Waspadai Pinjaman Online

Waspadai Pinjaman Online

Hadila – Kabar terkait korban pinjaman online (pinjol) sempat gempar di media pada akhir Agustus 2021. Seorang karyawan bank perkreditan di Bojonegoro ditemukan tewas gantung diri karena terjerat utang pinjol. Selain pinjol, karyawan berinisial HP itu juga mempunyai utang ke beberapa nasabah dan temannya.

Sebelum mengakhiri hidupnya, korban meninggalkan sebuah surat wasiat dalam secarik kertas. Di dalamnya, korban menulis bahwa ia terjerat utang pinjol dan beberapa utang lain ke teman dan nasabahnya.

Dilansir dari detik.com, korban diketahui gantung diri di kantornya pada Senin (23/8) saat seorang temannya membuka kantor. Sebelumnya, pada Sabtu (21/8) korban enggan diajak pulang oleh rekannya dan beralasan memilih tidur di kantor. Korban sendiri merupakan pengantin baru setelah menikah 2 bulan sebelumnya.

Tagihan beruntun untuk melunasi pinjol pun pernah dialami Oka (bukan nama sebenarnya), seorang warga Yogyakarta. Padahal, ia tak pernah menggunakan jasa penyedia utang berbasis online apa pun. Ternyata, utang sejumlah Rp700.000 tersebut dilakukan oleh adik Oka. Ia menggunakan jasa pinjol ilegal. Alhasil, Oka dan beberapa teman adiknya yang nomor kontaknya tersimpan di ponsel adik Oka ikut menjadi sasaran teror pinjol ilegal.

Pinjol atau fintech peer-to-peer lending merupakan akses layanan pinjam meminjam uang secara elektronik yang bisa digunakan semua orang, termasuk yang tidak memiliki akun di bank. Selain itu, untuk mendapatkan pinjol tidak memerlukan agunan. Menurut OJK, inilah yang membuat pengguna pinjol bisa terjebak bunga yang tinggi. Layanan pemberi pinjol tetap memberikan bunga yang tinggi demi kepentingan bisnis.

Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan hingga 31 Juli 2021 tercatat total penyaluran pinjaman nasional dari fintech peer-to-peer lending mencapai Rp236,47 triliun. Selain itu, jumlah akumulasi rekening pemberi pinjaman atau lender mencapai 709 ribu, dengan jumlah akumulasi rekening penerima pinjaman 66,70 juta. Hingga 25 Agustus 2021, SWI mencatat ada 116 fintech lending legal yang terdaftar maupun berizin di OJK.

Seiring dengan itu, perkembangan pinjol ilegal pun kian meresahkan. Pada 20 Agustus 2021, lima kementerian/lembaga, yaitu OJK, Bank Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melakukan penandatangan surat pernyataan sebagai upaya memberantas platform pinjol ilegal.

Financial Consultant, Himawan Adhi Hartanto, M.M., C.F.P., menyebutkan beberapa ciri pinjol ilegal. Dari sisi persyaratan, untuk mendapatkan pinjol sendiri cukup mudah, yakni hanya dengan foto KTP dan nomor handphone. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur bahwa yang diperbolehkan diakses oleh layanan penyedia pinjol berupa camera, microfon, dan location atau biasa disingkat camilan. Fungsinya untuk keperluan registrasi klien dan mengonfirmasi orang tersebut benar-benar ada.

Berbeda dengan pinjol resmi, pinjol ilegal biasanya meminta akses ke semua data yang ada di ponsel pengguna. Seperti semua nomor kontak dan storage atau penyimpanan digital yang ada di HP klien. Data tersebut akan digunakan penyedia pinjol ilegal untuk menagih utang klien kepada keluarga atau orang-orang dekatnya dari nomor kontak yang ada.

Karena itu, Himawan menyarankan, klien harus berhati-hati jika penyedia pinjol menerapkan syarat administratif yang cukup banyak, selain camilan. Himawan melanjutkan, pinjol ilegal juga kerap mengenakan bunga, biaya layanan, dan denda yang terlampau tinggi. Padahal, pinjol resmi biasanya membatasi bunga pinjaman 0,8% per hari.

Yang terpenting, sebelum memanfaatkan jasa pinjol, perlu memeriksa apakah penyedia tersebut termasuk dalam daftar penyedia pinjol legal yang ada di website resmi OJK. Jangan asal percaya dengan logo OJK yang dicantumkan di website pinjol, sebab pinjol ilegal pun dapat melakukan manipulasi logo. Harus dilakukan crosscheck di laman resmi OJK mengenai kevalidannya.

Himawan menerangkan, penyedia pinjol ilegal biasanya menggunakan media SMS atau Whatsapp untuk menawarkan jasanya. “Biasanya dari hasil minta kontak dan storage di HP klien tadi. Pinjol itu sistemnya dari randomly sending. Atau iklan-iklan terselubung yang muncul di aplikasi-aplikasi gratis,” bebernya.

Ciri-ciri lain yang patut diwaspadai, pinjol ilegal tidak tranparan dalam informasi struktur organisasi, melakukan imitasi dari platform resmi dengan memirip-miripkan namanya, serta lokasi kantor tidak diketahui atau beralamat di luar negeri. Yang lebih parah, pinjol ilegal kerap melakukan penagihan dengan cara tak beretika hingga mengungkap kata-kata kasar.

Himawan menjelaskan, seseorang berutang karena mengalami anggaran yang bersifat defisit. Artinya pemasukannya lebih kecil ketimbang pengeluaran bulanan atau tahunan. Padahal, setidaknya anggaran seimbang antara pemasukan dan pengeluaran. Atau yang lebih disarankan adalah surplus anggaran.

Defisit anggaran disebabkan tata keuangan yang tidak baik, gagal membuat skala prioritas kebutuhan, dan sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. “Ini berarti, seseorang harus mengerem pengeluaran atau menambah pemasukan. Pengeluaran pun ada batasnya, seperti biaya kesehatan yang selalu ada,” ungkap Himawan.

Sementara, pinjaman berbasis online dipilih karena biasanya orang tersebut sudah tidak memiliki pilihan tempat peminjaman lain. Semisal kepada keluarga atau teman.

Selain itu, maraknya pinjol juga disebabkan masih rendahnya literasi masyarakat terhadap jenis-jenis pinjaman. Kartu kredit misalnya, menurut Himawan, relatif lebih aman dibanding pinjol karena memiliki bunga lebih kecil. Di samping itu, kartu kredit juga tanpa agunan, memiliki limit yang jauh lebih besar daripada pinjol, dan klien tidak akan dikejar debt collector jika telat membayar. “Literasi masyarakat terhadap yang berbunga rendah dan tinggi itu masih rendah. Mereka tidak bida membedakan,” ujar Himawan.

Adapun jika sudah terlanjur menggunakan jasa pinjol ilegal dan uang yang dipinjam cukup besar, Himawan menyarankan agar peminjam melapor ke pihak kepolisian. Dikarenakan hal itu termasuk bentuk penipuan, pemerasan, dan perbuatan tidak menyenangkan.

Sementara, bagi yang belum melakukan pinjaman online dan tertarik menggunakannya, Himawan menyarankan untuk mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, pikirkan sekali lagi mengapa harus berutang. Jika memang harus berutang, mengapa ke pinjol? Apakah ada alternatif lain seperti kartu kredit atau pinjaman lunak lainnya? Kedua, tinjau juga bagaimana cara melunasi utang tersebut di kemudian hari.

Dikutip dari laman mui.or.id, Ustaz Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI sekaligus Pengurus Dewan Syariah Nasional, menjelaskan dalam kajian fikih muamalah kontemporer pinjam uang dengan cara online hukumnya boleh. Serah terima secara hukmiy (legal-formal/non-fisik) dianggap telah terjadi baik secara i’tibaran (adat) maupun secara hukman (syariah maupun hukum positif) dengan cara takhliyah (pelepasan hak kepemilikan di satu pihak) dan kewenangan untuk tasharruf (mengelola/memperjualbelikan/menggunakan di pihak lain), meskipun serah terima secara hissan (fisik barang) belum terjadi.

Meski transaksi pinjol hukumnya boleh, akan tetapi orang atau lembaga yang mempraktikkan hendaknya memperhatikan beberapa hal. Pertama, tidak menggunakan praktik ribawi (riba: rentenir). Riba dalam berpiutang adalah sebuah penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam. Larangan (keharaman) praktik riba disebut secara eksplisit (shorih) dalam Al-Qur’an, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 275)

Larangan dan kecaman praktik riba disebut juga dalam banyak hadis Rasulullah, salah satunya antara lain, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (H.R. Muslim)

Kedua, jangan menunda membayar utang. Hukum menunda untuk membayar utang jika sudah mampu adalah haram. Rasulullah Saw. bersabda, “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.” (H.R. Nasa’i)

Ketiga, memaafkan orang yang tidak mampu bayar utang termasuk perbuatan mulia. Hakikatnya utang harus dibayar. Namun, bagi orang yang meminjamkan, jika orang yang pinjam uang betul-betul tidak bisa melunasi utangnya, maka memaafkan adalah suatu perbuatan yang mulia dalam ajaran Islam. “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 280). <Maruti A Husna>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos