Kenalkan Anak Konsep Saling Menghormati

Kenalkan Anak Konsep Saling Menghormati

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا

 

Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak menghormati orang yang dituakan di antara kami.” [H.R. At-Tirmidzi – Shahiihul Jaami’ no.5445]

Redaksi “bukan termasuk golongan kami” merupakan teguran keras Rasulullah tentang bagaimana menjaga keharmonisan hubungan antara yang muda dan yang tua. Yang tua sayang kepada yang muda, dan yang muda hormat kepada yang tua. Walaupun tentu redaksi teguran tersebut tidak lantas dipahami bahwa yang melanggar norma di atas digolongkan menjadi kafir atau non-muslim, tidak demikian.

Imam Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan bahwa redaksi “laisa minna” atau “bukan golongan kami” maksudnya adalah, bukan seperti kami. Dikuatkan lagi oleh Syekh Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa yang dimaksud adalah, bukan termasuk orang-orang yang berjalan di atas manhaj (jalan yang jelas) kami, orang-orang yang tidak menyayangi anak kecil maupun anak kecil yang tidak menghormati orang yang lebih besar. Seperti itulah Rasulullah menekankan pendidikan saling menghormati kepada anak-anak kita.

Suatu saat nanti, anak-anak kita akan keluar rumah kemudian bertegur sapa dengan orang lain. Mereka akan bercakap tentang film yang ditonton, saling bertanya bacaan Iqra’ atau Ummi di TPQ, maupun berbicara tentang pekerjaan rumah dari sekolah. Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa dihadapkan dengan kemajemukan dalam bermasyarakat. Maka, anak sedari dini perlu mendapatkan ilmu tentang bagaimana saling menghormati dengan orang lain.

Hal itu bisa dimulai oleh orang tua dengan mengenalkan tentang konsep saling menghormati. Konsep maupun teori sekalipun sifatnya abstrak, perlu disampaikan ke anak-anak kita, dengan sifat yang sederhana dan mendasar tentunya, bukan dengan materi yang kompleks dan mendalam. Bagaimana pun anak itu perlu mendapatkan porsi “doktrin” tentang nilai-nilai agama dan kehidupan.

Orang tua perlu memperdengarkan nilai-nilai adat dan tata krama kepada anak. Di Jawa ada ungkapan-ungkapan sederhana tentang bagaimana meminta dan menerima sesuatu, menyuruh dan mengiyakan sebuah perintah, meminta tolong dan berterima kasih, dan sebagainya; nggih, matur nuwun, ngapunten, dan sebagainya. Hal itu tentu juga berlaku pada bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari anak-anak kita; terima kasih, tolong, bolehkah saya, dan seterusnya.

Untuk mewujudkan itu semua tentu harus diawali dari orang tua sendiri. Jadikan diri kita sebagai contoh dalam hal menghormati orang lain, saat ke pasar, berpapasan di jalan, di lingkungan sekolah, dan tempat lain. Pastikan anak dengan sadar mengikuti dan melihat praktik kita saat menyapa.

“Nak, itu ada Mbokdhe dari pasar, kita sapa yuk…” Mintalah anak untuk mengulangi apa yang kita katakan. Yang demikian merupakan langkah praktis dalam menanamkan nilai saling menghormati.

Berikan permisalan seperti bertanya kepada anak, “Bagaimana perasaanmu jika ada anak lain yang mengambil permainanmu tanpa seizinmu?”

Dari pertanyaan itu, kita sampaikan bahwa termasuk menghormati orang lain adalah meminta izin saat kita ingin mengambil dan bermain dengan salah satu mainannya. Termasuk bagaimana berterima kasih kepada orang lain setelah kita selesai dengan mainannya. Bahkan, tidak masalah jika kita ingin mengajarkan cara menolak yang baik permintaan dari anak-anak lain, tentu diimbangi dengan ajaran bahwa saling berbagi itu juga baik.

Niat baik harus diproses dengan cara yang baik. Termasuk saat kita mengajari anak-anak kita tentang sebuah nilai kebaikan, maka cara kita berbicara kepada anak pun harus diusahakan juga dengan kebaikan.

Fitrah anak adalah kelembutan, maka bertutur katalah dengan kelembutan. Awali dengan usapan di kepala, tataplah mata penuh harap dan bahagia, sampaikan bahwa Allah menciptakan manusia dengan sama, saling jagalah kehormatan orang lain, terlebih kehormatan kepada orang tua. Hadirkan firman-firman Allah yang berkaitan dengan kehormatan manusia. Hadirkan sosok Rasulullah dan sahabat dengan menceritakan kisah-kisah penuh makna. <>

 

Oleh: Ustaz M. Amin Rois, Lc. (Dewan Pengawas Syariah Solopeduli)

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos