Mencintai Tanpa Kata

Mencintai Tanpa Kata

Perasaan cinta antara suami-istri, berada di dasar lubuk hati mereka yang paling dalam. Mereka saling mencintai dan berinteraksi setiap hari karena didorong oleh perasaan cinta tersebut. Namun karena berbagai agenda dan aktivitas, terkadang mereka larut dalam ritme dan dinamika aktivitas yang sangat padat. Kadang tak sempat untuk rehat dan bercengkerama berduaan, sehingga membuat mereka kurang bisa mengekspresikan perasaan dan mencurahkan keinginan.

Kegiatan hidup berumah tangga sedemikian monoton, berjalan begitu saja tanpa irama yang bisa mereka nikmati bersama. Suami super sibuk, kehilangan sisi romantisme pada istri. Berangkat kerja pagi-pagi dan pulang setelah maghrib. Sampai sang istri tidak merasakan lagi gairah cinta sang suami. Pada situasi seperti itu, tak jarang terselip rasa khawatir pada istri, apakah sang suami benar-benar mencintainya.

“Sudah 10 tahun kami menikah, namun belum pernah suami saya menyatakan perasaan cinta kepada saya. Saya tidak tahu, apakah suami benar-benar mencintai saya,” keluh seorang istri di ruang konseling.

“Hanya” karena sang suami tidak pernah mengucapkan kata-kata cinta, maka istri merasa suami sudah tidak mencintainya lagi. Sang istri memerlukan kepastian dan keyakinan, bahwa dia memang dibutuhkan dan dicintai. Dia tidak mau hadir hanya sebagai pelengkap penderita yang hanya disapa apabila diperlukan saja.

Cinta Tak Harus Lewat Kata

Ketika dikonfirmasi kepada sang suami pada sesi berikutnya, ternyata didapati bahwa suaminya hanyalah seorang lelaki yang tidak mampu mengekspresikan perasaan melalui kata-kata. Dia memendam cinta, dan mengekspresikan melalui kerja keras untuk keluarga.

“Bagaimana saya dikatakan tidak mencintai istri dan keluarga? Saya bekerja keras mencari nafkah, semua itu untuk membahagiakan istri dan anak-anak. Semua penghasilan saya, langsung saya berikan kepada istri, bahkan sampai struk gaji pun saya serahkan kepada istri. Apa itu bukan bukti cinta kepada isteri dan anak-anak?” ungkap sang suami.

Sungguh unik suasana ketegangan dalam keluarga mereka. Menurut istri, sang suami tidak mencintainya karena tidak pernah menyatakan rasa cinta. Maka muncul keraguan, “Jangan-jangan dia hanya berpura-pura mencintaiku.” Sang istri sangat ingin mendengar ungkapan cinta dari suami, bahwa dirinya benar-benar dicintai dengan sepenuh hati.

Ternyata kekhawatiran istri ini tidak benar. Sang suami sangat tulus mencintai istrinya, namun dia tidak bisa mengekspresikan dengan kata-kata. Dia mengekspresikan cintanya dengan kerja keras, mencari nafkah, kesetiaan dan memberikan semua penghasilannya kepada istri. Baginya, itu sudah lebih dari cukup, ketimbang dia harus membuat puisi cinta berisi rayuan untuk istrinya.

Andai saja diungkapkan dengan verbal, maka sang suami tersebut ingin menjelaskan kepada sang istri, “Aku mencintaimu sepenuh hatiku. Namun aku tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.” Begitulah yang dijumpai pada banyak kalangan suami. Mereka makhluk rasional yang sangat kesulitan mengungkapkan perasaan secara verbal. Maka hendaknya para istri memahami hal ini, bahwa ungkapan cinta tidak harus dengan kata-kata. Mereka berusaha mengekspresikan cinta dengan perbuatan nyata.

Sejenak Melakukan Rehat

Bisa jadi mereka “terlalu serius” dalam menjalani kehidupan, kelelahan dan akhirnya dihinggapi kejenuhan. Hendaknya suami-istri mengambil waktu untuk cuti dari kesibukan kerja. Rekreasi; baik secara spiritual, emosional, ataupun intelektual. Menghabiskan waktu berdua untuk bercengkerama menikmati hari-hari yang sengaja dikosongkan dari semua agenda lainnya.

Suami harus belajar mengekspresikan cinta melalui berbagai tindakan nyata yang akan dinilai oleh istri sebagai romantisme dan pernyataan cinta. Jika tidak mampu mengungkapkan kata-kata mesra, maka bisa diganti dengan berbagai bentuk perhatian dan kejutan bagi istri tercinta. Hadiah kecil yang diperlukan istri setiap hari, akan membuatnya merasa diperhatikan. Mengertilah seni menyentuh hati, jangan kelewat rasional, sehingga bisa mengabaikan sentuhan perasaan dan hati. Menganggap istri hanya memerlukan materi; makan, pakaian dan tempat tinggal. Padahal istri adalah manusia yang lengkap dengan segala kebutuhan hidupnya, memerlukan pengertian, perhatian, cinta, dan kasih sayang.

Sebaliknya, para istri hendaknya bisa merasakan cinta suami yang terekspresikan melalui berbagai bentuk perbuatan nyata. Tidak ada lelaki sempurna yang bisa memenuhi semua tuntutan dan keinginan istrinya. Maka lihatlah berbagai sisi positif yang ada pada diri suami. Atas kerja kerasnya untuk mencukupi kebutuhan keluarga, atas jerih payahnya dalam usaha membahagiakan keluarga, atas kesungguhannya menunaikan kewajiban hidup sebagai kepala rumah tangga. Itu semua dilakukan atas nama cinta.

[Penulis: Cahyadi Takariawan, Trainer dan Konselor di Jogja Family Center. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Desember 2015]

 

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos