Bulan Ramadan Setan Dibelenggu, Lalu Kenapa Manusia Masih Ada yang Berbuat Maksiat?

Bulan Ramadan Setan Dibelenggu, Lalu Kenapa Manusia Masih Ada yang Berbuat Maksiat?

Hadila.co.id “Sebagian hadits menyebutkan bahwa setan dibelenggu ketika Ramadhan. Bagaimana mengkompromikan hal ini dengan realitas bahwa kejahatan tetap banyak terjadi pada Ramadhan yang dilakukan orang berpuasa dan yang tidak berpuasa?”

Jawab dari Syaikh ‘Athiyah Saqr – Mufti Mesir pada zamannya: “Al Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika datang Ramadhan maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan syetan-syetan dibelenggu.” Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dalam Shahihnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika datang malam pertama bulan Ramadhan setan jin yang durhaka dibelenggu …”

Tips Membangunkan Anak untuk Sahur

Sesungguhnya kenyataan yang sebenarnya, adalah tetap adanya maksiat  pada bulan Ramadan dan selainnya, maka mesti dikompromikan antara hadits-hadits shahih dengan kenyataan yang tampak ini.  Para pensyarah (penjelas) mengatakan: Bahwa diikatnya setan bermakna mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap orang yang berpuasanya benar, sempurna,  dan bagus, yang di dalamnya meliputi semua adab-adab seperti menjaga lisan, pandangan, dan perbuatan lahiriyah seluruhnya dari maksiat. Hal ini merupakan jawaban dari hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya, maka Allah tidak membutuhkan aktifitas meninggalkan makan dan minumnya.”

5 Trik Jitu agar Anak Semangat Puasa

Dan dikatakan pula: “Yang dimaksud dengan setan yang dibelenggu adalah yang durhaka dan lalim dari kaum mereka (Jin), sebagaimana hadits Ibnu Khuzaimah. Ada pun selain mereka tidaklah dibelenggu, maka dari itu terjadilah maksiat yang dilakukan manusia.” Atau maksudnya pula adalah: “Bahwa semua setan terbelenggu dengan artian melemah akifitasnya, dan tidaklah dia menjadi kuat jika diikat dan dibelenggu.” Atau maksudnya adalah: “Bahwa maksiat yang disebabkan dari setan menjadi tercegah, sedangkan maksiat yang ada adalah disebabkan jiwa yang buruk yang memerintahkan pada kejelekan (amarah bis suu’), kebiasaan yang jelek, atau setan dalam bentuk manusia.” Dari sini kita melihat bahwa hadits-hadits tersebut tidaklah bertentangan dengan kenyataan ketika kita memahaminya dengan pemahaman yang benar. Dan hal itu, bukan berarti  kita suka memalingkan berbagai pandangan terhadap  nash-nash agama, sehingga tidak ada lagi keraguan terhadap agama, atau penyimpangan pemikiran dan perilaku.” (Fatawa Darul Ifta’ Al Mishriyah, 9/253) <Ust. Farid Nu’man Hasan>

Kunjungi juga Telegram Ust.Farid Nu’man Hasan di https://telegram.me/UstadzFaridNuman

(Sumber: Alfahmu.id)

 

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos