Nabi Muhammad SAW dan Poligami (Bagian 1)

Nabi Muhammad SAW dan Poligami (Bagian 1)

Hadila.co.id Kebanyakan orang barat dan liberal menganggap poligami suatu tindak kejahatan dan praktik yang tidak bermoral. Dalam kontradiksi, mereka menyadari dan menyatakan bahwa setiap zaman dan masyarakat memiliki standar sendiri, tetapi kemudian mereka sendiri menilai ini dengan standar masyarakat dan waktu khusus mereka.

Bagi seorang Muslim, standar moral ditentukan oleh wahyu Allah, Al-Quran dan Sunnah, dan bukan oleh perspektif modern yang lazim. Padahal para Nabi yang sama-sama dihormati oleh penganut Yahudi, Kristen, dan Islam yakni Nabi Ibrahim AS, Musa AS, Yakub AS, Sulaiman AS dan Daud AS, melakukan poligami dan tertulis jelas dalam kitab-kitab mereka. Lalu kenapa kebanyakan dari mereka menolak dan menentang poligami, padahal para nabi yang juga mereka yakini juga melakukan poligami?

Sedangkan bagi Umat Islam praktek poligami juga dilakukan oleh Nabi dan juga Rasul terakhir, yakni Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam Islam poligami adalah syariat Allah, Allah menganjurkan pada laki-laki yang mampu berbuat adil untuk melakukan poligami, sesuai firman Allah berikut ini:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat” (QS an-Nisaa’:3).

Coba Lakukan Ini jika Suami Pernah Selingkuh dan Sering Berbohong

Namun dalam lanjutan ayat di atas Allah juga memerintahkan untuk laki-laki yang takut tidak dapat berlaku adil apabila melakukan poligami agar menikahi satu perempuan saja.

{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}

“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).

Bagi laki-laki yang hendak berpoligami maka alangkah baiknya ia tidak hanya berdasarkan nafsu sesaat, ia harus mempertimbangkan matang-matang dan meneladani sifat rasul dalam berpoligami.
Menurut penelitian berikut alasan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan poligami dikutip dari islamreligion.com:

1. Nabi Muhammad adalah Teladan yang Sempurna

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah nabi terakhir, rahmat bagi seluruh umat manusia, dan teladan yang sempurna untuk setiap saat. Dia memberi dunia contoh ideal dari kehidupan seorang anak dan pemuda yang suci hingga usia dua puluh lima, kemudian kehidupan monogami dengan seorang janda yang mulia bernama Khadijah RA, dan kehidupan poligami setelah usia lima puluh. Dia menikahi wanita muda dan yang tua, janda yang ditinggal mati suaminya dan janda cerai, wanita yang menyenangkan dan yang emosional, anak perempuan dari kepala suku dan membebaskan budak. Dia adalah contoh kesempurnaan dalam semua keragaman yang ada dalam kehidupan.

Tumbuh Bersama Pasangan

2. Poligami Sebagai Sarana Berdakwah

‘Para Istri Rasul’, adalah ulama agama dan pembimbing yang membimbing umat agar beriman, terutama wanita, selama dan setelah masa hidup Nabi. Islam memiliki banyak peraturan khusus untuk wanita tentang kebersihan, haid, nifas, mandi, sholat, puasa, haji, menyusui, dan kesaksian. Banyak aturan khusus untuk perempuan yang telah mereka sampaikan berdasarkan pada pengalaman mereka bersama nabi. Secara alami, wanita merasa lebih nyaman berbicara dengan istri-istri Nabi mengenai hal-hal ini. Selain itu, rumah tangga Nabi mengajarkan perempuan dalam etika kehidupan selama perkawinan, membesarkan keluarga, dan masalah perempuan. Setelah wafatnya nabi, istri-istri nabi menjadi salah satu sumber ilmu dan menurunkan hadis-hadis penting seputar kebiasaan nabi, perilaku nabi, dan juga mengenai masalah perempuan.

Dengan menikahi dari berbagai suku, Nabi membuka pintu bagi penyebaran pengetahuan Islam di antara mereka. Istri-istri Nabi menyebarkan pengetahuan Islam di dalam suku mereka. Sebagai contoh, pengetahuan Aisyah RA diserap oleh saudara angkatnya, Auf ibn Harith, keponakannya, Qasim dan Abdullah, dan keponakannya, Hafsah dan Asma, dll. Pengetahuan Hafsah disampaikan oleh kakaknya Abdullah ibnu Umar, putranya, Hamza, dan istrinya, Safiyah. Murid-murid Maimunah termasuk keponakan-keponakannya, yang paling terkenal di antaranya adalah Abdullah ibnu Abbas, penafsiran Al-Quran. Umm Habibah mengajarkan ilmunya kepada saudara-saudaranya, Mu’awiyah dan Utbah, serta keponakan dan keponakannya. Karena itu, kita melihat bahwa ‘Para Istri Rasul’ menjadi saluran pengetahuan bagi suku mereka. (Bersambung)

(Muh Syaifudin Bachtiar)

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos