Ibu Rumah Tangga atau Ibu Bekerja, Semua Pilihan Ada Konsekuensinya

Ibu Rumah Tangga atau Ibu Bekerja, Semua Pilihan Ada Konsekuensinya

Hadila.co.id Hidup adalah tentang pilihan, apapun yang dipilih pasti ada konsekuensi yang harus diterima. Diantaranya adalah ibu rumah tangga, setiap ibu pasti pernah diantara pilihan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya atau menjadi seorang ibu bekerja.

Dilema memilih antara ibu rumah tangga atau ibu bekerja pun juga saya alami, pilihan menjadi seorang ibu bekerja pun saya pilih. Dan tentu saja konsekuensi yang harus saya ambil adalah tidak bisa bersama dengan anak saya seharian penuh.

Meski demikian, saya tetap berjuang mengharap ridho Allah atas pilihan yang saya ambil.

Pentingnya Mengajarkan Anak untuk Konfirmasi agar Selalu Jujur dan Terbuka

Seperti hari-hari biasanya, saya berada di ruang ber-AC dengan 20 orang di dalamnya. Bercengkerama dengan layar monitor dan bergelut dengan setumpuk pekerjaan. Setiap hari, Senin sampai Sabtu, dari jam 07.30 sampai 15.30.

Ya, saya wanita pekerja. Memiliki tanggungjawab dan tuntutan yang sama dengan pekerja pria. Tidak ada diskriminasi. Sebagai editor pernaskahan, deadline kami ketat. Mau tidak mau, kami harus mengejar pernaskahan selesai tepat waktu.

Tak Perlu Takut Pasca Pensiun, dalam Islam Tak Ada Pensiun

Dibalik layar, saya adalah seorang ibu dari seorang anak yang sedang aktif bereksplorasi. Kami hidup tanpa asisten rumah tangga. Semua rutinitas pekerjaan rumah kami lakukan sendiri. Alhamdulillah, walaupun lelah melanda, suami kadangkala mau membantu “urusan belakang”. Apapun bantuannya, sebagai ibu rumah tangga sekaligus ibu bekerja, saya sangat terbantu.

Perdebatan tentang ibu pekerja dan ibu rumah tangga, masih sering muncul. Para ibu rumah tangga merasa lebih mulia karena disanalah kodrat wanita sesungguhnya, dan kami para ibu bekerja dianggap sebagai ibu yang tidak bertanggungjawab atas anak-anak dan rumah tangganya. Hadis pegangan para ibu itupun jelas dan shahih.

Mungkin mereka belum tahu rasanya menjadi ibu pekerja. Meninggalkan si kecil sejak masih bayi merah setelah masa cuti habis, sungguh bukan perkara yang mudah. Belum lagi setelah si kecil bisa berkata, menangis dan meminta agar ibu tetap tinggal di rumah semakin mengiris hati. Memang benar, di luar sana ada wanita-wanita yang lebih mengejar karir dan menganggap nya sebagai tuntutan atas gelar yang dia peroleh. Namun, saya yakin, tidak banyak wanita yang demikian.

Melahirkan Generasi Cemerlang yang Tangguh dan Lebih Baik

Saya ingat kelakar seorang teman bagaimana dia menyanggah kata-kata para ibu aktivis pro ‘ibu dirumah’ tersebut, jika tak ada ibu bekerja. “Ibu mau ke pasar di pasar adanya bapak-bapak kumisan semua? Ibu mau lahiran dibantu sama bapak bidan? Ibu sakit, disuntik KB sama pak dokter? Semua yang ibu temui di luar rumah hanya bapak-bapak?” Dan saya hanya ikut tertawa.

Sungguh, cita-cita saya pun ingin tinggal tenang di rumah. Memantau perkembangan anak sambil duduk di sampingnya, melihat rumah senantiasa rapi, melayani kebutuhan suami dengan sigap dan segera, mengabdi seutuhnya di dalam rumah demi ridho Allah.

Menjadi ibu rumah tangga atau menjadi ibu pekerja adalah pilihan. Dan pilihan itu mengantarkan kepada konsekuensi dan resiko. Semua ada positif dan negatifnya. Tinggal bagaimana kita me-manage pilihan kita itu menjadi pilihan yang mendekatkan diri kepada Allah.<Misb Chasanah>

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos