Mengontrol Keinginan Anak untuk Membentuk Pribadi Tangguh di Masa Depan

Mengontrol Keinginan Anak untuk Membentuk Pribadi Tangguh di Masa Depan
Sumber gambar: schoolmum.net

Hadila.co.id — Beberapa waktu yang lalu saya mengisi Kajian Parenting Ramadhan di sebuah kantor pemerintahan. Pascakajian ada seorang bapak yang bertanya sebagai respons dari materi kajian tentang mengontrol emosi anak. “Afwan ustaz, kami ini kerja untuk anak, mengapa kami harus menolak beberapa permintaan anak. Toh kami dapat membelikannya.”

Mendapatkan pertanyaan seperti di atas saya sempat tertegun dan kemudian mengembalikan pertanyaan tersebut dalam beberapa statement berikut ini.

Satu, apakah kita harus menuruti semua keinginan anak, bahkan pada hal-hal yang menyalahi aturan atau pada hal-hal yang membahayakan anak itu sendiri? Saya pernah menjumpai di depan unit gawat darurat sebuah rumah sakit, sepasang suami istri yang menangis histeris karena putranya yang duduk di kelas VIII SMP mengalami kecelakaan hebat dengan sepeda motornya. Saya hanya merenung, apakah keduanya tidak pernah berpikir sebelumnya tentang bahaya memberikan izin anak remaja untuk naik sepeda motor? Memang penyesalan selalu di akhir peristiwa.

Dua, keinginan anak harus dibatasi. Kita banyak menjumpai anak-anak yang selalu dituruti keinginannya sering kali tumbuh menjadi anak yang egois dan individual. Bahkan mereka tumbuh menjadi anak yang tidak siap ditolak keinginannya. Padahal di dalam hidup ini selalu bergantian antara penolakan dan penerimaan.

Sehingga jika kita hanya memberi pengalaman anak untuk selalu diterima keinginannya, maka sebenarnya kita hanya menyiapkan mereka untuk selalu diterima dan selalu sukses. Ketika datang penolakan dan kegagalan, mereka tidak siap dan bereaksi berlebihan. Sebaliknya anak-anak yang kadang dituruti dan kadang ditolak, maka dia akan terlatih untuk menghadapi kegagalan, dan menghargai setiap kesuksesan

Tiga, ada fenomena yang menarik, yaitu anak-anak yang selalu dituruti keinginannya oleh orang tuanya, justru tumbuh menjadi anak-anak yang kurang berempati kepada orang tuanya. Karena bagi mereka yang selalu dituruti keinginannya, mereka tidak pernah mengalami kesusahan di dalam mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Akhirnya mereka memandang sebuah pemberian merupakan hal biasa, dan bukanlah suatu yang berharga. Sebaliknya anak-anak yang kadang dituruti dan kadang ditolak akan mampu memiliki perasaan betapa berharganya penerimaan, sehingga muncullah rasa terima kasih terhadap siapa yang telah memberikan.

Mari kita didik putra-putri kita untuk lebih bisa mengontrol keinginannya sebagai wujud dari implementasi nilai-nilai puasa yang telah kita kerjakan.

 

[Oleh: Miftahul Jinan | Direktur Griya Parenting Surabaya | Dimuat Majalah Hadila Edisi September 2014]

Redaksi
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos