Pillow Talk: Romantisme Suami Istri

Pillow Talk: Romantisme Suami Istri

Oleh : Cahyadi Takariawan (Konselor Keluarga Nasional)

Di antara kambing hitam yang banyak disebut pasangan zaman now adalah kesibukan. Atas nama kesibukan kerja, pasangan suami istri mengabsahkan diri untuk tidak saling berkomunikasi, tidak saling berinteraksi, tidak saling berdiskusi.

Dampaknya mudah ditebak. Mereka kehilangan kehangatan cinta kasih dan kedekatan emosi. Mereka kehilangan gairah dan bonding. Pelan tapi pasti, mereka tengah membuat jarak menjauh, semakin lama semakin jauh. Semakin banyak hal yang tidak diketahui istri dari suaminya. Semakin banyak pula hal yang tidak diketahui suami dari istrinya.

Jika suasana ini dipertahankan bahkan dipelihara, bisa membahayakan keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Jika suami dan istri berada dalam suasana saling berjauhan secara psikologis, berada dalam suasana kegersangan cinta dan kasih sayang, akan memudahkan terjadinya konflik dan pertengkaran, kesalahpahaman, kecemburuan, hingga kekesalan, dan kejenuhan hidup berumah tangga.

Oleh karena itu, hendaknya suami istri yang merasa dan mengaku sibuk bisa mengelola dan mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai membiarkan gejala menjauh tersebut berlarut-larut tanpa ada kejelasan dan penyelesaian. Segera merapat, mendekat, dan menyepakati pola interaksi serta komunikasi yang melegakan kedua belah pihak. Sesibuk apa pun, tidak boleh kehilangan romantisme dalam keluarga.

Pillow Talk, Alternatif Solusi

Didera kesibukan kerja dan aneka kesibukan lainnya, tidak berarti boleh mentolerir dan mengabsahkan kehilangan romantisme bersama pasangan. Sesibuk apa pun, pasangan suami istri harus memiliki cara untuk mengatasi. Salah satunya adalah rutin melakukan percakapan bantal alias pillow talk sebelum tidur malam. Waktu inilah yang bisa diciptakan dan disepakati secara rutin oleh suami dan istri.

Misalnya suami terbiasa pulang kerja jam sepuluh malam, istri pulang kegiatan jam enam petang. Sementara berpagi-pagi suami sudah berangkat ke tempat kerja lagi. Maka mereka harus sengaja menyediakan waktu malam hari sebelum tidur untuk bercengkerama berdua. Harus ada waktu untuk mengobrol ringan dan santai, berdua saja, membahas apa saja, tanpa harus dibatasi dan ditentukan tema. Harus ada waktu untuk mengobrol rutin setiap malam, agar selalu menyambung rasa dan jiwa mereka berdua.

Pada contoh tersebut, suami pulang jam sepuluh malam, mereka bisa mengalokasikan waktu rutin satu jam sebelum tidur untuk mengobrol dan bercengkerama berdua. Sesampai di rumah, berikan waktu kepada suami untuk me time sesaat. Ia akan mandi, berganti pakaian, minum hangat, dan duduk di sofa atau bersantai di ruang keluarga. Setelah itu, antara jam 22.30-23.30, mereka gunakan untuk mengobrol berdua di tempat tidur. Sambil berbaring di tempat tidur, mereka mengobrol, bercerita, bercanda, sampai saat waktu tidur tiba. Tentu saja pilihan waktu untuk melakukan pillow talk sangat fleksibel, tergantung situasi dan kondisi masing-masing pasangan.

Sesibuk apa pun Anda berdua, harus tetap mengalokasikan dan meluangkan waktu untuk bercengkerama dan mengobrol bersama pasangan. Jangan menunggu waktu luang, akan tetapi luangkanlah waktu.

Sunah Nabi Saw

Ternyata obrolan menjelang tidur adalah sunah Nabi Muhammad Saw. Mengobrol mesra dengan pasangan tercinta menjelang tidur malam, adalah aktivitas yang dicontohkan oleh Nabi Saw dengan para istri beliau. Hal ini menandakan, kegiatan mengobrol dengan pasangan menjelang tidur malam memiliki sangat banyak kebaikan dan keutamaan. Apabila pasangan suami istri melakukan aktivitas ini disertai niat mencontoh perbuatan Nabi Saw, maka bernilai ibadah yang mendatangkan pahala.

Secara umum, para ulama menyatakan makruh hukumnya mengobrol setelah Salat Isya, kecuali pada obrolan yang memiliki nilai kebaikan. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama sepakat, makruh mengobrol setelah isya, kecuali yang di dalamnya ada kebaikan”. (Syarh Shahih Muslim, 5/146). Artinya, jika obrolan tersebut bernilai kebaikan, maka tidak dihukumi sebagai makruh.

Ada banyak jenis obrolan yang memiliki nilai kebaikan seperti obrolan untuk belajar ilmu agama, obrolan untuk melayani tamu dan obrolan suami istri. Maka ini boleh dilakukan setelah isya, tidak masuk kategori yang makruh. Para ulama memasukkan obrolan dengan istri dan keluarga, termasuk kategori kebaikan sehingga tidak dimakruhkan, jika dilakukan setelah isya. Obrolan dengan istri adalah ibadah yang berpahala.

Imam Bukhari setelah menyebutkan bab bolehnya bergadang untuk belajar agama, beliau sebutkan kegiatan lain yang hukumnya sama, yaitu bab bolehnya bergadang dalam rangka melayani tamu dan mengobrol bersama istri (Shahih Bukhari, bab no. 41).

Ibnu Abbas Ra berkata, “Aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi Saw), maka Rasulullah Saw berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa lama kemudian beliau tidur.” ( H.R Al-Bukhari IV/1665 no 4293, VI/2712 no 7014 dan Muslim I/530 no 763).

Karena itu, para ulama menilai obrolan dengan istri dan anak, termasuk kegiatan yang memberikan maslahat. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Para ulama mengatakan, obrolan yang makruh setelah isya adalah obrolan yang tidak ada maslahatnya. Adapun kegiatan yang ada maslahatnya dan ada kebaikannya, tidak makruh. Seperti belajar ilmu agama, membaca cerita orang saleh, mengobrol melayani tamu, atau pengantin baru untuk keakraban, atau suami mengobrol dengan istri dan anaknya untuk mewujudkan kasih sayang dan hajat keluarga. (Syarh Shahih Muslim, 5/146).

Mari menjadi pasangan romantis seperti yang dicontohkan Nabi. Salah satu cara sederhana adalah dengan mengobrol mesra menjelang tidur malam bersama pasangan tercinta. Lakukan secara rutin, dan lihatlah hasilnya. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Mei 2019>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos