kucing warna apa?”

Bila berbagai tahapan di atas telah dilakukan dan belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan selama 3 hingga 6 bulan ke depan, ananda boleh dibawa ke terapis wicara yang ada di kota Anda atau ke dokter spesialis yang Anda pilih.

Jangan lupa, bersabarlah dan bersemangatlah ketika mengajarkan anak kecil. Berharap anak terlalu cepat menguasai sesuatu, sungguh tidak bijak. Seperti, kita merasa sudah capek membelikan buku cerita atau mengajaknya berbicara tetapi responsnya sangat minimal. Terus observasi dan catat perkembangannya. Bila sekadar hambatan berbicara karena kurang stimulus, insya Allah langkah di atas dapat ditempuh. Namun bila ada hambatan serta yang lain seperti gangguan konsentrasi atau interaksi sosial, tentu perlu penangangan lebih lanjut. <Dimuat di Majalah hadila Edisi September 2021>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos