Merawat dan Melindungi Fitrah Anak

Merawat dan Melindungi Fitrah Anak

“Tak ada satu pun bayi kecuali dia terlahir dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya sebagai orang Yahudi, orang Nasrani, atau orang Majusi.

Matan ini merupakan penggalan dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dalam Sahih Bukhari, matan ini terdapat dalam Kitab Al-Jana-iz, Bab Idza Aslama Ash-Shabiy Famaata …: 1358, 1359; Kitab Tafsir Al-Qur’an, Bab La Tabdila Likhalqillah: 4775; Kitab Al-Qadr, Bab Allah A’lam Bima Kanu ‘A-milin: 6599. Dalam Sahih Muslim, matan ini terdapat dalam Kitab Al-Qadr, Bab Kullu Maulud Yulad ‘Ala Al-Fitrah …: 2658.

Matan hadis ini relatif singkat, isinya mudah dicerna. Menginformasikan bahwa semua anak manusia terlahir dalam keadaan fitrah. Selain itu juga mengisyaratkan adanya potensi ancaman terhadap keselamatan fitrah tersebut. Uniknya, potensi ancaman bersumber dari kedua orangtuanya. Ini menjadi warning bagi orangtua untuk menyadari peran strategisnya. Lalai sedikit saja bisa membahayakan perjalanan fitrah putra-putrinya.

Para ulama memahami fitrah sebagai kecenderungan dan kesiapan menerima Islam, bahkan Islam itu sendiri. Pemahaman ini didasarkan pada firman Allah Swt, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Q. S. Ar-Rum (30): 30]

Ayat ini dengan tegas memuat penjelasan bahwa fitrah manusia membawa muatan Islam. Karenanya, jika fitrah manusia masih lurus sebagaimana awal penciptaan, dia pasti akan mengikuti Islam dan mengalir bersamanya. Sebaliknya, jika fitrahnya sudah melenceng, dia akan mengikuti selain Islam dan berseberangan dengannya. Ini berbeda dengan keyakinan Barat dalam teori tabula rasa. Teori ini beranggapan bahwa setiap bayi yang terlahir ibarat kertas kosong (tanpa isi mental bawaan), seluruh sumber pengetahuannya diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar.

Perbedaan keyakinan Islam dan barat ini memunculkan perbedaan penyikapan dalam membangun kepribadian anak. Islam membangun kepribadian anak dengan cara melakukan penjagaan terhadap nilai-nilai yang sudah ditanamkan oleh Allah dalam diri manusia sejak awal penciptaan. Sementara Barat membangunnya dengan cara memasukkan muatan nilai dari luar ke dalam diri sang anak. Dengan cara ini, Barat berpotensi melakukan kekeliruan dengan mengabaikan fitrah dan memasukkan muatan yang tidak sesuai dengan nilai dasar manusia. Potensi keliru ini bukan sekadar isapan jempol, karena Barat acapkali menggunakan ukuran-ukuran nilai yang standarnya ialah fisik dan materi. Padahal, manusia bukan sekadar fisik dan materi.

Menjaga fitrah dapat dilakukan dengan mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai Islam. Ini dikarenakan, hanya nilai-nilai Islamlah yang bisa diterima oleh fitrah yang sehat. Inilah yang seharusnya disadari oleh setiap orangtua. Jangan sampai orangtua salah menanamkan nilai-nilai di luar Islam yang pada akhirnya dapat merusak fitrah putra-putrinya. Menjaga fitrah ini menuntut kerja-kerja perawatan dan perlindungan. Perawatan dilakukan untuk memastikan bahwa fitrah tetap tumbuh dalam kondisi baik dan sehat. Perlindungan dilakukan untuk membentengi fitrah agar tidak terpapar oleh faktor luar yang dapat merusak dan menghancurkannya. Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” [Q. S. At-Tahrim (66): 6]

Tanpa keseriusan dan kerja keras, upaya penjagaan fitrah anak tak akan dapat membuahkan hasil. Tak sedikit tantangan dan rintangan yang menghadang. Perang pemikiran dan budaya yang membonceng kemajuan teknologi informasi menjadi bagian dari daftar panjang rintangan. Selain itu, kerja-kerja ini harus berpacu dengan setan yang terus-menerus berupaya menyesatkan manusia. Allah Swt berfirman, “Iblis mengatakan, Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalanMu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka’.”  [Q. S. Al-A’raf (7): 17]

Senada dengan ayat ini, Allah Swt berfirman dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).”Wallahua’lam bishshawwab.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., pengajar di Ma’had Abu Bakar dan FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Dimuat di Majalah Hadila Edisi Mei 2015]

 

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos