Jangan Abaikan Pinangan Orang Saleh

Jangan Abaikan Pinangan Orang Saleh

Hadila.co.id — Sahabat Hadila, ada beberapa pertanyaan, apakah boleh menolak orang sholeh saat datang meminang? Dalam syarah hadist beirkut ini akan dijabarkan terkait menolak orang sholeh saat meminang dan penjelasannya.

 إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ 

Jika ada seseorang yang kalian rela (kebaikan) agama dan akhlaknya datang (untuk meminang) kepada kalian, maka nikahkanlah. Jika kalian tidak melakukannya, maka akan ada fitnah dan kerusakan di bumi.”

Potongan matan hadis ini, menurut Al-Albani, berderajat hasan. Ia terdapat dalam Sunan Tirmidzi, Kitab Abwab An-Nikah, Bab Ma Ja’a Idza Ja’akum Man Tardhauna Dinahu Wakhuluqahu: 1085 dan 1084. Ia juga terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, Kitab An-Nikah, Bab Al-Akfa’: 1967. (Baca Juga: Tak Ada Gading yang Tak Retak)

Di antara tahapan penting untuk menuju lembaga pernikahan ialah meminang. Ia merupakan tahapan yang tidak bisa diabaikan. Ia menjadi batu bata untuk tangga sebuah bangunan keluarga. Ia tahapan serius dan strategis. Pada tahap ini seorang pria yang ingin mempersunting wanita menjadi istri menunjukkan keseriusannya.

Dia datang kepada walinya untuk meminta agar diijinkan menjadikan anak wanitanya sebagai pendamping hidupnya.

Dalam tahap ini pula wali wanita dan keluarganya akan menimbang-nimbang dan menentukan apakah menerima pinangan atau tidak. Mereka tentu tak ingin salah dalam melangkah, karena salah mengambil keputusan akan berpotensi menimbulkan masalah dalam sebagian masa depan anak wanitanya.

Rasulullah Saw, melalui matan hadis di atas, memberikan panduan bagi para wali bagaimana mengambil keputusan pada tahapan strategis ini. Beliau menyerukan dan menyarankan kepada para wali agar menerima pinangan pria yang mereka yakini agamanya baik dan akhlaknya mulia. Panduan ini terlihat sederhana dan praktis. Tidak bertele-tele.

Perhatikan kriteria yang diberikan oleh Rasulullah Saw untuk calon menantu,  cukup jelas kan? Ya, dia adalah pria yang berkualitas agamanya dan mulia budinya. Rasulullah Saw tidak menyaratkan harus pria tampan, jutawan, atau punya jabatan.

Panduan yang nyaris sama disampaikan juga oleh beliau kepada para pria yang telah siap menikah. Beliau menekankan agar para pria memilih pendamping hidup berdasarkan kualitas agamanya, bukan atas dasar dia wanita kaya, jelita, atau bernasab mulia.

Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, kemuliaan nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya engkau akan beruntung.”

Tegas sekali. Seolah panduan ini membongkar tradisi sebagian masyarakat yang memilki kecenderungan mengambil menantu berdasarkan kriteria lahiriyah seperti, kekayaan, ketampanan, atau silsilah keturunan. Bahkan kerena hal itu banyak dari mereka yang menolah orang sholeh yang datang meminang.

Sudah barang tentu, ini bukan berarti tak boleh mengambil menantu pria baik rupa, kaya, atau keturunan raja. Keputusan tersebut sah-sah saja. Tetapi ingatlah untuk tidak langsung menolak orang sholeh.

Hanya saja harus ada dua variable penting yang menjadi keniscayaan, yaitu soal kualitas agama dan kemuliaan budi. Artinya, apapun kondisi calon menantu, ia haruslah pria taat beragama dan berakhlak mulia. Syukur kalau ada pria rupawan, jutawan, bangsawan, dan, pada saat yang sama, taat beragama dan berahlak mulia. Tentu itu lebih baik.

Ketampanan, kekayaan, dan kebangsawanan bukan tidak penting dalam pernikahan. Itu semuanya penting. Harta penting untuk menopang bangunan ekonomi rumah tangga.

Ketampanan penting untuk mempererat ikatan cinta dan ketahanannya. Kebangsawanan dianggap penting untuk mengangkat martabat keturunan di mata manusia.

Hanya saja, semua tidak akan berarti apa-apa tanpa agama dan kemuliaan akhlak. Kekayaan bisa habis karena terus digunakan. Ketampanan bisa pudar dimakan usia. Kebangsawanan bisa runtuh karena aib perilaku. Berbeda dengan itu semua, ibarat tak lapuk oleh hujan dan tak lekang oleh panas, agama dan kemuliaan akhlak akan terus ada.

Kualitas agama bisa menjadi dasar untuk mengarahkan biduk rumah tangga agar berjalan sesuai dengan rel yang seharusnya. Kemuliaan budi pekerti akan memberi warna indah dalam harmoni hubungan antar anggota keluarga. Inilah kenapa menolak orang sholeh saat meminang tidak dianjurkan.

Inilah cara pandang yang dibangun oleh pesan agung Rasulullah Saw ini. Ini pula yang seharusnya terpatri dalam sanubari masyarakat muslim.

Cara pandang ini penting, karena pernikahan adalah membangun keluarga yang menjadi cikal bakal masyarakat. Jika keluarga baik, baiklah masyarakat. Jika keluarga rusak, rusak pula masyarakat. Baik dan buruknya keluarga sangat tergantung dari siapa yang membangun.

Jika para pembangunnya orang-orang baik, keluarga akan baik. Jika para pembangunnya adalah orang-orang yang tidak baik, jangan harap keluarga menjadi baik. Lebih lanjut, jangan harap masyarakat menjadi baik. Wallaahu a’lam.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha, Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Februari 2017]

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos