Sumber gambar: amazonaws.com
Hadila.co.id — Ketika kita ingin melatih anak-anak untuk mandiri dan belajar melayani, salah satu alat yang sangat efektif untuk digunakan adalah pekerjaan sehari-hari di rumah. Caranya dengan membimbing anak untuk terlibat.
1. Jadikan Kegiatan Keseharian sebagai Hal yang Asyik
Orangtua harus melihat bahwa kegiatan sehari-hari adalah kegiatan yang asyik. Orangtua yang ikhlas menjalani keseharian akan membuat anak-anak tak memandang kegiatan itu sebagai beban. Kalau orangtua sering mengeluh dan menganggap kegiatan keseharian itu tidak asyik, persepsi itu juga akan ditangkap anak sehingga mereka akan berpandangan bahwa pekerjaan rumah adalah beban yang harus dihindari.
2. Mulai dari Hal yang Sederhana
Ketika kita melakukan pekerjaan rumah, banyak hal yang bisa dilakukan anak karena pada dasarnya anak senang melakukan pekerjaan orangtua. Mungkin anak belum bisa menyapu karena tangannya belum kuat memegang dan mengayunkan sapu. Namun ketika orangtua sedang menyapu, anak bisa membantu mengambilkan sapu. Anak belum bisa mencuci, tetapi dia bisa membantu mengambilkan sabun cuci.
3. Kegiatan Tanpa Jadwal
Lakukan kegiatan bersama anak secara insidental, tanpa perencanaan. Jadikan kegiatan itu menjadi hal yang asyik dan menyenangkan, bukan beban. Setelah Anda menyeterika pakaian, sesekali ajak anak untuk memasukkan pakaiannya ke dalam lemari. Lakukan hanya sesekali, tidak setiap hari. Lebih baik lagi kalau kegiatan itu dilakukan atas permintaan anak.
4. Pujian dan apresiasi
Jangan lupa untuk memuji dan mengapresiasi anak setelah dia selesai melakukan kegiatannya, meski pekerjaannya belum sempurna dan banyak kekurangan. Berilah pujian pada inisiatifnya, kesediaannya membantu, dan pertanda bahwa dia besar. “Wah… Kakak sudah besar, sudah bisa membantu Bunda memasukkan baju ke lemari,” misalnya.
5. Berikan Tanggung Jawab
Pekerjaan rumah, dapat digunakan sebagai sarana pengasuhan atau menanamkan nilai-nilai tertentu pada anak. Jika dirasa telah siap, berikan tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah (cukup 1 yang sesuai usianya sebagai awalan). Gunakan tahapan yang tepat, sehingga tidak perlu terlalu kaku jika anak belum bisa konsisten. <Dari berbagai sumber>