Tips Menghadapi Mertua yang Pemarah

Tips Menghadapi Mertua yang Pemarah

Hadila – Asalamualaikum, Ustazah. Saya punya bapak mertua yang emosian dan suka berkata kotor (misuh), utamanya kepada anak-anaknya dan istri barunya. Oiya, ibu suami saya sudah meninggal, lalu bapak menikah lagi. Istri bapak mertua ini curhat ke saya kalau ia sering dipisuhi hanya karena masalah sepele. Sejak menikah, saya dan suami mengontrak, jadi jarang melihat kejadiannya. Dari cerita adik, istri bapak ini memang sering dimarahi, dibanding-bandingkan dengan almarhumah ibu mertua hingga beliau sakit hati dan stres. Sikap apa yang bisa saya berikan terkait hal ini, Ustazah? (Aira Farah, Madiun)

Konsultan: Ustazah Wirianingsih (Konselor Keluarga Nasional)

Wa’alaikum salam, Mbak Aira. Saya ikut prihatin atas situasi psikologis bapak mertua. Mungkin begitulah masa tua yang dilalui seseorang, kadang muncul kembali sifat kekanak-kanakan (childish). Seseorang itu berada di dua masa; masa lemah ketika usia kanak-kanak dan masa lemah ketika memasuki usia tua.

Allah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan sesudah keadaan lemah itu kekuatan. Kemudian Dia menjadikan sesudah kekuatan itu kelemahan dan uban. Dia menciptakan yang Dia kehendaki dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” [Q.S. Ar-Rum: 54]

Seorang Profesor Psikiatri dari New York, Gail Saltz, MD, mengatakan bahwa pada usia 50 tahunan seseorang akan memiliki pola perilaku dan perasaan terkait nilai, tujuan, dan gagasan tentang bagaimana hidup seharusnya berjalan. Ketika tujuan, nilai, dan gagasan sudah solid, maka sulit sekali berkompromi dengan hal-hal yang tidak sejalan, termasuk kompromi dengan orang lain yang tidak sejalan, juga sulit menerima orang yang tidak disukai.

Jika membaca keluhan Anda tentang ayah mertua yang sering misuh-misuh (marah-marah) kepada istri barunya dan sering membandingkan dengan istri pertama yang sudah wafat, tampaknya cinta ayahanda cukup dalam kepada almarhumah. Memori tentang almarhumah ibu begitu dalam sehingga sulit melupakannya. Di sisi lain, ayah juga perlu pendamping hidup. Faktor psikologis seseorang yang memasuki masa tua, selain fisik sudah mulai melemah, juga memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku.

Namun demikian, seperti apa pun kondisi orang tua, apalagi ayah yang sudah ditinggal wafat ibu, tetaplah seorang anak dan menantunya harus bersikap baik dan bersabar atas kondisinya. Demikian nasihat agama kepada kita.

Orang tua memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam. Berbakti kepada kedua orang tua adalah bentuk ibadah kepada Allah. Mengapa demikian? Karena Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang berkehendak atas kebaikan dan pengorbanan orang tua agar dihormati dan dimuliakan. [Q.S Al-Isra: 23]

Keberadaan kita saat ini tidak lepas dari jasa kedua orang tua. Islam menggambarkan, seorang anak tak akan mampu membalas jasa dan pengorbanan kedua orang tua. Suatu ketika Abi Burdah melihat Ibnu Umar dan seorang Yaman sedang tawaf di depan Kakbah sambil menggendong ibunya di punggung. Orang itu berkata, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepada ibuku?”

Ibnu Umar, “Belum, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.”

Ibnu Umar kemudian tawaf dan salat dua rakaat pada makam Ibrahim. Beliau berkata, “Wahai Abu Burdah, sesungguhnya setiap dua rakaat (pada makam Ibrahim) akan menghapuskan berbagai dosa yang diperbuat sesudahnya.” [Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 11]

Selain diperintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua, dalam Surah Al-Isra ayat 23 Allah juga melarang kita mengatakan ‘ah’  dan membentak orang tua. “Janganlah berkata ‘ah,’  jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi, bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu ketika kecil.” [Tafsir Ath-Thabari 15: 82]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah; “Jangan berkata ‘ah’, yang dimaksud adalah seringan-ringannya perkataan jelek.” [Tafsir al-Qur’an al’Adzim 5: 63]. Berkata ‘ah’ (uff) yang bentuknya menyakiti perasaan orang tua juga termasuk durhaka. Imam Nawawi dalam al-Minhaj Sahih Muslim berkata. “‘uququl walidain atau durhaka kepada orang tua adalah segala bentuk yang menyakiti orang tua.”

Rasulullah bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka, orang yang mendapatkan kedua orang tuanya  berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga.” [H.R. Muslim]

Adapun menyikapi kondisi ibu yang sekarang, ada baiknya didengar saja jika ada keluhan atau curhat. Lebih baik didengar oleh putra atau putrinya daripada orang lain. Seringlah berkunjung ke rumah ayah dan ibu, bawakan buah tangan atau bantu jika ada kesusahan. Semoga ini meringankan perasaannya yang berat menghadapi kenyataan pahit.

Jika memungkinkan, hibur hatinya dengan kalimat yang menyejukkan, bahwa tidak seluruhnya hidup ini pahit. “Fainna ma’al ‘ushri yusra“. Bersyukurlah ketika merasakan manisnya kehidupan, insya Allah nikmat ditambah. Wallahu a’lam. <>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos