Kusambut Hidayah di Bangku Sekolah

Kusambut Hidayah di Bangku Sekolah

Hadila.co.id Namaku Bintang, lahir di Serengan, Solo. Di usia yang ke-28 tahun ini, aku merasa sudah memperoleh anugerah luar biasa tiada henti, yakni agama Islam. Dalam keluargaku terdapat dua keyakinan yang berbeda. Ayahku memeluk agama Islam, sedangkan ibuku Katolik. Sejak kecil, aku tumbuh dengan agama ibu, Katolik.

Hidayahku bermula sejak aku menginjak sekolah Menengah Atas, tepatnya di SMA Batik, Solo. Berbeda ketika di SD dimana saat pelajaram agama kelas selalu dipisah (pelajaran agama Islam di dalam kelas dan yang non muslim di ruangan lain), di SMA saya mengikuti pelajaran agama Islam. Lambat laun, aku merasakan sedikit ‘keresahan’.

Kisah Ibrahim bin Adham, Penebak Harga Surga

Mulai saat itu aku dapat belajar baca Alquran dan salat, meskipun agamaku masih Katolik. Dari belum bisa baca alif-ba-ta sama sekali hingga aku bisa jadi lancar. Hal itu karena kebiasaanku memperhatikan teman semeja membaca Alquran dan aku yang memperhatikan, bahkan aku tandai coret-coretan dalam Alquran. Akhirnya saya pun hafal dengan sendirinya.

Tak hanya aktvitas ibadah biasa, terdapat pula kegiatan seperti pengajian giliran di kelas. Kami juga seringkali diputarkan film-film tentang keajaiban Allah. Misalkan yang masih saya ingat seperti pohon yang rukuk. Lama-kelamaan, aku begitu takjub dan mulai mempercayainya. Aku pun meyakini bahwa Allah itu ada.

Anugerah Istimewa dari Allah saat Kehamilanku

Mula-mula, aku berniat ingin mengadakan pengajian di rumah bersama teman-teman dan guru sekolah. Ketika itu aku masih duduk dikelas satu SMA. Saat pengajian dimulai, aku sudah bertekad untuk pindah agama. Mereka yang hadir seperti para guru menjadi saksi atas syahadatku. Sejak saat itu aku menjadi lebih senang karena mendapatkan banyak teman yang care.

Saat aku menjalani salat, badan ini serasa teduh. Meski demikian sempat terbesit rasa berat ketika di rumah belum ada yang bisa membersamai ibadah. Meskipun ayahku seorang muslim, dia belum melaksanakan ibadah seperti yang dicontohkan. Jadi, aku harus terima resikonya. Apa-apa sendiri. Puasa sendiri, salat sendiri. Bahkan aku pernah mengajak orang tuaku untuk salat. Namun, ternyata tak semudah yang ku bayangkan. Aku berharap, orang tuaku dapat melaksanakan ibadah selayaknya muslim lainnya.

Menua di Masjid, Hidup Hanyalah Soal Waktu

Sejauh ini keluargaku baik-baik saja. Alhamdulillah, mama bertoleransi terhadap Islam. Namun, sampai sekarang aku masih seringkali didekati oleh orang non muslim untuk mengikuti organisasi yang berhubungan dengan keyakinanku dahulu. Kalau aku lihat disana mayoritas orangnya cerdas dan solid. Kalau yang nggak terlalu paham, pasti tertarik. Akhirnya aku mulai sedikit demi sedikit menjauhi mereka, meskipun tidak sampai kehilangan kontak.

Dulu aku sempat juga kerja jadi penyanyi di cafe. Disanalah aku memiliki pacar yang Nasrani. Ketika itu aku bisa mendapatkan uang banyak, namun bukan itu yang aku cari. Beruntung sekarang ada seseorang yang sudah menyadarkan aku dan selalu mengingatkanku ketika aku salah, pasanganku. Jika tidak, mungkin aku bisa terhidupi dengan uang haram.

Saat aku dipertemukan dengan pasanganku, aku berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik. Akhirnya aku mulai meninggalkan karirku sebagai penyanyi dan berpindah kerja. Meskipun sudah berubah, masih banyak yang menilai aku dari sisi buruk. Namun, hal itu tidak membuatku pesimis.

Meminta pada Allah Yang Maha Kaya

Pasanganku mengajariku untuk selalu bersedekah, menyisihkan 2,5% gaji kerjaku. Akupun telah membuktikan keajaiban sedekah. Ketika keadaan menghimpit, alhamdulillah selalu ada jalan. Meskipun itu tak banyak, tetapi tercukupi.

Aku makin bersyukur, dipertemukan dengan orang-orang yang begitu baik di kantor baru. Ketika Ramadan, kami menjalakan ibadah bersama. Seperti tadarus, membaca Alquran bersama dengan saling menyimak. Sejak saat itu pun aku tertarik mengenal Islam lebih dalam.

Muhasabah Diri, Bersyukur dengan Cara Berbagi

Pernah suatu ketika, aku ingin meminjam Alquran yang terjemahan. Namun, justru salah satu teman di kantor mengajakku ke sebuah pusat perbelanjaan. Tertariklah aku untuk membeli Alquran terjemahan. Namun tanpa diduga, ternyata temanku yang begitu baik telah membelikanku Alquran terjemahan.

Sejak membaca Alquran terjemahan, aku menjadi lebih mudah memahami Islam. Terkadang juga berdiskusi dengan teman-teman di kantor yang mayoritas beragama Islam. Aku telah membuktikan bahwa Islam adalah agama yang riil. Ya Allah, kuasa-Mu begitu nyata.

<fi>

 

 

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos