Sejarah dan Asal Mula Dakwah Islam di Papua

Sejarah dan Asal Mula Dakwah Islam di Papua

Oleh: Mukhamad Shokheh, MA (Dosen Sejarah Unnes)

Tanah Papua secara geografis terletak pada ujung timur Indonesia. Tidak banyak yang tahu mengenai realitas sosioreligi masyarakat di wilayah yang dikenal sebagai bumi cenderawasih ini.

Banyak orang di luar, beranggapan bahwa Papua identik dengan Kristen. Anggapan itu muncul karena minimnya informasi tentang Islam di Papua selama ini.

Sementara opini yang diterima hanya tentang Papua yang Kristen. Padahal realitasnya, Papua justru memiliki tradisi Islam yang telah berlangsung lama, jauh lebih lama dibandingkan dengan agama-agama yang lain.

Toni Victor M. Wanggai menyatakan bahwa Islam masuk ke Papua dibawa oleh Kesultanan Bacan di Maluku melalui kontak perdagangan, budaya dan politik.

(Baca juga: Jejak Musik Gambus di Nusantara)

Selanjutnya pada abad XVI di bawah Kesultanan Tidore, Islam mulai terlembaga ke dalam struktur kerajaan di Kepulauan Raja Ampat. Pada saat yang sama, berdiri juga kerajaan lain di daerah Fakfak dan Kaimana, antara lain Namatota, Rumbati, dan Patipi.

Ali Athwa (2004) menyebutkan bahwa jalur masuknya Islam ke Papua melalui Maluku. Menurutnya pemuka-pemuka pesisir di Papua memeluk Islam karena pengaruh dari Kesultanan Islam Bacan pada tahun 1520. Sedangkan Frederick Jusuf Onim (2006) berpendapat Islam masuk ke Papua pada abad XVII.

Di tengah perbedaan pendapat tentang waktu kedatangan Islam di Papua, hampir semua peneliti bersepakat bahwa Islam diyakini telah ada sebelum masuknya Katolik dan Protestan di wilayah ini.

Bukti Peninggalan Sejarah

Dakwah Islam pada masa awal di Papua berlangsung lambat, berbeda dengan wilayah-wilayah lain di Nusantara. Namun hal ini bukan berarti tidak ada aktivitas syiar Islam di wilayah ini. Syiar Islam tetap berjalan. Bukti keberadaan jejak Islam di Papua, dapat diketahui dari tradisi lisan masih terjaga sampai hari ini berupa cerita.

Selain itu terdapat living monument berupa makanan Islam yang dikenal di masa lampau yang masih bertahan sampai hari ini di Papua kuno di desa Saonek, Lapintol, dan Beo di distrik Waigeo.

Adanya interaksi Islam dengan penduduk di Papua dapat diketahui dari bukti-bukti tekstual yang ditemukan di wilayah ini.

Di daerah Fakfak, terdapat delapan manuskrip yang diperkirakan berusia 800 tahun berbentuk kitab dengan berbagai ukuran yang diamanahkan kepada raja Patipi XVI. Salah satu dari manuskrip adalah sebuah mushaf tua berukuran 50 cm x 40 cm.

Sedangkan keempat kitab lainnya, salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadis, ilmu tauhid, dan kumpulan doa. Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1912 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari Samudra Pasai. Adapun ketiga kitab lainnya ditulis di atas daun koba-koba, pohon khas Papua yang mulai langka saat ini.

Islam telah berkembang selama berabad-abad di Papua. Hal ini dibuktikan dengan adanya artefak tiang-tiang kayu yang diyakini sebagai sokoguru masjid yang telah keropos di Desa Darembang Kampung Lama.

Selain itu ditemukan Masjid Tunasgain di Fakfak Timur, Masjid Tubirseram di Kabupaten Fakfak, dan Masjid Patimburak. Masjid Patimburak didirikan tahun 1870 di tepi teluk Kokas, yang dibangun oleh Raja Wertuer I. Masjid Patimburak memiliki kubah mirip gereja Eropa klasik dengan interior dalam mirip masjid kuno di Jawa.

Memanggil Papua Kembali ke Fitrah Islam

Islamisasi di Papua terus berjalan meski tidak seekspansif misi dan zending Protestan. Dakwah Islam di Papua mulai tertata baik setelah Indonesia merdeka dan Irian Jaya (Papua) bergabung ke wilayah Republik Indonesia. Sejak tahun 1960-an akhir sampai tahun 1970-an datang transmigran Jawa ke wilayah ini.

Selain itu, perantau asal Bugis, Buton, dan Makasar juga berdatangan ke Papua sehingga sekaligus mengenalkan Islam lebih intensif kepada penduduk setempat, seperti Suku Dani di Wamena.

Proses percepatan dakwah di Papua juga didukung oleh kehadiran militer beragama Islam yang bertugas tahun 1960-an. Sementara itu, organisasi dakwah baru didirikan guna lebih menunjang proses dakwah di Papua, seperti Islamic center, dan YAPIS pada tahun 1980an.

Support dakwah juga diberikan oleh Panti Asuhan Muhammadiyah, Hidayatullah, dan NU. Hingga kini keberadaan Islam itu bisa dilihat nyata di hampir semua daerah di Papua. Beberapa perkampungan Muslim dapat dijumpai di Sorong seperti Waigeo, Misool, Doom, Salawati, dan di Teminabuan.

Di Manokwari ada di Baboo dan Teluk Arguni. Di Jayapura bisa ditemukan di Walesi, Hitigima, dan Kurima. Perkampungan Islam juga dijumpai di daerah Kaimana, Teluk Bintuni, Raja Ampat, Fatagar, dan Mamote.

Saat ini dakwah di Papua sudah melibatkan penduduk asli sebagai dai. Juru dakwah asli Papua juga sudah bermunculan. Ustaz Fadlan Garamatan, seorang dai asli Papua hingga kini aktif menyebarkan dakwah Islam di Bumi Cenderawasih.

Keturunan Raja Patipi ini membangun pesantren di Bekasi (Jawa Barat) untuk anak-anak Papua. Beliau terus berjuang mempersiapkan generasi baru Papua.

Generasi masa depan yang bersiap menyambut era baru, memberikan sentuhan Islam dan menjadikan Papua semakin maju sejajar dengan wilayah lain. Insya Allah. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Januari 2018>

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos