Menjaga Kehormatan Saudara Muslim

Menjaga Kehormatan Saudara Muslim

مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya, Allah akan menangkal api neraka dari wajahnya pada hari kiamat.”

Matan hadis ini, menurut Al-Albani dalam Shahih Wa Dha’if Sunan At-Timidzi, merupakan hadis sahih. Ia terdapat dalam Sunan At-Tirmidzi pada Abwab Al-Birr Wash-Shilat, Bab Ma Ja’a Fidz-Dabb ‘An ‘Irdhi Al-Muslim: 1931 dan dalam Musnad Ahmad pada Baqiyyat Hadits Abi Ad-Darda’: 27543.

Yang dimaksud dengan “saudara” dalam matan hadis ini ialah saudara seiman, yaitu orang Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan “melindungi kehormatannya” ialah mencegah agar tidak terjadi ghibah terhadapnya. Ibnu ‘Alan, penulis Dalil Al-Falihin Lithuruq Riyadh Ash-Shalihin, menuturkan bahwa melindungi kehormatan saudara itu dengan mencegah agar tidak terjadi ghibah terhadapnya. Ini bisa dilakukan dengan cara melarang atau mencegah sebelum ghibah itu terjadi, atau dengan memberikan pembelaan dan bantahan saat ghibah terjadi. Ghibah sendiri, telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw sebagai pembicaraan perihal diri orang lain yang jika dia mendengar pembicaraan tersebut, tentu tidak suka. Dalam bahasa Indonesia, ghibah biasanya diterjemahkan dengan menggunjing. Ia berarti membicarakan kekurangan orang lain.

Kandungan matan hadis ini mirip dengan apa yang diriwayatkan oleh abu Ath-Thabrani dan lainnya bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Barang siapa yang melindungi seorang mukmin dari munafik yang mengunjingnya, Allah akan mengutus malaikat pada hari kiamat untuk melindungi dagingnya dari api jahanam.”

Pesan utama matan hadis ini ialah dorongan yang luar biasa kepada setiap individu yang beriman agar tidak terlibat dalam aktivitas menggunjing orang lain. Kendati materi gunjingannya sesuai dengan fakta dan kenyataan. Bukan sekadar untuk tidak terlibat dalam pergunjingan. Lebih jauh, seorang mukmin diharapkan sedapat mungkin mencegah terjadinya gunjingan. Dengan mencegah terjadinya gunjingan, berarti dia telah melakukan dua kebaikan sekaligus. Pertama, menolong orang yang ingin menggunjing saudaranya dengan mencegahnya dari kezaliman yang akan dia lakukan. Kedua, melindungi orang yang terzalimi kehormatannya karena digunjing. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim terhadap saudaranya. Menolong saudaranya, entah dia zalim atau terzalimi. “Tolonglah saudaramu baik dia berbuat zalim maupun terzalimi,” perintah Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari.

Bukan asal dorongan dan motivasi. Matan hadis ini bahkan menjanjikan balasan berupa perlindungan dari api neraka. Ya, mukmin yang mau menjaga kehormatan saudaranya akan dijaga oleh Allah Swt dari api neraka. Begitulah, jenis balasan sesuai dengan jenis perbuatan. “Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib) nya pada hari kiamat,” sabda Rasulullah Saw sebagaimana dituturkan oleh Bukhari dan Muslim.

Balasan yang luar biasa ini setimpal dengan kecaman Islam terhadap ghibah. Ghibah merupakan dosa besar. Bahkan Allah Swt mengibaratkan orang yang menggunjing orang lain dengan orang yang memakan daging bangkai saudaranya. Makan daging bangkai manusia. Seram. Menjijikkan. Allah Swt berfirman, “Dan janganlah kalian menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.”  [Q.S. Al-Hujurat (49):12]

Seramnya menggunjing juga tergambar dalam cerita Rasulullah Saw saat dibawa naik ke langit dalam peristiwa isra’ dan mi’raj. Cerita ini dipaparkan ulang oleh Abu Dawud dan Ahmad. “Ketika aku dimi’rajkan, aku melalui sebuah kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakar-cakar wajah-wajah dan dada-dada mereka sendiri. Aku bertanya, ‘Siapakah mereka itu, Wahai Jibril?’ Dia menjawab, ‘Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia dan menggunjing kehormatanya.”

Tak heran, bila Amr bin Al-‘Ash Ra pernah mengibaratkan bahwa makan bangkai lebih baik daripada makan daging seorang muslim. Suatu ketika beliau melewati bangkai seekor baghl  (binatang hasil dari persilangan kuda dan keledai) yang telah menggelembung. “Sungguh, jika seseorang makan bangkai ini hingga memenuhi perutnya, tentu itu lebih baik baginya daripada makan daging seorang muslim,” tutur beliau kepada para sahabatnya sebagaimana diungkapkan oleh Bukhari. Menjijikkan.

Karena itu, Imam Nawawi menulis dalam Riyadh Ash-Shalihin satu bab yang isinya berupa larangan mendengar gunjingan dan perintah bagi orang yang mendengarnya untuk membantah dan mengingkari penggunjingnya. Jika tidak mampu atau tidak diterima, hendaknya dia meninggalkan majelis jika memungkinkan. Wallahu a’lam.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha

Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Agustus 2016]

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos