Bukan Sejak Dini, Inilah Saat Paling Tepat Mengenalkan Kompetisi Pada Anak

Bukan Sejak Dini, Inilah Saat Paling Tepat Mengenalkan Kompetisi Pada Anak

Hadila.co.id — Berkompetisi memiliki beberapa kebaikan. Meski demikian, ada banyak hal yang juga perlu diwaspadai, terlebih jika kompetisi diberlakukan kepada anak usia terlalu dini. Hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk memperkenalkan kompetisi pada anak tersebut? Simak wawancara kami dengan Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, Motivator Parenting Internasional, Trainer Pelatihan Orangtua PSPA, direktur Auladi Parenting School dan penulis buku-buku parenting.

Apakah mengenalkan kompetisi itu perlu dalam pengasuhan anak?

Yang perlu kita pertanyakan sebelum menjawab pertanyaan itu adalah; apa tujuan dari kompetisi itu sendiri? Setelah menemukan jawabannya, kemudian kembalikan pada anak sebagai pelaku apakah tujuan tersebut sesuai bagi mereka.

Memperkenalkan kompetisi pada anak tentu perlu, tetapi kapan menjadi perlu? Pada saat apa menjadi perlu? Perlu dipahami. Semua ada porsinya, sehingga tidak overdosis.

Di Australia dan beberapa negara maju lainnya, sampai anak usia 12 tahun belum dianjurkan berkompetisi atau mengikuti lomba-lomba. Karena kompetisi tentu saja memunculkan nilai kemenangan dan kekalahan. Sedangkan otak anak dibawah usia 12 belum nyampe. Dalam otak anak kemenangan itu konkret, tetapi belajar menerima kekalahan itu abstrak (abstraksinya belum sempurna).

Itulah mengapa di negara maju, tidak diberlakukan ranking dalam pendidikan formal. Karena ketika ada batasan ranking atau beberapa level juara dalam sebuah kompetisi, selebihnya adalah anak-anak yang kalah dan merasa kalah.

Berarti, waktu ‘dini’ atau tepatnya anak berkompetisi adalah di usia 12 tahun ke atas?

Idealnya seperti itu. Karena tahapannya, pada 12 tahun pertama usia anak, hal yang lebih utama dikembangkan pada diri anak adalah nilai kerja sama. Di Jepang kompetisi-kompetisi bagi anak-anak di bawah usia 12, pasti sifatnya beregu dan biasanya relatif sangat mudah untuk dimenangkan. Karena nilai yang ingin dan sesuai untuk ditanamkan melalui kompetisi tersebut adalah nilai kerja sama. Jangan sampai anak ketika dewasa hanya memahami menang-kalah dalam setiap permasalahan. Bukan konsep saling mengisi.

Tidak semua yang terlalu dini selalu bagus. Sebagaimana Rasulullah Muhammad Saw memerintahkan mengajarkan salat kepada anak di usia 7 tahun, dan menghukumnya jika tidak melaksanakan pada usia 10 tahun; pasti memiliki maksud.

menanamkan jiwa kompetisi pada anak

Lalu bagaimana menanamkan nilai-nilai positif yang ada pada kompetisi, semisal karakter daya juang tinggi (struggle), lebih awal?

Melatih kreativitas, empati, dan nilai-nilai positif lain sejak dini, tidak selalu harus dengan mengikutkannya dalam kompetisi. Semua nilai-nilai tersebut bisa diajarkan melalui bermain. Karena memang masanya bagi mereka di usia tersebut adalah bermain.

Percaya diri, sebenarnya adalah sifat dasar anak. Anak/ bayi mana yang tidak percaya diri? Pantang menyerah, dari kecil semua anak itu pantang menyerah. Semua bayi kalau melihat pohon pasti ingin memanjat, kalau melihat air tergenang pasti ingin nyemplung, konkretnya. Namun sayangnya, ketika anak-anak yang sedang ‘belajar’ tersebut melakukan itu semua, apa yang orangtua lakukan? Main pasir, orangtua katakan kotor. Main air, orangtua katakan sakit. Dari kecil keberanian mereka sudah dihancurkan, diputus oleh orangtua mereka sendiri dengan berbagai larangan dan batasan. Di situ masalahnya.

Dengan bermain mereka belajar banyak hal. Belajar untuk tidak dominan (selalu menang), sehingga tidak dijauhi teman-temannya, misalnya. Belajar berbagi, bekerja sama, berkata-kata, empati dan banyak lagi.

Bagaimana dengan kompetisi yang realitanya banyak diselenggarakan bagi anak di usia di bawah 12? Apa yang harus diperhatikan?  

Bagi saya, semua anak memiliki keunggulannya masing-masing. Dan itu tidak pas untuk dikompetisikan, karena belum tentu setiap keunggulan itu bisa dinilai dengan angka.

Kebijakan untuk mengikutkan anak di bawah usia 12 dalam kompetisi ada pada orangtuanya. Harus hati-hati dan penuh pertimbangan. Jika memang sekadar memperkenalkan anak kepada kompetisi sebagai pengalaman, maka harus memperhatikan beberapa hal berikut.

Pertama, pastikan format kompetisinya membuat semua anak juara atau semua anak mendapatkan apresiasi. Kedua, kompetisi lebih baik pada hal yang bersifat mengembangkan skill, bukan pada adu kemampuan, misalnya; kerudung termanis hari ini, kerudung terapi, dan lain-lain. Ketiga, kompetisi lebih ‘aman’ yang bersifat beregu. Keempat, pendampingan orangtua untuk meng-counter hal-hal negatif dari kompetisi.

Bagi anak usia 12 tahun ke atas, struktur otak sudah lengkap sehingga sudah mampu berkompetisi, menyerap nilai-nilai sportivitas dan nilai-nilai lainnya. Namun meski demikian, pendampingan tetap diperlukan. Karena inti pembelajarannya yaitu bahwa kompetisi bukan yang terpenting dalam hidup mereka. Yang terpenting adalah mereka mampu mengoptimalkan kemampuan mereka. Hidup tidak hanya untuk kesuksesan melainkan juga untuk kebahagiaan. []

Redaksi
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos