Kematian Dalam Perspektif Ananda

Kematian Dalam Perspektif Ananda

Oleh: Pravissi Shanti (Psikolog dari UM)

 

Beberapa waktu lalu, saat saya sedang duduk di ruang tunggu sebuah rumah sakit, tiba-tiba ada sebuah brankar lewat, dengan pasiennya yang tertutup seluruhnya dengan selimut, anak yang berada di samping saya, umurnya sekitar 5 tahun, langsung bertanya pada ibunya, “Mama, itu orangnya kenapa kok ditutup semua?”. Ibunya menjawab, “Soalnya sudah meninggal, Kak.” Si anak bertanya lagi, “Meninggal itu apa?” Dan ibunya kembali menjawab dengan enggan, “Meninggal ya meninggal, Kak. Sudah ini main HP saja.” Dialog itu menggambarkan jika kematian dalam perspektif ananda belum sepenuhnya dimengerti

Kematian. Sebagian besar orang menganggap membahas hal ini dengan anak-anak adalah hal yang berat. Bahkan di beberapa budaya, membahas kematian dianggap tabu. Padahal, di satu titik, pasti akan ada masa dimana anak akan berhadapan dengan hal ini. Setiap anak tentu memiliki pengalaman yang berbeda terkait kematian. Ada anak yang di usia sangat muda sudah harus melihat kematian dari orang terdekat, dan ada yang tidak pernah mengalaminya. Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orang tua?

Pertama, katakanlah yang sebenarnya. Jangan berbohong atau mengalihkan perhatian anak. Saat anak bertanya, mati itu apa? Jawablah dengan jujur. Jelaskan dengan bahasa yang dia pahami. Bahwa semua makhluk Allah Swt pasti akan mati, dan tidak ada yang tahu kapan waktunya. Mati adalah saat dimana kita sudah tidak bisa lagi makan, minum, ataupun bertemu dengan orang-orang lain. Sesekali mengajak anak ke makam untuk berziarah juga dapat membantu untuk menjelaskan kepada anak mengenai kematian.

Kedua, penerimaan anak terhadap hal ini bisa saja berbeda, tergantung pada usianya. Anak yang lebih kecil mungkin akan merasa bingung, dan ini adalah hal yang wajar. Selain itu, akan selalu ada kemungkinan bahwa anak menjadi takut dan cemas mengenai kematian, anak takut dia akan meninggal dan tidak bisa bermain lagi.  Tenangkan anak, dan biarkan mereka mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Hiburlah mereka agar kecemasannya berkurang. Bahwa kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan. Semakin besar, anak akan semakin memahami hal ini dan rasa bingung atau cemas mereka akan berkurang.

Ketiga, ada kalanya, penjelasan tentang kematian membuat anak menjadi takut kalau-kalau ayah atau bundanya meninggal, dan dia akan ditinggalkan.  Yakinkan anak bahwa kalaupun misalnya, qadarullah, hal itu terjadi, maka dia tetap akan dirawat dengan baik. Bahwa ayah dan bunda akan tetap sayang padanya walaupun dia tidak lagi bisa bertemu dengan ayah atau bunda.

Keempat, ajak anak untuk selalu berbuat baik kepada semua makhluk, selalu menghargai kehidupan, dan selalu ingat pada Allah Swt, sebagai bekalnya nanti saat kematian tiba. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi September 2018, Penulis: Pravissi Shanti (psikolog dari UM), sumber foto: wajibbaca.com>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos