Tinggalkan Gaya Hidup Berutang

Tinggalkan Gaya Hidup Berutang

Oleh Tamim Aziz, Lc., M.P.I. (Direktur Pondok Pesantren Ulin Nuha Slawi – Tegal)

  إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

“Sesungguhnya apabila seseorang telah terbebani utang, dia akan berbicara lalu berdusta dan akan berjanji lalu mengingkari.”

 Matan hadis ini shahīh. Terdapat dalam Shahīh Al-Bukhāriy, Kitab Al-Adzān, Bab Ad-Du’ā’ Qabla As-Salām: 832 dan Kitab Fī Al-Istiqrādh Wa Adā’ Ad-Duyūn Wa Al-Hajr Wa At-Taflīs, Bab Man Ista’ādza Min Ad-Dain: 2397. Terdapat dalam Shahīh Muslim. Kitab Al-Masājid Wa Mawādhi’ Ash-Shalāt, Bab Mā Yusta’ādz Minhu Fī Ash-Shalāt: 129.

Mulla Ali Al-Qari (w 1014 H), penulis Mirqāt Al-Mafātīh Syarh Miskāt Al-Mashābīh, menuturkan bahwa yang dimaksud dengan kata idzā gharima (: apabila dia telah terbebani utang) dalam matan hadis ini adalah apabila dia telah berutang dan menjadikan utang sebagai kebiasaan dan tradisinya. Penuturan ini mengisyaratkan adanya fenomena pada beberapa kalangan yang menjadikan utang sebagai gaya hidup, lifestyle. Na’ūdzu billāh min dzālik.

Asal muasal sabda Rasulullah Saw ini adalah pertanyaan keingintahuan Aisyah Ra terhadap kebiasaan Rasulullah Saw yang sering kali berdoa, dalam salatnya agar dilindungi oleh Allah Swt dari beban utang. Tentu ada rahasia besar di balik ini. “Ya Rasulullah, betapa seringnya engkau berlindung dari utang?” tanyanya suatu ketika. Doa yang dimaksud adalah apa yang beliau ucapkan di ujung salatnya, sebelum salam.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur; aku berlindung kepada-Mu fitnah Al-Masīh Ad-Dajjāl; dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan beban utang.”

Jawaban Rasulullah Saw ini menjelaskan bahwa gaya hidup berutang akan melahirkan tabiat buruk dusta dan ingkar janji. Orang yang sudah terlilit utang, jika berbicara, dia berdusta dan jika berjanji, dia mengingkari. Tak jarang dia berdusta untuk membuat serenceng alasan agar bisa mendapatkan utang. Tak jarang pula dia menjanjikan akan segera melunasi, tetapi kemudian ingkar janji. Rasulullah Saw adalah manusia mulia. Beliau tentu tak ingin memiliki akhlak buruk yang lahir akibat beban utang tersebut. Wajar kalau beliau selalu berlindung kepada Allah Swt dari utang. Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Q.S. Al-Qalam (68): 4)

Hukum asal berutang adalah boleh-boleh saja. Sah-sah saja seseorang berutang asal rukun dan syarat transaksi terpenuhi. Allah Swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 282). Hanya saja, gaya hidup berutang membuka peluang dosa. Bukan soal remeh temeh. Dusta dan ingkar janji merupakan akhlak orang munafik. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana dituturkan oleh Bukhari dan Muslim, “Tanda orang munafik ada tiga. Jika berbicara, dia berdusta; jika berjanji, dia mengingkari; dan jika dipercaya, dia khianat.”

Hamba yang bertakwa harus berusaha sebisa mungkin menghindari akhlak orang munafik ini. Meskipun, untuk tujuan tersebut harus dengan cara meninggalkan kebiasaan yang halal. Ibnu Qayim Al-Jauziyah (w 751 H) mengutip ungkapan sebagian salaf dalam Madārij As-Sālikīn, “Seorang hamba belum sampai pada derajat takwa yang sebenarnya sebelum dia meninggalkan hal yang tidak mengapa karena menghindari hal yang mengandung dosa.” Begitulah seharusnya. Memang berutang merupakan hal yang tidak mengapa. Namun, kalau tidak hati-hati kebiasaan menumpuk utang akan berpotensi melahirkan dosa dusta dan dosa ingkar janji. Inilah makna sikap wara’.

Usaha dan doa. Rasulullah Saw telah memberikan teladan yang luar biasa dalam hal ini. Selain berusaha, beliau juga selalu berdoa kepada Allah Swt agar terlindung dari utang. Hal ini karena beliau menyadari benar bahwa keberhasilan suatu usaha tak bisa dipisahkan dari tawfiq dan anugerah Allah Swt. Kalau hanya susah payah berusaha, tentu tak banyak berarti. Az-Zarnuji, dalam Ta’līm Al-Muta’allim, mengutip sebuah ungkapan, “Semua keagungan ada karena anugerah, bukan susah payah. Apakah susah payah bisa berfaedah tanpa anugerah?”

Demikian tadabbur singkat hadis ini. Selamat berdoa dan berusaha. Selamat tinggal gaya hidup berutang. Wallāhu a’lam. <Dimuat di majalah Hadila Edisi Desember 2020>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos