Menjadi Ibu Tangguh untuk Mencetak Generasi yang Lebih Baik

Menjadi Ibu Tangguh untuk Mencetak Generasi yang Lebih Baik

Hadila.co.id Surga ada di telapak kaki ibu. Begitu tinggi Allah menempatkan kedudukan seorang ibu. Ada rahasia apakah di balik itu? Berikut wawancara Hadila dengan dr. Ika Endah Lestari, dokter di Klinik Ibu dan Anak SOLOPEDULI yang akan mengupas mengenai Jatuh Bangun Menjadi Ibu, dengan memandang sisi psikis wanita dalam kajian woman psikiatri

Bicara mengenai ‘jadi ibu’, tak lepas dari momen awal seorang wanita menjadi ibu ‘baru’. Beberapa diantaranya kaget, kewalahan bahkan stres. Bagaimana menurut dr. Ika?

Setiap hari, pada dasarnya manusia memasuki dunia baru. Begitupun wanita yang secara fisik dan psikis sangat unik. Keunikan lain, wanita memiliki jauh lebih banyak stressor (penyebab stres) dalam tiap tahap kehidupannya ketimbang pria. Tingkatan yang mulai berat adalah saat setelah menikah. Lalu ke tahap-tahap selanjutnya, seperti memiliki anak, mendidik anak, dst.

Permasalahan dalam kasus stres ibu ‘baru’, adalah pada accepted (penerimaan) atau denial (penolakan) dirinya pada masalah yang muncul sebagai stressor, dalam hal ini adalah keberadaan anak dengan segala konsekuensi dan kondisi yang mengikutinya. Kedua sikap tersebut dipengaruhi oleh template (cetakan) diri yang dimilikinya. Bagaimana template memosisikan diri ‘menjawab’ rasa sakit, efek hormonal pasca kelahiran, kelelahan yang teramat sangat, dll akan memengaruhi sikapnya.

Ingin Jadi Ibu Kuat, Cerdas dan Spiritualis, Lakukan Beberapa Cara di Bawah Ini

Sebenarnya bagaimana kurang lebih psikis seorang ibu ‘baru’?

‘Dzat’ wanita terdiri dari kesatuan biologis, psikologis, sosiologis dan religius (bio psiko sosio religius). Kesatuan tersebut membentuk template. Seorang dengan template pencemas, akan cenderung cemas setiap ada stressor. Seperti dalam kasus diatas, ibu ‘baru’ yang stres hingga mungkin mengalami sindrom pasca kelahiran cenderung memiliki template; entah itu pencemas, reaksioner, dsb. Sedangkan yang tidak, bisa jadi karena ia memiliki template lebih anankastik (urut, tertata, terkendali).

Potensi bio dan sebagian psiko lebih bersifat bawaan (karunia Allah), sedang sebagian psiko dan sosio religius adalah potensi ‘bentukan’ dari lingkungan dan nilai-nilai spiritual. Semua tidak serta merta; bukan banyak baca buku, kemudian siap menjadi ibu. Melainkan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh keluarga sedari kecil, dan pengalaman sepanjang hidup. Minuchin, dalam kajian family therapy menyebutkan bahwa keluarga (orangtua) memiliki support terbesar dalam membentuk diri seseorang, membentuk kehidupan.

Pengantin Baru Wajib Terapkan Ini agar Rumah Tangga Tidak Mudah Kandas

Menurut Sigmund Freud, manusia (dalam hal ini ibu) digambarkan sebagai gunung es. Terdiri dari sesuatu yang ditampakkan disebut ego dan yang tak ditampakkan (unconcious, alam bawah sadar). Ibu ‘baru’ cenderung menampakkan ego sebagaimana layaknya ibu ideal. Ia akan mencoba ‘menekan’ alam bawah sadar dengan 2 cara; represi dan supresi. Anggap saja ada 2 ibu ‘baru’ menghadapi kondisi yang sama; kelelahan. Ibu merepresi sehingga muncul perilaku bisa melaksanakan semua aktivitas meski terkantuk-kantuk. Sedang yang satu men-supresi sehingga alam bawah sadar gagal ditekan memunculkan perilaku menangis, marah-marah, tidak mau menyentuh bayi, hingga bisa juga berupa sakit kepala.

Ibu pertama memiliki template yang lebih baik sehingga dia merepresi kemudian accepted. Bahkan bisa memasukkan konsep anak sebagai sumber kebahagiaan pada alam bawah sadarnya, membentuk motivasi internal. Bentuknya misalnya, seorang ibu yang sebelum menikah atau punya anak cenderung mudah sakit, saat memiliki anak justru menjadi tidak pernah sakit meski sangat kelelahan. Templatenya seolah berkata, ‘aku tidak boleh sakit demi anakku’. Sedang ibu kedua, pada dasarnya cukup berusaha merepresi namun gagal. Menjadi supresi karena templatenya tidak lebih baik dari ibu pertama.

Berarti jika wanita tercipta dengan banyak stressor dan potensi template secara tidak langsung Allah ingin ‘berkata’ kepada para ibu, bahwa mereka itu tangguh?

Tepat sekali. Hidup wanita itu, memang ‘ditakdirkan sulit’. Namun ia dikaruniai ketangguhan. Jadi, bukankah tidak ada yang perlu dikhawatirkan? Wanita diberi karunia bersifat multitasking dan memiliki resiliensi (kelenturan/ elastisitas) tinggi. Multitasking, bisa berpikir, fokus, memiliki kemampuan dan melaksanakan beberapa hal dalam satu waktu. Resiliensi; mampu menyesuaikan diri, berkembang, menemukan bentuk atau dibentuk (dalam aspek yang sangat luas).

Lima Gejala Pasangan Gagal Membentuk Chemistry dan Cara Membangunnya

Berdasarkan ungkapan Minuchin yang fokus pada kajian family therapy yang tadi disampaikan berarti ibu bertanggung jawab dalam pembentukan ibu-ibu tangguh berikutnya?

Betul. Keluarga dalam struktur yang tepat, membentuk template yang tepat bagi diri anak-anaknya. Dengan pemahaman ini, seorang ibu bahkan mampu membentuk anak yang memiliki keterbatasan tertentu. Semisal anak kurang di sisi bio, lahir prematur. Tentu jika dibiarkan template nya akan jauh dari anak normal. Maka ibu bisa mengambil langkah tertentu untuk bisa menyeimbangkan templatenya. Apakah itu dengan memperkuat psiko sosio religiusnya atau yang lainnya.

Jadi bagi para ibu, kendalikan template kita dalam menghadapi segala kemungkinan.Template kita yang sekarang adalah modal, akan terus terbentuk dengan multitasking dan resiliensi. Pastikan ada dukungan dari orang-orang terdekat khususnya pasangan sebagai support eksternal dan sumber kebahagiaan. Sehingga kekurangan bisa terlengkapi.

<Bachtiar>

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos