Hindari “Hambarisme” dalam Kehidupan Rumah Tangga

Hindari “Hambarisme”  dalam Kehidupan Rumah Tangga

Salah satu penyakit yang sering menghinggapi pasangan suami istri dengan usia pernikahan di atas 10 tahun adalah “hambarisme” alias hubungan yang hambar. Bertahun menikah tetapi tidak mencapai suasana sakinah, mawadah, warahmah.

Pada saat menjadi pengantin baru, gairah cinta, energi yang berlipat, semangat dan vitalitas dirasakan oleh suami dan istri. Namun seiring berjalannya waktu, hubungan suami dan istri terasa semakin menjauh, hambar, tanpa rasa, tanpa pesona, tanpa irama yang bisa dinikmati keduanya.

“Hambarisme” hubungan suami-istri tidak terjadi tiba-tiba, ada sejumlah sebab yang memicu kemunculannya.

Satu, terjebak rutinitas hidup. Suami dan istri yang sudah lama menempuh hidup berumah tangga, mudah dihinggapi kejenuhan karena terjebak menjalani rutinitas kehidupan. Suami berangkat kerja pagi, pulang sore atau malam. Istri yang full ibu rumah tangga bangun pagi, menyiapkan berbagai keperluan keluarga, membersihkan rumah, mengurus anak-anak, dll. Istri yang bekerja kantoran, berangkat pagi, bekerja hingga sore, pulang ke rumah menemani anak-anak belajar, kemudian istirahat malam.

Hari-hari dilalui, tanpa terasa telah melewati masa yang sangat lama dalam rutinitas keseharian yang selalu seperti itu. Setiap hari melakukan hal yang sama, lalu terjebak dalam rutinitas hidup yang membosankan.

Dua, volume kesibukan yang berlebihan. Di zaman ini, semua orang merasa sibuk. Namun ada tipe suami atau istri yang memiliki tingkat kesibukan yang overload; hingga tidak pernah ada waktu untuk bertemu, berkomunikasi, bermesraan, bercengkerama, bercanda, bertamasya bersama keluarga. Mereka tertelan kesibukanm berlebihan, hingga membuat hidup tak seimbang.

Mereka tersibukkan seribu satu jenis kegiatan yang sangat melenakan dan mengasyikkan, juga menyita waktu serta perhatian (bisnis, ekonomi, birokrasi, politik, sosial, budaya, seni, dll). Jika volume kesibukan yang berlebihan itu dibiarkan, tanpa ada tindakan sadar untuk mengurangi atau memangkas sebagian, akan membuat hubungan semakin hambar.

Tiga, merasa cukup “begini saja”. Tidak selalu karena alasan kesibukan. “Hambarisme” bisa muncul akibat pemahaman suami atau istri yang merasa cukup dengan kondisi yang sedang dihadapi. Ia merasa “cukup seperti ini saja”, tidak perlu “neko-neko”, tidak perlu “aneh-aneh”. “Hidup berumah tangga itu ya seperti ini, seperti yang dialami oleh sekian banyak keluarga lainnya”. Demikian anggapan yang sering dijadikan pembenaran dan pembiaran terhadap munculnya gejala “hambarisme”.

Ketika istri meminta suami sedikit berlaku romantis, suami marah dan menuduh istrinya telah berlaku “aneh-aneh”. Padahal tuntutan romantisme itu wajar, untuk menguatkan keharmonisan keluarga. Ketika suami meminta istri melakukan pelayanan di tempat tidur yang agak berbeda dari biasanya, istri merasa jengkel dan menuduh suaminya memiliki fantasi liar. Padahal suami bermaksud membuat variasi dalam hubungan agar tidak monoton dan membosankan.

Merasa cukup “begini saja”, membuat tidak ada usaha dari suami atau istri untuk melakukan hal yang lebih baik bagi pasangan. Interaksi dan komunikasi antara suami dan istri monoton dan standar, tanpa bumbu dan variasi. Dampaknya, mudah terkena “hambarisme”.

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos