Ruang Perbedaan dan Perubahan Suami Istri

Ruang Perbedaan dan Perubahan Suami Istri
Sumber foto: pixabay.comSumber foto: pixabay.com

Hadila – Oleh Cahyadi Takariawan(Konsultan keluarga nasional)

Hidup berumah tangga itu memerlukan chemistry yang unik. Suami dan istri jelas-jelas dua pribadi, dua jiwa, dua karakter, dua selera yang berbeda. Namun, mereka harus mampu meramu berbagai sisi perbedaan tersebut menjadi harmoni agar pernikahan selalu terasa indah. Suami dan istri harus bersedia berkorban demi kebahagiaan dan keharmonisan keluarga. Kadang harus mengorbankan keinginan, cita-cita, kebiasaan, hingga kesukaan, jika hal-hal tersebut bisa mengganggu kebahagiaan dan keharmonisan pernikahan.

Penyatuan dan pengharmonisan itu harus terus-menerus diupayakan, karena adanya hal-hal yang terkadang berbeda secara nyata. Bahkan untuk sesuatu yang tampak remeh dan sepele. Perhatikan dua kondisi yang sangat ekstrem berikut ini.

Kondisi 1: Seorang lelaki tidak suka mendengarkan musik, bahkan pusing kalau sedang beraktivitas sambil mendengarkan musik. Ia sangat butuh ketenangan dan kesunyian untuk bisa fokus pada aktivitas yang sedang ia kerjakan. Namun, calon istrinya sangat suka mendengarkan musik. Bahkan menjadi sangat bosan, mengantuk, dan tidak bisa fokus kalau tidak mendengarkan alunan musik.

Kondisi 2: Seorang lelaki sangat suka mendengarkan musik, bahkan tidak bisa fokus jika beraktivitas tanpa mendengarkan musik. Namun, calon istrinya sangat benci alunan musik dan tidak mau mendengarkan walau sekadar instrumental atau akapela.

Pertanyaan: bisakah mereka hidup bahagia jika menikah kelak? Ini ulasan saya.

Ruang Jiwa untuk Berubah

Pada dasarnya, yang diperlukan oleh kedua belah pihak adalah kesediaan untuk berubah, berkorban, menyesuaikan diri dengan harapan pasangan, serta menerima pengaruh pasangan. Mungkin tidak akan bisa sesuai dan sama persis dengan harapan pasangan, tetapi paling tidak berusaha untuk semakin mendekatkan diri kepada harapan pasangan. Jika lelaki dan perempuan tersebut memiliki kesadaran untuk menyesuaikan diri dengan harapan pasangan, semua akan mudah dihadapi.

Setelah menikah, suami dan istri harus membuka diri seluas-luasnya untuk berubah bersama-sama. Mereka harus merelakan adanya intervensi dalam kehidupan baru bersama pasangan. Tidak bisa lagi bersikukuh mempertahankan “orisinalitas” diri, tanpa mau berubah bersama pasangan. Inilah konsekuensi hidup berumah tangga. Tentu memerlukan sejumlah tenaga dan pengorbanan. Kadang nilai pengorbanan ini tidak kecil. Namun, semua menjadi penting jika dikaitkan dengan kebahagiaan hidup berumah tangga yang diidamkan.

Coba perhatikan dan ingat-ingat. Pada saat resepsi pernikahan, pengantin baru banyak mendapatkan hadiah serta ucapan selamat dari para hadirin. Banyak orang mengucapkan kalimat “selamat menempuh hidup baru” kepada pengantin berdua. Ucapan dan harapan seperti itu muncul dengan tulus dari keluarga, sanak saudara, serta sahabat-sahabat saat melaksanakan upacara resepsi pernikahan. Ucapan itu memiliki pesan yang mendalam, bahwa usai akad nikah, pengantin lelaki dan perempuan benar-benar telah menempuh sebuah kehidupan yang baru sama sekali. Sebuah dunia yang bertanggung jawab dan unik.

Di antara yang baru dalam kehidupan setelah pernikahan adalah kejiwaan yang baru, hasil bentukan dari jiwa suami serta jiwa istri yang terikat dengan rumus tertentu yang tepat. Jiwa baru ini tidak terbentuk dengan sendirinya hanya karena ada akad nikah, tetapi ia terbentuk dengan sebuah proses. Suami dan istri berinteraksi setiap hari dan menyusun puzzle jiwa dalam satu bidang kehidupan. Suami membawa keping puzzle jiwanya, istri membawa keping puzzle jiwanya, lalu mereka berdua bekerja sama menyusun keping-keping puzzle jiwa mereka untuk memenuhi bidang kehidupan rumah tangga mereka berdua.

Kenyataannya, keping puzzle yang mereka bawa berbentuk tidak beraturan, maka ketika disusun untuk memenuhi bidang kehidupan, selalu ada rongga sisa. Ada ruang kosong yang tidak terisi. Satu-satunya cara untuk memenuhi ruang-ruang kosong tersebut adalah dengan mengubah bentuk keping puzzle bersama-sama. Suami bersedia mengubah bentuk keping puzzle-nya, istri bersedia mengubah bentuk keping puzzle-nya. Dengan cara ini, semua bidang akan terisi dan terpenuhi oleh keping puzzle mereka berdua. Berapa lama waktu yang mereka perlukan untuk memenuhi bidang tersebut, tergantung dari berapa lama waktu yang mereka sediakan untuk berubah, menerima pengaruh dari pasangan.

Keduanya Berusaha Berubah

Dalam contoh kasus suami suka musik dan istri benci musik, maka kedua belah pihak harus berusaha untuk menyesuaikan diri dan sekaligus menerima pengaruh pasangan. Suami yang suka musik harus bersedia menurunkan kadar kesukaannya. Istri yang benci musik harus bersedia menurunkan kadar kebenciannya. Pasti akan bertemu di satu titik. Suami yang suka musik harus berusaha menahan keinginannya untuk mendengarkan musik sepanjang hari karena itu mengganggu sang istri. Sebaliknya, istri yang benci musik harus belajar beradaptasi dengan suara musik. Kalaupun dalam proses penyesuaian ia tetap tidak bisa mendengarkan musik, yang penting ia bisa menerima suaminya menikmati alunan musik.

Nah, konsekuensi seperti ini harus sudah dimengerti oleh calon suami dan calon istri saat mereka belum menikah. Pada saat taaruf menjelang pernikahan, mereka sudah membuka diri tentang berbagai macam hal dalam rangka untuk penjajakan dan penyesuaian.

Ini tidak saja soal musik, tetapi juga menyangkut berbagai soal yang lainnya. Suami dan istri harus menyediakan ruang yang cukup dalam dirinya untuk berkorban, berubah, menyesuaikan diri dengan harapan pasangan, sekaligus menerima pengaruh pasangan. Seberapa besar ruang yang disediakan dalam diri suami dan istri untuk hal-hal tersebut akan mempercepat pula proses harmonisasi dan terwujudnya kebahagiaan keluarga.

Jika lelaki dan perempuan lajang sudah membuka ruang yang besar dalam dirinya  untuk berkorban, berubah, menyesuaikan diri dengan harapan pasangan, sekaligus menerima pengaruh pasangan, mereka akan bisa harmonis dan bahagia walau memiliki sangat banyak perbedaan yang mencolok. Yang menjadi masalah adalah apabila suami dan istri sama-sama menutup diri untuk berubah, atau hanya satu pihak saja yang mau berubah. Maka, nikmati kebahagiaan hidup berumah tangga Anda, dengan atau tanpa alunan musik. <Dimuat di majalah Hadila edisi Juli 2023

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos