Tak Ada Istri yang Tak Retak

Tak Ada Istri yang Tak Retak

 Sebagian orang memahami, untuk merasakan kebahagiaan hidup berumah tangga harus mendapatkan pasangan yang sempurna. Istri yang cantik, pintar, supel, rajin ibadah, pandai mendidik anak, dan sejumlah kriteria ideal lainnya. Suami yang tampan, kaya, rajin ibadah, sukses, setia, dan sejumlah kriteria ideal lainnya.

Padahal, kebahagiaan bisa dirasakan oleh siapa pun. Tidak perlu menjadi sempurna untuk bisa berbahagia. Kita bisa berbahagia bersama keluarga di tengah berbagai kekurangan dan keterbatasan yang kita miliki. Pada kalangan keluarga kaya, mereka berbahagia dengan cara dan model sebagai orang kaya. Pada kalangan keluarga yang sederhana, mereka berbahagia dengan cara dan model yang sederhana. Bahkan pada kalangan keluarga “kelas bawah”, mereka mampu merayakan kebahagiaan dengan cara dan modelnya sendiri.

Tak Ada Istri yang Tak Retak

Kadang suami menuntut kesempurnaan istri untuk menjadi sosok pribadi tanpa cela. Tuntutan seperti ini mustahil, tidak realistis dan hanya akan menimbulkan kekecewaan berkepanjangan, sebagaimana ketika istri menuntut kesempurnaan suami.

Sebagaimana ungkapan “tak ada gading yang tak retak”, maka pahami pula bahwa tak ada istri yang sempurna. Oleh karena itulah Allah menciptakan suami dan istri sebagai pasangan agar saling melengkapi, saling mengisi, saling memberi dan saling menguatkan dalam kebaikan. Jika ada kelebihan istri pada suatu sisi, selalu ada kelemahan dan kekurangan pada sisi lainnya.

Tidak ada satu pun istri yang tak memiliki sisi kelemahan dan kekurangan. Sebagaimana tidak ada istri yang tidak memiliki sisi kelebihan dan keutamaan. Itulah manusia, yang selalu memiliki dua sisi dalam kehidupannya. Positif dan negatif, baik dan buruk, kekuatan dan kelemahan. Justru disitulah letak ‘kesempurnaan’ manusia, bahwa mereka mendapatkan potensi yang utuh untuk dikelola secara baik dan benar.

 Mengupayakan Perbaikan

Berbagai kekurangan yang ada pada diri istri tentu saja harus ada upaya untuk melakukan perbaikan. Istri tidak boleh pasif, pasrah menerima kondisi dirinya tanpa ada upaya untuk berubah menjadi lebih baik. Manusia diciptakan dalam bentuk ‘sebaik-baik penciptaan’ dan kondisi yang fitrah, dengan karakter yang bisa diubah menjadi baik maupun buruk.

Dengan demikian, ungkapan ‘terimalah aku apa adanya’, tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk bersifat statis dan tidak mau melakukan upaya perbaikan. Menerima apa adanya, lebih pada kondisi-kondisi kelemahan maupun kekurangan yang memang di luar batas kemampuan seseorang untuk mengubahnya. Suami dan istri hendaknya selalu mengupayakan kondisi yang lebih baik, sekuat kemampuan, untuk berbuat terbaik bagi diri, pasangan dan keluarga.

Sifat malas bisa diubah dengan pemaksaan diri agar bisa menjadi rajin dan giat. Sifat pelupa itu bisa diubah dengan upaya mengelola jadwal kegiatan secara cermat. Sifat pemarah bisa diubah dengan upaya pengendalian diri. Sifat kasar bisa diubah dengan bergaul bersama orang-orang yang santun. Sifat sombong bisa diubah dengan selalu merendahkan diri. Artinya, selalu ada peluang berubah sepanjang manusia bersedia melakukan perubahan dalam dirinya.

Suami hendaknya tidak hanya sekadar menuntut istri berubah, melainkan membantu istri untuk mengubah beberapa sisi kekurangan dan kelemahan agar bisa lebih sesuai harapan.

Menerima Kekurangan dan Kelemahan

Keinginan istri untuk diterima oleh suami apa adanya, patut diungkapkan setelah istri berusaha seoptimal mungkin untuk memperbaiki diri setiap saat. Setelah berusaha sekuat tenaga, maka ketika masih tetap dijumpai adanya kekurangan dan kelemahan pada diri istri, hendaknya suami bisa memakluminya. Terus saja berusaha untuk memperbaiki diri bersama istri, agar bisa mencapai kondisi yang semakin baik, kendati tidak pernah sempurna.

Kuncinya adalah kesediaan kedua belah pihak untuk saling memberi, melengkapi, menguatkan dan menunaikan peran masing-masing. Berikan hal-hal terbaik untuk istri, maka suami juga akan mendapatkan hal terbaik darinya. Tunaikan kewajiban dan peran sebagai suami, maka istri juga akan menunaikan kewajiban dan perannya. Pahamilah kekurangan dan kelemahan istri, maka istri juga akan memahami kekurangan dan kelemahan suami.

Dengan cara seperti ini kedua belah pihak akan mendapatkan hak, kebahagiaan, perlakuan terbaik dari pasangan, karena suami dan istri berlomba-lomba memulai dan mendahului melakukan kebaikan untuk pasangan.

Fokus Melihat Sisi Kebaikan

Karena semua manusia memiliki kelemahan dan kekurangan, maka fokuslah melihat sisi kebaikan, kelebihan dan keutamaan istri. Jangan mencari-cari kelemahan dan kekurangannya, karena suami pun punya kekurangan dan kelemahan. Sungguh sangat banyak hal-hal yang menjadi sisi positif dari istri yang akan membuat suami merasa nyaman dan bahagia berada di sampingnya. Setiap melihat istri, yang tampak di mata suami hanyalah berbagai kebaikan, keutamaan, kelebihan dan sisi positifnya.

[Penulis: Cahyadi Takariawan, Trainer dan Konselor di Jogja Family Center. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Juli 2015]

 

 

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos