Oleh: Cahyadi Takariawan (Konsultan dari Jogja Family Center)
Keharmonisan dengan pasangan tentu harus dijaga sepanjang masa. Untuk menciptakan keharmonisan tersebut, tak cukup sekadar komunikasi.
John Gray, Ph.D, pakar hubungan dan pernikahan, penulis buku Mars and Venus Together Forever, menceritakan, pada beberapa seminar, dia bertanya kepada peserta, “Siapa yang memiliki orangtua yang masih bersatu dan tidak bercerai?” Separuh peserta mengangkat tangannya.
Kepada kelompok tersebut, dia bertanya lagi, “Siapa yang menganggap dirinya memiliki kecakapan hubungan dan komunikasi yang lebih baik dibandingkan orangtuanya?”
Hampir setiap orang mengangkat tangannya.
Respons tersebut kemudian memunculkan pertanyaan, “Jika memiliki kecakapan yang lebih baik, mengapa saat ini pasangan suami istri lebih banyak memiliki persoalan dalam hubungan? Mengapa begitu banyak terjadi perceraian?”
Rupanya, komunikasi saja tidak cukup untuk menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan hidup berumah tangga. Ada banyak sisi yang harus dipenuhi baik dari aspek spiritual, emosional, intelektual, material maupun manajerial, untuk menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan. Komunikasi hanya salah satu unsur saja, yang harus ada. Namun mesti ditopang dengan berbagai unsur lainnya.
Alkisah ada sepasang suami istri, Isti dan Adi, yang sama-sama sibuk. Sayangnya karena teramat sibuk, si istri sering membuat suaminya kecewa. Ketika suami hendak mendekati istrinya, istri justru mengatakan “Don’t touch me” karena istri harus menyelesaikan pekerjaannya yang dibawa ke rumah. Kalimat tersebut sering dikatakan istrinya sehingga membuat suami kecewa dan sedih. Meski suami tak pernah protes ke istrinya, akhirnya Adi menumpahkan kekecewaannya itu dengan bercerita kepada temannya.
Garwo, sigaraning nyowo
Dalam bahasa Jawa, pasangan sering disebut sebagai “garwo”. Orang-orang tua zaman dulu mengajarkan, garwo adalah singkatan dari sigaraning nyowo, atau belahan jiwa. Ini adalah kondisi di mana suami dan istri saling merasakan kebersamaan yang kuat satu dengan yang lain, merasakan saling memiliki, saling mencintai, saling merasakan kehilangan saat tidak bisa berduaan.
“Dilabuhi tekaning pati, tekan pecahing dhodho, wutahing ludiro,” dibela hingga mati. Walau dada harus terbelah dan darah harus tumpah, istri akan dibela dan dijaga oleh suami. Pun sebaliknya.
Inilah yang lebih esensial dibandingkan dengan kelancaran komunikasi. Suasana jiwa yang saling terikat satu dengan yang lainnya, membuat suami dan istri akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk pasangan. Suami dan istri yang sibuk dengan pekerjaan, profesi serta organisasi, harus bisa disiasati agar tidak membuat keringnya cinta kasih di antara mereka.
Kendati setiap hari mereka terus berkomunikasi, tetapi dengan lemahnya keterikatan hati, menyebabkan mereka hanya berinteraksi sebagai teman tidur, teman makan, teman saat di rumah. Bukan sebagai belahan jiwa.
Adi dan Isti adalah contoh pasangan yang kehilangan makna “sigaraning nyowo”. Mereka tinggal berduaan saja di rumah, dua anak mereka tengah kuliah di kota yang berbeda. Namun semakin tua usia mereka, bukannya semakin bisa menikmati waktu bersama. Justru semakin sibuk dengan profesi dan kariernya. Bagi Isti, tugas-tugasnya jauh lebih penting daripada sekadar berjalan berduaan di kota atau bermalam Minggu di sebuah tempat wisata. Kendati berusaha memahami, akan tetapi ada ruang jiwa kosong yang tidak terisi. Adi sangat merasakan kekosongan ini. Dia merasa tidak memiliki belahan hati.
Walau setiap hari selalu berkomunikasi, tetapi tidak disertai dengan suasana saling memiliki. Seperti komunikasi yang mekanis, rutin, menjalankan kewajiban layaknya pasangan suami istri pada umumnya. Seperti robot. Seperti mesin. Mereka terus berkomunikasi, tetapi semata-mata menjalankan rutinitas kehidupan berumah tangga.
Jadilah Belahan Jiwa
Yang harus selalu dijaga dalam pernikahan adalah suasana belahan jiwa. Anda akan merasa kehilangan pasangan saat tidak bisa berduaan dengannya. Anda akan merasakan kekosongan saat tidak bersama dirinya. Anda akan merasa tidak nyaman saat terlalu lama terpisah dari pasangan. Anda tidak akan tega membiarkan pasangan merana tanpa kehangatan pelukan Anda. Walau setiap saat Anda selalu berkomunikasi verbal, itu tidak cukup untuk membuat kelekatan jiwa dengan pasangan.
Tentu pekerjaan dan tugas kedinasan harus diselesaikan dan ditunaikan. Namun itu bukan alasan untuk mengusir suami saat ingin bermesraan. “Don’t touch me” adalah kalimat penolakan yang sangat menyakitkan bagi pasangan yang ingin mengekspresikan cinta. Karena semestinya, “Aku tak bisa bermalam Minggu tanpamu”, dan “semua karierku tak ada gunanya tanpa cintamu”.
Jadilah belahan jiwa, yang Anda merasa tidak bisa hidup tanpanya. Jadilah kekasih yang dengannya Anda merasakan kehidupan yang nyata. Dengannya Anda mendapatkan makna. Dengannya Anda meraih surga. <>