Hukum Membayar Zakat Fitrah dengan Uang Bukan Bahan Pokok

Hukum Membayar Zakat Fitrah dengan Uang Bukan Bahan Pokok

Hadila.co.id Zakat fitri (atau zakat fitrah menurut istilah sebagian ulama) yaitu zakat yang dikeluarkan pada saat menjelang hari raya, paling lambat sebelum shalat Idul Fitri, untuk mengenyangkan kaum fakir miskin saat hari raya, dan hukumnya wajib. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:

Yaitu zakat yang diwajibkan karena berbuka dari Ramadan (maksudnya: berakhirnya Ramadan). Dia wajib bagi setiap pribadi umat Islam, anak-anak atau dewasa, laki-laki atau perempuan, merdeka atau budak untuk mengeluarkan zakat fitrah. ( Fiqhus Sunnah, 1/412).

Beliau juga mengatakan:

Wajib bagi setiap muslim yang merdeka, yang memiliki kelebihan satu sha’ makanan bagi dirinya dan keluarganya satu hari satu malam. Zakat itu wajib, bagi dirinya, bagi orang yang menjadi tanggungannya, seperti isteri dan anak-anaknya, pembantu yang melayani urusan mereka, dan itu merupakan nafkah bagi mereka. ( Ibid, 1/412-413).

Batas Jarak Jamak Qashar, Panduan untuk Para Pemudik

Harta yang dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah makanan pokok di negeri masing-masing, kalau di negeri kita sebanyak (+/-) 2,5 Kg beras. Ini pandangan jumhur (mayoritas) imam madzhab seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal.

Mereka menolak pembayaran zakat fitrah dengan nilai harganya (uang), karena hal itu dianggap bertentangan dengan sunah nabi. Ini juga menjadi pandangan sebagian besar ulama kerajaan Arab Saudi, dan yang mengikuti mereka termasuk di tanah air. Tertulis dalam Al Mausu’ah:

Menurut pedapat Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, bahwasanya tidak boleh membayarkan harganya (pakai uang, pen), karena tidak adanya nash tentang hal itu, dan karena menentukan harga dalam urusan hak-hak manusia tidak diperbolehkan kecuali dengan keridhaan mereka, dan zakat fitrah bukanlah menjadi milik seseorang sampai diperbolehkan oleh keridhaannya. ( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 23/344).

Hukum Memakai Obat Asma, Tetes Mata, dan Telinga saat Puasa

Dasar pendapat ini adalah:

Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadan untuk setiap jiwa kaum muslimin, baik yang merdeka atau budak laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa, sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ biji-bijian. (HR. Muslim No. 984)

Hadits ini menunjukkan bahwa yang mesti dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah makanan pokok pada sebuah negeri, sebagaimana contoh dalam hadits ini. Maka, menggunakan nilai atau harga dari makanan pokok merupakan pelanggaran terhadap sunah ini. Demikian menurut pendapat golongan ini.

Namun para imam besar sejak masa salaf pun tidak sedikit yang membolehkan dengan uang. Seperti Imam Abu Hanifah, Beliau menyatakan bolehnya zakat fitri dengan uang.

Syarat i’tikaf, Rukun, dan Hukum Wanita yang I’tikaf di Masjid

Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:

Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan harganya, sama saja apakah sama dengan bendanya atau tidak, karena zakat adakah hak faqir, maka menurutnya tidak ada bedanya antara harganya atau zatnya. ( Fiqhus Sunnah, 1/413).

Disebutkan dalam Al Mausu’ah sebuah penjelasan yang amat bagus, sebagai berikut:

Pendapat kalangan Hanafiyah adalah bolehnya membayarkan harga dari zakat fitrah, bahkan itu lebih utama, agar faqir miskin lebih mudah membeli apa yang dia inginkan di hari raya, sebab dia tidak lagi membutuhkan gandum, tetapi yang dia butuhkan adalah pakaian, atau daging, atau lainnya.

Memberikannya gandum, akan menyulitkannya yang dengannya dia mesti berkeliling pasar untuk menjual kepada orang yang mau membelinya, sekalipun terjual dia menjualnya dengan harga rendah dari harga sebenarnya, semua ini jika dalam keadaan mudah dan gandum banyak ditemukan di pasar.

Ada pun jika dalam keadaan sulit, ketersediaan gandum begitu sedikit di pasar-pasar, maka membayarkan zakat fitri dengan makanan adalah lebih utama dibanding dengan harganya, dalam rangka menjaga maslahat orang faqir. ( Al Mausu’ah, 23/344-345).

Penjelasan Islam Mengenai Hukum I’tikaf, Apakah Wajib di Masjid?

Seperti dalam keadaan paceklik dan bencana alam, maka membayarkan zakat dengan uang justru tidak begitu bermanfaat, sebab yang mereka butuhkan saat itu adalah bahan makanan, atau makanan jadi, dan itu lebih mudah bagi mereka. Sebaliknya uang akan sulit dibelanjakan karena tidak adanya barang-barang dalam keadaan paceklik atau bencana. Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah mengatakan:

Membayarkan semua harganya adalah boleh menurut kalangan Hanafiyah, baik berupa dirham, dinar, fulus, atau barang berharga, atau apa saja yang dia mau, karena yang menjadi hakikat adalah kewajiban mencukupi kebutuhan orang faqir, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Penuhilah kebutuhan mereka, jangan sampai mereka berkeliling (untuk minta-minta) pada hari ini.” Dan, memenuhi kebutuhan mereka sudah tertutup dengan memberikan harganya, bahkan itu lebih sempurna, lebih cepat, dan lebih mudah, karena hal itu lebih dekat untuk mentunaikan kebutuhan, maka penjelasannya adalah bahwa nash menyebutkan adanya ‘ilat (sebab) yaitu memenuhi kebutuhan mereka. ( Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/2044).

Meneladani Cara Nabi Mendidik agar Anak Menjadi Pribadi yang Sukses dan Beriman

Ini juga pendapat Imam Sufyan Ats Tsauri, Imam ‘Atha, Imam Al Hasan Al Bashri, Imam Bukhari, Imam Muslim, dan juga sahabat nabi, seperti Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu dan Mughirah bin Syu’bah Radhiallahu ‘Anhu, membolehkannya dengan nilainya, sebab yang menjadi prinsip adalah terpenuhi kebutuhan fakir miskin pada hari raya dan agar mereka tidak meminta-minta pada hari itu.

Sebagaimana hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma: 

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitri, Beliau bersabda: “Penuhilah kebetuhan mereka pada hari ini.” (HR. Ad Daruquthni, 2/152).

Safar yang Diperbolehkan untuk Tidak Puasa saat Ramadan

Dalam riwayat lain:

Penuhilah kebutuhan mereka, jangan sampai mereka berkeliling (untuk minta-minta) pada hari ini. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7528, Hadits ini didhaifkan oleh para ulama, seperti Imam Ibnu Hajar. (Bulughul Maram No. 628, Mawqi’ Ruh Al Islam), Imam An Nawawi (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/126), Syaikh Al Albani. (Tamamul Minnah, Hal. 388).

Dari riwayat ini, bisa dipahami bahwa yang menjadi substansi adalah terpenuhinya kebutuhan mereka ketika hari raya dan jangan sampai mereka mengemis. Pemenuhan kebutuhan itu bisa saja dilakukan dengan memberikan nilai dari kebutuhan pokoknya, atau juga dengan barangnya.

Apalagi untuk daerah pertanian, bisa jadi mereka lebih membutuhkan uang dibanding makanan pokok, mengingat daerah seperti itu biasanya tidak kekurangan makanan pokok.

Salat Sebagai Penolong Seorang Muslim di Dunia Akhirat

Ini juga menjadi pendapat dari Imam Abul Hasan Al Mawardi Rahimahullah seorang ulam Syafi’iyyah:

Memenuhi kebutuhan dapat terjadi dengan membayarkan harganya, sama halnya dengan membayarkan yang asalnya. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, Al Hawi fi Fiqh Asy Syafi’i, 3/179).

Imam Badruddin Al ‘Aini Rahimahullah, seorang imam dalam madzhab Hanafi mengatakan:

Kemudian, ketahuilah pada dasarnya dalam masalah ini membayarkan harga dalam zakat adalah boleh menurut kami, begitu pula dalam membayar kaffarah, zakat fitri, al ‘asyr (kaffarat sumpah dengan memberikan makanan 10 orang faqir miskin, pen), pajak tanah, dan nadzar. ( ‘Umdatul Qari, 9/8)

Imam Al ‘Aini juga menyebutkan perkataan banyak ulama yang membolehkan seperti Sufyan Ats Tsauri, Asyhab, Ath Thurthusi, Ibnu Habib, Al Bukhari, dan beliau pun juga menyebutkan pihak yang melarang seperti Asy Syafi’i dan Malik, lalu akhirnya menguatkan pendapat kebolehan membayar zakat dengan uang sebagai pendapat yang lebih kuat. (Ibid)

Jangan ‘Merasa Paling’, karena Kita Hanya Makhluk Allah

Ini juga pendapat Al Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdil Aziz. ( Al Mughni, 3/65). Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat kepada gubernur Bashrah agar mengambil zakat kepada pegawainya sebesar setengah dirham. (Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 3/174).

Al Hasan mengatakan: tidak apa-apa membayar zakat fitri dengan dirham. (Ibid)

Abu Ishaq berkata: Aku melihat manusia menunaikan zakat di bulan Ramadhan dengan dirham yang senilai dengan makanan. (Ibid)

Dari ‘Atha katanya: dahulu zakat fitri dibayar dengan warq (uang perak), tapi dia tidak menyukainya. (Ibid).

Imam Abur Rabi’ Sulaiman bin Abdil Qawwi mengatakan bahwa pendapat mereka tentang kebolehan bayar zakat dengan harganya merupakan pendapat yang sangat kuat. ( Syarh Mukhtashar Ar Raudhah, 3/731)

Ancaman Allah untuk Orang yang Tidak Puasa Tanpa Udzur

Imam Zainuddin Abu Abdillah Ar Razi juga mengatakan kebolehan membayarkan harga dari zakat fitrah, kaffarat, kharaj (pajak tanah), nadzar, sedangkan hadyu dan qurban tidak boleh. ( Tuhfatul Muluk, 1/125).

Sebagaian ulama kontemporer, seperti Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullahu Ta’ala membolehkan dengan uang, jika memang itu lebih membawa maslahat dan lebih dibutuhkan oleh mustahiq, tapi jika tidak, maka tetaplah menggunakan makanan pokok.

Ini juga pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hanya saja beliau membicarakannya bukan dalam konteks zakat fitrah tapi zakat peternakan, bolehnya dibayarkan dengan uang jika memang itu lebih membawa maslahat, jika tidak ada maslahat, maka tetap tidak boleh menggunakan uang (harganya).

Batas Jarak Jamak Qashar, Panduan untuk Para Pemudik

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah, salah satu guru dari Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, dia berkata:

Hal itu boleh menurut Abu Hanifah Rahimahullah, dan ini menjadi kecenderungan pendapat Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, tetapi dengan syarat bahwa hal itu lebih bermanfaat, dan dalam hal ini Imam Al Bukhari dan lainnya berdalil dengan dalil-dalil yang kuat. ( Fatawa wa Rasail Samahatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 4/30)

Maka, memperolok-olok pendapat “bolehnya zakat fitrah dengan harganya” (juga sebaliknya) adalah sikap tidak berakhlak, tidak menghormati pendapat ulama, sekaligus menunjukkan kedangkalan fiqihnya. Karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang tidak tahu khilafiyah fiqih, maka orang tersebut belum mencium aroma fiqih.”

Meski bisa saja kita tidak menyetujui pendapat zakat fitri dengan uang ini, namun sangat tidak benar mencela para ulama yang mendukung pendapat ini; sebab mereka adalah para imam salaf, dan imam bagi kaum muslimin yang mesti dijaga kehormatannya. Memang  hanya orang besar yang mampu menghormati orang besar Wallahu A’lam. <Ustadz Farid Nu’man, Pembina Pesantren Quran Subulun Najjah Depok/ alfahmu.id>

Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC
Fanpage: https://facebook.com/ustadzfaridnuman
Kunjungi website resmi: alfahmu.id

 

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos