Allah Membenci yang Tidak Senonoh dan Vulgar

Allah Membenci  yang Tidak Senonoh dan Vulgar

 مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الفَاحِشَ البَذِيءَ

Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah betul-betul membenci orang yang melakukan perbuatan tidak senonoh lagi berkata vulgar.

Matan hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya dari Abu Darda’ Ra, dalam Kitab Abwaab Al-Birr Was-Shilah, Bab Maa Ja-a Fii Husni Al-Khuluq: 2002. Al-Albani, sebagaimana dalam Silsilat Al-Ahaadits As-Shahiihah, menilai bahwa hadis ini merupakan hadis sahih.

Petuah Rasulullah Saw dalam matan hadis ini cukup gamblang untuk dipahami. Pesan utamanya ada dua hal. Pertama, ajaran Islam sangat mengapresiasi akhlak mulia. Sampai-sampai ia dijadikan sebagai amalan yang paling berat bobotnya dalam timbangan amal kabaikan kelak di hari kiamat. Kedua, orang yang berbuat tidak senonoh dan berbicara dengan bahasa vulgar sangat dibenci oleh Allah Swt.

Kata ‘tidak senonoh’ dan ‘vulgar’, dalam tulisan ini merupakan terjemah dari kata al-fuhsy dan al-badza’. Kedua kata tersebut merupakan akar kata  dari al-faahisy dan al-badzii’ sebagaimana yang terdapat dalam matan hadis. Kata fuhsy, menurut penulis Kitab At-Tauqiif ‘Alaa Muhimmat At-Ta’rif, adalah perbuatan yang jelas-jelas hina yang dibenci oleh kesantunan; diingkari oleh akal; dan dicela oleh syariah. Sementara itu, kata badzaa’, dalam Kitab Al-Kulliyyaat, didefinisikan sebagai aktivitas mengungkapkan hal-hal yang tidak senonoh dengan bahasa terang-terangan.

Matan hadis ini membicarakan tentang akhlak mulia di satu sisi dan perbuatan tidak senonoh dan kata-kata vulgar di sisi yang lain. Dua hal yang bertolak belakang. Kedua-duanya saling berseberangan dalam dua sisi timbangan yang berbeda. Yang satu bernilai baik dan positif, yang lain bernilai buruk dan negatif. Yang pertama dicintai oleh Allah Swt, yang kedua dibenci oleh-Nya. Sudah barang tentu yang dicintai oleh Allah Swt ialah yang baik dan positif, sedangkan yang dibenci oleh-Nya ialah yang buruk dan negatif. Allah Swt itu Maha Indah. Dia mencintai semua yang indah. Dia membenci semua yang buruk. “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah lagi mencintai keindahan,” sabda Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim.

Allah Swt menyukai akhlak mulia karena dia baik. Baik dalam pandangan norma susila, norma akal, dan norma agama. Allah Swt membenci hal-hal yang tidak senonoh dan vulgar karena dia buruk. Buruk dalam pandangan norma susila, norma akal, dan norma agama. Karena itu, siapa pun yang ingin mendapatkan cinta dan rida Allah Swt hendaknya berusaha untuk memperindah pribadinya. Caranya, dengan membuang jauh-jauh perbuatan yang tidak senonoh dan kebiasaan berbicara secara vulgar. Setelah itu, menghiasi diri dengan keluhuran budi. Selama perbuatan tidak senonoh dan kata-kata vulgar bercokol dalam diri, selama keluhuran budi belum menghiasi pribadi, selama itu pula Allah Swt akan tetap membenci.

Matan hadis ini juga membicarakan salah satu etape perjalanan manusia. Setelah kematian, manusia akan dihidupkan kembali. Bahkan, kehidupan setelahnya lebih hakiki dan lebih abadi. Dia kehidupan yang sesungguhnya. Allah Swt berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” [Q. S. Al-Ankabuut (29): 64]

Setelah dibangkitkan dari kuburnya, manusia akan menjalani proses panjang untuk pertanggungjawaban semua perilakunya selama di dunia. Salah satunya, proses penimbangan amal. Kelak, amal baik dan buruk manusia ditimbang untuk diketahui manakah yang lebih berat bobotnya. Kemudian diberikan balasannya. Timbangan yang digunakan pada saat itu sangat akurat. Adil. Tak ada seorang pun yang dirugikan. Allah Swt berfirman, “Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit.” [Q. S. Al-Anbiya (21): 47]. “Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan).” [Q. S. Al-A’raaf (7): 8-9]

Saat penimbangan amal itu tiba, beruntunglah orang yang memiliki akhlak mulia saat di dunia. Akhlak mulianya menjadi amalan yang paling berbobot. Dia akan mendapatkan kehidupan yang membahagiakan. Pada saat yang sama, buntunglah orang yang suka melakukan perbuatan tidak senonoh dan berbicara vulgar saat di dunia. Ketidaksenonohan dan kevulgarannya tentu akan mengurangi bobot timbangan amal kebaikannya hingga amal kebaikannya menjadi ringan. Kalau sudah begitu, dia akan mendapatkan siksa dari Allah Swt. Allah Swt berfirman, “Adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Ada pun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” [Q.S. Al-Qaari’ah (101): 6-11] Wallaahu a’lambishshawwab.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., pengajar di Ma’had Abu Bakar dan FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Dimuat di Majalah Hadila Edisi September 2015]

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos