Bahaya Makanan Haram

Bahaya Makanan Haram

يَا كَعْبُ بْنُ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنْ سُحْتٍ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ.

“Wahai Kaab bin ‘Ujrah, sungguh tidak masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari sesuatu yang haram. Neraka lebih pantas baginya.”

Matan hadis ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman, Kitab Al-Mathaa-im Wa Al-Masyaarib Wa Maa Yajibu At-Tawarru’ ‘Anhu Minhaa, Pasal Ketiga Fii Thiib Al-Math’am Wa Al-malbas Wa Ijtinaab Al-haraam Wa Ittiqaa’ Asy-Syubuhaat: 5377. Dengan redaksi yang sedikit berbeda, matan ini, juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, dalam Musnad Al-Muktsirin Min Ash-Shahaabah, Musnad Jaabir bin Abdillah Radhiya Allaah ‘Anhu: 15284. Al-Albani menilai hadis ini shahih. Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahihah Wa Syai’ Min Fiqhihaa Wa Fawaa-idihaa: 2609.

Matan hadis ini merupakan potongan dari rangkaian petuah Rasulullah Saw kepada sahabatnya, Kaab bin ‘Ujrah Ra. Ia berisi ancaman bagi orang yang memakan makanan haram. Ancaman tersebut ialah tidak masuk surga. Bahkan, beliau Saw mengatakan “Neraka lebih pantas untuknya.” Ya, ancaman yang sangat tegas, tanpa basa-basi.

Bisa jadi, inilah rahasia yang menjadikan Abu Bakar As-Shiddiq Ra selalu berhati-hati terhadap apa yang beliau makan. Beliau berusaha hanya makan makanan yang halal. Jika telanjur menelan apa yang beliau ketahui sebagai sesuatu yang haram, beliau memuntahkannya. Bukhari menceritakan, “Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya. Abu Bakar biasa makan dari kharraj itu. Pada suatu hari dia datang dengan sesuatu, yang akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak berkata, ‘Apakah Anda tahu dari mana makanan ini?’ Abu Bakar bertanya, ‘Dari mana?’ Dia menjawab, ‘Dulu pada masa jahiliah aku pernah menjadi dukun yang menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku hanya menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan buatku. Nah, yang anda makan saat ini adalah hasil dari upah itu. Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya hingga keluarlah semua yang dia makan.”

Tentu petuah ini bukan hanya untuk Kaab bin ‘Ujrah Ra dan Abu Bakar Ash-Shiddiq Ra saja, tapi untuk semua orang yang beriman. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, “Sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman dengan apa yang Dia perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman, Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui terhadap apa yang kalian kerjakan. Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.”

Petuah ini menjaga martabat manusia yang memang sejak semula dicipta sebagai makhluk mulia. Petuah ini melindunginya agar tidak tersungkur dalam kenistaan dunia dan akhirat. Hal ini dikarenakan, orang yang makan makanan haram, pada hakikatnya jatuh ke dalam dua kehinaan, kehinaan dunia dan kehinaan akhirat. Di dunia, dia tak beda jauh dengan orang kafir yang bersenang-senang dan makan-minum sebagaimana binatang. Ya, binatang tak mengenal halal dan haram. Begitu juga orang kafir. Sedangkan di akhirat, kelak akan merasakan siksaan neraka. Allah Swt berfirman, “Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” [Q. S. Muhammad (47): 12]

Ancaman tidak masuk surga dan akan disiksa dengan api neraka, mengisyaratkan bahwa makan makanan haram merupakan dosa besar. Dosa yang pelakunya harus bertaubat kepada Allah Swt. Selama dosa ini belum diampuni, ia akan menjadi penghalang bagi terkabulnya doa. Rasululllah Saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, mencontohkan seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh; rambutnya kusut serta berdebu; dan dia menengadahkan kedua tangannya ke langit (berdoa), “Ya Rabb.” “Ya Rabb,” padahal makanannya haram; pakaiannya haram; minumannya haram; dan dibesarkan dari hal yang haram. “Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” kata beliau.

Petuah yang singkat ini layak untuk terus-menerus diingat dan diulang untuk membangun kesadaran banyak orang. Terlebih untuk mereka yang hidup di penghujung jaman. Saat itu, banyak orang yang tak peduli dengan hartanya: apakah ia diperoleh dengan cara halal atau haram. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, “Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman. Saat itu seseorang tidak peduli dengan cara apa dia mendapatkan hartanya. Apakah dengan cara halal atau haram.” Wallaahu a’lam bish-shawwab.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha

Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Maret 2016]

 

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos