Warisan Arsitektur Islam di Nusantara

Warisan Arsitektur Islam di Nusantara

Oleh: Mukhamad Shokheh (Dosen Sejarah Unnes)

 

Agama Islam telah berkembang sejak 14 abad silam. Selama kurun waktu tersebut, Islam telah ikut mewarnai  sejarah kehidupan umat manusia, baik dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan teknologi, sosial, politik, budaya maupun seni.

Dalam bidang seni arsitektur, Islam mewariskan sejumlah karya berharga. Karya ini terus bertahan sampai sekarang. Jejak kejayaan Islam dapat dilacak dari peninggalan arsitektur Islam dari berbagai negara di belahan dunia. Sebagai contoh Istana Al Hambra dan Masjid Cordoba di Spanyol, Istana Topkapi di Istambul Turki, Kota Firouzabad di Iran yang dibangun dengan memadukan  arsitektur Islam dan Persia.

Peninggalan arsitektur Islam ini tidak hanya terpusat di jazirah Arab sebagai tempat lahirnya kebudayaan Islam, tetapi juga menyebar ke wilayah lain. Di antaranya  ke arah barat seperti  Mesir, Spanyol, Maroko. Selain itu  Islam juga  menyebar arah timur seperti Mesopotamia, Persia, Turki, Cina, serta Nusantara.

 

Asitektur Islam

Karya-karya seni Islam terus mengembangkan diri selama proses islamisasi di Nusantara. Sehingga, selama perkembangannya, karya seni Islam menjelma ke berbagai bentuk. Dalam bidang arsitektur, peninggalan yang sangat berharga, yaitu arsitektur bangunan masjid yang merupakan perpaduan antara seni bangun dari berbagai kawasan dunia Islam dan kebudayaan setempat.  Bangunan masjid tersebut memiliki ciri khas sebagai berikut:  terdapat tanah lapang (alun-alun), terletak di tengah kota atau dekat dengan istana, terdapat menara sebagai tempat menyerukan panggilan salat, di dalam masjid terdapat barisan tiang yang mengelilingi tiang induk yang disebut soko guru, beratap tumpang, halaman masjid dikelilingi pagar tembok dengan satu atau dua pintu gerbang, serta mempunyai denah bujur sangkar. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan Masjid Agung Cirebon, Masjid Agung Banten, dan Masjid Menara Kudus yang mengadopsi kebudayaan setempat.

 

Melihat peran dan tempat masjid dalam perkembangan peradaban di Nusantara dan Jawa pada khususnya, maka bangunan ini menjadi suatu elemen struktur bagi pembentukan pusat kota dengan istana dan alun-alun sebagai bagian yang komplementer. Kota tua di Jawa yang hingga kini masih dapat dilihat strukturnya adalah Demak, Kudus, dan Kota Gede. Bagian Kota Demak meninggalkan petunjuk tentang gagasan kota negara. Hal ini tampak dari keberadaan kawasan yang kini disebut Kauman, Pecinan, dan Siti Hinggil. Struktur pusat negara Demak merupakan indikasi penting konsep pusat kota di Jawa setelah memudarnya kekuasaan Majapahit di Jawa Timur.

Kudus merupakan salah satu kota penting yang menandai transformasi sebuah peradaban dari Hindu menuju Islam. Hal ini sebagaimana terlihat dari bangunan kompleks masjid dan makam Sunan Kudus. Sebagaimana kita ketahui, Sunan Kudus dalam sejarah dikenal sebagai salah satu Wali Sembilan yang berpengaruh pada kerajaan Demak dan Pajang pada sekitar awal abad ke-16. Kompleks Kudus ini meliputi wilayah lebih dari 5.000 meter persegi. Masjid Kudus nampak istimewa karena memiliki struktur bentar dan paduraksa yang menerus menembus ruang utama masjid.

Masjid dan makam dari tatanan bangunannya bersifat saling mendukung. Makam ditempatkan sebagai bagian dalam dengan masjid sebagai latar depannya. Masjid dan makam menjadi satu sistem tata ruang yang mencolok ditemukan di mana para wali penyebar Islam dikuburkan. Struktur ruang makam Sunan Kudus misalnya, dibangun dengan dinding keliling bata merah. Tata ruang yang berlapis dan membentuk segi empat oleh dinding batu bata merah menunjukkan prosesi yang jelas memperlihatkan penting dan terhormatnya wilayah makam. Dalam perspektif rekonstruksi kota tradisional Jawa, masjid dan makam merupakan salah satu unsur pentingnya. Kompleks  masjid dan makam ini merupakan struktur yang terus menerus dipelihara masyarakatnya.

       Dengan demikian, konsep arsitektural Islam awal tidak hanya mengandalkan pendirian sebuah bangunan semata, atau kemegahan menjulang tanda kejayaan, tidak pula rayuan artistik ornamentasi yang rumit, melainkan ada nilai ilahiah di dalam meletakkan dan menunjukkan di mana sebuah bangunan akan didirikan. Terbukti bahwa memasukinya tidak semata disuguhkan pemandangan yang kosong tanpa makna, tidak pula sekadar hiasan estetis yang memikat mata dan jiwa, tetapi juga ada pahala yang berlipat bagi mereka yang meyakininya. Wallahu a’lam bishawab. <>

 

Makam dan Nisan

Makam dan nisan merupakan salah satu warisan seni Islam di bumi nusantara. Biasanya, makam dan nisan yang indah karena perawatannya ditempati oleh keluarga raja, raden, atau orang-orang saleh dan berilmu yang sudah meninggal. Nisan bertuliskan identitas meliputi nama, keluarga, dan waktu lahir serta wafat.

Di antaranya, makam-makam raja atau para ulama penyebar agama seperti makam wali sembilan. Di Gresik Jawa Timur Nisan Fatimah binti Maimun menjadi salah satu bukti sejarah masuknya Islam di nusantara dengan identitas waktu 475 Hijriyah (1082 M). <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Agustus 2018>

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos