Siapakah Mukmin Paling Hebat?

Siapakah Mukmin Paling Hebat?

Oleh Tamim Aziz, Lc., M.P.I. (Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha, Tegal, Jawa Tengah)

 

إِنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ.

“Sesungguhnya seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw, “Siapakah mukmin yang paling utama?” Rasulullah Saw menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” Lelaki tersebut bertanya, “Terus siapa mukmin yang paling cerdas?” Rasulullah Saw menjawab, “Yang paling banyak mengingat mati dan yang paling baik persiapannya untuk menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas.”

 

Hadis ini terdapat dalam Sunan Ibn Majah, Kitab Az-Zuhd, bab Dzikr Al-Maut Wal-Isti’dad: 4259. Albani menilai hadis ini sebagai hadis hasan. (lihat Shahih Wadha’if Sunan Ibn Majah, IX/259).

Dialog dalam hadis ini cukup menarik. Ada pertanyaan dan ada jawaban. Temanya tentang mukmin yang paling hebat. Yang bertanya adalah seorang sahabat yang hidup pada masa generasi terbaik dalam sejarah umat. Yang menjawab adalah Rasulullah Saw yang memiliki seabrek kelebihan, bukan sekadar teori, tetapi juga keteladanan. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian.” (Q.S. Al-Ahzab (33): 21).

Jawaban Rasulullah Saw atas pertanyaan sahabat mulia ini sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan persepsi tentang ‘hebat’ sering kali berbeda dalam pikiran banyak orang. Tak jarang, yang menjadi ukuran adalah materi duniawi, seperti kecantikan dan ketampanan, nasab dan keturunan, atau jabatan dan kekayaan. Ada juga yang menjadikan kecerdasan sebagai ukuran. Hanya saja, ukuran ini sudah sekian kali berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Dahulu, patokannya adalah kecerdasan intelektual. Setelah itu, kecerdasan emosional. Kemudian, kecerdasan spiritual. Selanjutnya, entah kecerdasan apa lagi.

Dialog dalam hadis ini mengisyaratkan bahwa setiap mukmin sejatinya sudah memiliki nilai lebih. Iman mengajarinya mengerti tujuan hidup sehingga dia tidak tersesat di jalan. Dengan panduan iman, dia tahu dari mana dia ada; untuk apa dia dilahirkan ke dunia; dan ke mana akhir muaranya. Ini menjadi nilai yang membedakannya dengan orang-orang kafir. Orang-orang kafir tidak tahu tujuan hidupnya. Di dunia, mereka hanya bersenang-senang dan makan-makan seperti layaknya binatang. Allah Swt berfirman, “Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang.” (Q.S. Muhammad (47): 12). Karena itu, Allah Swt akan mengangkat derajat orang-orang yang mau beriman dan berilmu. Dia berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadilah (58): 11)

Di antara orang-orang beriman ada orang yang memiliki keutamaan lebih. Dia adalah mukmin yang paling mulia akhlaknya. Dengan akhlak tersebut, dia tampil istimewa di tengah-tengah masyarakatnya. Tidak ikut-ikutan apa kata orang. Tidak terbawa arus dan larut dalam tradisi dan budaya orang-orang di sekitarnya. Dia mampu berinteraksi tanpa harus terkontaminasi. Dia memiliki ketetapan hati sebagaimana pesan Nabi Saw yang telah diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Janganlah kalian menjadi imma’ah. Kalian mengatakan, “Jika manusia berbuat baik, kami berbuat baik. Jika mereka zalim, kami zalim.” Akan tetapi, mantapkanlah hati kalian. Jika manusia berbuat baik, kalian harus berbuat baik. Jika mereka berbuat buruk, kalian jangan zalim.”

Di antara orang-orang beriman terdapat orang yang memiliki kecerdasan lebih. Dia adalah mukmin yang paling banyak mengingat mati dan bersiaga menghadapinya. Pandangannya tentang masa depan menembus batas dinding duniawi, pada saat orang lain masih memandang masa depan terbatas pada kehidupan dunia. Dia meyakini bahwa dunia adalah masa kini dan akhirat adalah masa depan, dunia adalah tempat beramal dan akhirat adalah tempat menerima balasan. Pandangan masa depan yang berorientasi pada akhirat ini menjadikannya lebih banyak beramal dengan amal-amal berkualitas. Dia percaya siapa menanam pasti mengetam. Dia yakin janji Allah Swt dalam firman-Nya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. An Nahl (16) : 97).

Demikianlah tadabur singkat hadis ini. Ia memperbaharui persepsi tentang siapa sejatinya orang hebat. Ia meluruskan cara pandang yang selama ini diyakini oleh banyak kalangan. Wallaahu a’lam. <Dimuat di Majalah hadila Edisi Januari 2018>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos