5 Cara Meraih Berkah Bertetangga

5 Cara Meraih Berkah Bertetangga

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa ada interaksi dengan manusia lain. Maka, kehadiran manusia lain dalam kehidupan sehari-hari sangat dibutuhkan. Di sisi lain, Islam merupakan satu-satunya agama yang mengajarkan umatnya agar selalu menjaga hubungan baik dengan Sang Pencipta dan juga dengan sesama makhluk. Seseorang dikatakan tidak sempurna imannya jika hanya mempunyai hubungan baik dengan Allah tapi buruk dengan sesamanya. Begitupun sebaliknya.

Manusia lain, yang terdekat dalam kehidupan kita selain keluarga adalah tetangga. Sebagai seorang Muslim, kita harus meyakini bahwa tetangga mempunyai hak-hak atas diri kita. Sehingga kita harus menjalankan etika-etika terhadap tetangga dengan sempurna. Allah Swt memberikan perintah dalam firmanNya: ”Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga yang jauh.” [Q. S. An Nisa’ (4): 36]

Rasulullah Saw pun bersabda: “Malaikat Jibril As senantiasa mewasiatkan agar aku berbuat baik kepada tetangga, sehingga aku mengira dia (Jibril) akan memberikan hak waris (bagi mereka).” [H. R. Bukhari dan Muslim]. Sehingga jelas, bahwa tetangga memiliki kedudukan yang sangat agung.

Atas perintah ini, tentu saja Allah Swt menyimpan hikmah dan berkah bagi kita, jika kita mampu menyarikan dan melaksanakannya.

Dari Pagar Hingga Pintu Surga

Hidup bertetangga membawa banyak berkah, berupa berbagai macam kebaikan. Memiliki tetangga membuat lingkungan jadi lebih hidup. Menjadi sarana bagi kita untuk mengaplikasikan banyak norma-norma positif. Dengan bertetangga kita menerapkan hidup saling berdampingan dengan kesadaran untuk saling toleran terhadap hak-hak orang lain.

Terhadap tetangga sesama muslim, maka bukan hak sebagai tetangga saja yang harus kita penuhi, tetapi juga sebagai sesama saudara muslim, yaitu bersikap tawadhu. Sedang kepada yang non muslim, kita pun harus berperilaku baik, saling membantu kecuali dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan. Haram hukumnya bagi seorang muslim memutus hubungan dengan tetangga non muslimnya, selama mereka tidak mengganggu.

Memiliki tetangga merupakan fasilitas mewah bagi anak-anak kita untuk belajar bersosialisasi, berbagi, dan menumbuhkan kepedulian terhadap sesama. Tetangga adalah saudara yang siap membantu saat kita membutuhkan pertolongan. Tetangga pula yang membuat kita  dapat mencicipi aneka masakan yang kita tak sempat memasaknya, atau bahkan yang bisa jadi kita belum pernah mengenalnya. Tetangga pula yang membuat kita awet muda, karena hubungan yang baik akan mencipta senyum setiap saat, yang merupakan nutrisi bagi jiwa.

Tetangga adalah ‘pagar hidup’ rumah kita yang sesungguhnya. Tidak ada yang mampu mencegah hal atau pengaruh buruk menyentuh rumah kita, kecuali penjagaan tetangga-tetangga kita dalam bentuk kepedulian dan kebaikan mereka. Karenanya, tradisi pager mangkok yaitu berbagi makanan, hadiah atau rezeki lainnya pada tetangga pantas senantiasa dilestarikan.

Puncak dari keberkahan tetangga adalah saat kita bisa menemukan pintu surga Allah Swt dari hubungan pertetanggaan kita, yaitu dengan berusaha mencapai derajat mukmin (beriman) dan muhsin (selalu berbuat baik). Yang salah satu indikatornya, Allah Swt sebut, ada pada keridaan dan persaksian baik tetangga kita. Sehingga kualitas hubungan kita dengan tetangga adalah cermin diri kita, menunjukkan seberapa baik diri kita.

Dalam riwayat Muslim, Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, hendaklah dia berlaku baik kepada tetangganya.” Dalam hadis lain, Rasulullah Saw juga bersabda bahwa seseorang disebut tidak beriman, saat tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya. Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa kehidupan bertetangga bisa menjadi tolok ukur keimanan, dan bahwa tetangga bisa menjadi penilai layak tidaknya kita memasuki pintu surga yang hanya layak dimasuki oleh orang-orang yang beriman. Hadis di atas menunjukkan betapa besarnya peran tetangga terhadap urusan akhirat kita. Kelak di akhirat, akan ada seseorang masuk Surga karena pembelaan tetangganya, dan akan ada pula cerita seseorang masuk Neraka karena tuntutan dari tetangganya.

Hukum Keterhubungan

Saat berbicara mengenai kehidupan bertetangga, dengan segala keberkahan (dari pagar hingga pintu surga) yang kita harapkan, maka ada satu hukum yang harus dipahami yaitu hukum keterhubungan.

Ada sebuah kisah. Di suatu negeri terdapat petani yang menanam jagung unggulan dan seringkali memenangkan penghargaan “petani dengan jagung terbaik” sepanjang musim. Suatu hari, seorang wartawan dari koran lokal melakukan wawancara dan menggali rahasia kesuksesan petani tersebut. Wartawan itu menemukan bahwa petani itu membagikan benih jagungnya kepada para tetangganya.

Dengan penuh rasa heran dan takjub, wartawan tersebut bertanya, “Bagaimana Anda bisa berbagi benih jagung dengan tetangga Anda, lalu bersaing dengan mereka dalam kompetisi yang sama setiap tahunnya?”

“Tidakkah Anda mengetahui bahwa angin menerbangkan serbuk sari dari jagung yang akan berbuah dan membawanya dari satu ladang ke ladang yang lain? Jika tetangga saya menanam jagung yang jelek, maka kualitas jagung saya akan menurun ketika terjadi serbuk silang. Jika saya ingin menghasilkan jagung kualitas unggul, maka saya harus membantu tetangga saya untuk menanam jagung yang bagus pula,” jawab si Petani itu.

Ada hukum keterhubungan yang dipahami betul oleh si Petani itu. Bahwa dia tidak akan dapat meningkatkan kualitas jagungnya, jika dia tidak membantu tetangganya untuk melakukan hal yang sama.

Hukum ini berlaku pula pada semua hal dalam kehidupan. Saat kita ingin menikmati kebaikan, maka kita harus memulai dengan menebar kebaikan kepada orang-orang di sekitar kita. Jika ingin nyaman, tenang, bahagia, dan terjaga maka juga harus mengusahakan hal yang sama pada lingkungan sekitar (tetangga) kita. Jika kita ingin mendapatkan kebahagiaan dan kebaikan dari tetangga kita, maka selalu tebarkan kebaikan bagi mereka. Jika kita ingin aman dari keburukan tetangga kita, maka pastikan bahwa tetangga kita aman dari keburukan kita.

Dalam teori parenting juga berlaku hal serupa. Membangun lingkungan di luar rumah kita, tetangga, masyarakat, tidak bisa kita abaikan dalam pendidikan anak, agar anak kita dapat tumbuh dengan baik. Agar pola asuh kita di dalam rumah, tidak dimentahkan kembali oleh lingkungan sekitar kita. Dan memastikan lingkungan kita ‘nyaman anak’ adalah tugas kita sebagai orangtua. Intinya berikan yang terbaik bagi tetangga kita, maka mereka pun akan memberi lebih.

Meraih Berkah Bertetangga

Rasulullah Saw, uswatun hasanah, memberikan teladannya dalam meraih berkah bertetangga dari hal-hal yang sederhana, diantaranya:

Pertama, berbuat baik kepada tetangga. Minimal dengan senyum, sapa, salam. Sungguh senyum, ramah tamah, dan doa kebaikan bagi mereka bukan hal yang remeh. Bukan hal yang remeh pula ketika kita mampu mengulurkan tangan untuk sekadar memberi bantuan dari hal-hal kecil. Mengangkatkan jemurannya tatkala hujan, meminjamkan alat-alat rumah tangga, ikut mengawasi anak-anaknya ketika bermain di halaman kita, dan lain-lain.

Kedua, tidak berbuat zalim dan menyakiti hati mereka. Tidak mengganggu  tetangga dengan lisan atau perbuatan. Tidak menyebarkan aib, tidak memfitnah, ataupun mengambil hak mereka walau hanya untuk urusan bau sampah atau parkir kendaraan yang menghalangi jalan mereka.

Ketiga, peduli terhadap mereka. Bersilaturahmi, tak ada salahnya untuk menanyakan keadaan mereka. Namun ada rambu-rambu yang harus diperhatikan, ada hal pribadi yang tidak perlu kita ketahui, dan ada batasan atas kepedulian kita. Berikan makanan, oleh-oleh, atau hadiah kepada tetangga. Bersedekahlah kepada tetangga yang kurang mampu. Dari Aisyah Ra, Rasulullah Saw bersabda: “Bukanlah mukmin seorang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal tetangganya kelaparan di dekatnya. [H. R. Bukhari]

Keempat, penuhi hak syufáh, yakni prioritas utama untuk mendapatkan penawaran, untuk membeli rumah atau tanah yang hendak kita jual. Dari Ibnu Abbas ra dari Nabi Saw bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai tanah kemudian ingin menjualnya, hendaknya dia menawarkan kepada tetangganya.” [H. R. Ibnu Majah]

Kelima, bersabar atas perilaku tetangga, memaklumi dan tidak terlalu menuntut hak kepada tetangga sehingga membuat mereka kesulitan. Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah, … disebutkan diantaranya: ‘Seseorang yang mempunyai tetangga, dia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun dia sabar atas gangguannya…” [H. R. Ahmad]. Bersabar atas perilaku tetangga ini mungkin diantara yang paling susah dilakukan. Namun, yang perlu selalu kita ingat adalah bahwa bisa jadi tetangga kita adalah orang yang paling sabar atas perilaku kita. Hal ini membuat kita lebih bijak dalam hidup damai bertetangga. Karena kadar toleransi kita terhadap kelemahan-kelemahan tetangga kita, menunjukkan seberapa jauh kita bisa berdamai dengan kelemahan kelemahan kita sendiri. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Juli 2015>

Redaksi
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos