Tidak Semua Penyakit bisa Menjadi Udzur Puasa, Sakit Seperti Apa yang Boleh Tidak Puasa?

Tidak Semua Penyakit bisa Menjadi Udzur Puasa, Sakit Seperti Apa yang Boleh Tidak Puasa?

Hadila.co.id Sakit adalah salah satu ‘udzur, halangan, bagi seseorang yang membuat orang sakit boleh tidak berpuasa, dan mengganti puasanya di hari lain. Meski begitu perlu diperhatikan apakah sakit Anda benar-benar harus menjadi udzur untuk meninggalkan puasa?

Apakah sakit seperti batuk, pilek, atau penyakit-penyakit ringan lainnya juga bisa dikategorikan sebagai udzur puasa? Bagaimana pendapat ulama terdahulu mengenai hal ini? apakah semua penyakit dapat dijadikan sebagai udzur puasa?

5 Tips Ngabuburit Asyik Bersama Buah Hati

Sakit Bagaimanakah Yang Membolehkan Seseorang Tidak Berpuasa?

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

“Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain” (QS. Al-Baqarah: 184)

Ada pun orang yang tidak berpuasa tanpa alasan, tanpa adanya ‘udzur, itu adalah salah satu dosa besar.

Hukum Berbekam, Donor Darah, dan Cabut Gigi saat Berpuasa

Imam Adz Dzahabi Rahimahullah berkata:

“Orang-orang beriman telah menetapkan bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit dan tidak ada alasan, maka dia lebih buruk dari perampas, pezina, peminum khamr, bahkan diragukan keislamannya, dan mereka menyangka orang tersebut adalah zindik dan telah copot keislamannya.”

(Dikutip oleh Imam Al Munawiy, Faidhul Qadir, 4/211)

Makna Maridh (Sakit)

Sakit dalam ayat di atas ada dua pendapat para ulama. Pertama, Semua macam penyakit atau rasa sakit yang disebut “sakit”.

Imam Ath Thabariy Rahimahullah berkata:

Yaitu semua sakit yang dinamakan “keadaan sakit“. (Tafsir Ath Thabariy, 2/915)

Rajut Silaturahim dan Beri Inspirasi, PP Salimah Gelar Buka Bersama dengan Anak Yatim

Bahkan walau sekedar penyakit dijari jemari. Padahal ini penyakit yang ringan.

Imam Ath Thabariy Rahimahullah menceritakan dari Tharif bin Syihab Al ‘Atharidiy:

“Bahwa dia (Tharif) masuk ke rumah Muhammad bin Sirin di bulan Ramadhan, dan Muhammad bin Sirin sedang makan dan dia tidak menanyakannya. Tatkala selesai makan, Ibnu Sirin berkata: “Jariku yang ini sakit.”

(Ibid. Imam Al Qurthubi juga menceritakan dalam tafsirnya, 2/276)

Sebagian salaf mengikuti pendapat ini seperti ‘Atha bin Abi Rabah, Imam Bukhari, dan lainnya. Juga didukung oleh kelompok zhahiriyah (tekstualis), seperti Imam Daud, dan Imam Ibnu Hazm.

Keluar Air Mani Sendiri dan Tanpa Syahwat, Membatalkan Puasa atau Tidak?

Syaikh Muhammad ‘Ali Ash Shabuniy Hafizhahullah berkata: “Kelompok Tekstualis (ahli zhahir) mengatakan, secara mutlak (umum) penyakit dan safar itu membolehkan untuk berbuka puasa walau jenis perjalanan yang dekat dan sakit yang ringan, sampai-sampai rasa sakit di jari dan gigi geraham.”Hal ini diriwayatkan dari ‘Atha dan Ibnu Sirin.

(Rawa’i Al Bayan, 1/156)

Alasan mereka adalah ayat tersebut tidak menyebut sakit yang bagaimana, tapi hanya menyebut maridhan (keadaan sakit). Maka, ini menunjukkan bahwa sakit yang dimaksud adalah umum baik yang ringan dan berat. Pendapat ini nampak begitu “menggampangkan” tanpa membedakan penyakit ringan atau berat. Pokoknya, selama namanya sakit maka seseorang sudah boleh tidak berpuasa.

Tidur Setelah Sholat Subuh, Haram Makruh atau Mubah?

Kedua,Penyakit berat yang jika dia berpuasa maka dia sangat bersusah-payah dan bisa semakin parah penyakitnya atau semakin lama sembuhnya.

Inilah sakit yang boleh bagi seseorang untuk tidak berpuasa. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama.

Syaikh Muhammad ‘Ali Ash Shabuniy Hafizhahullah berkata: “Mayoritas ahli fiqih mengatakan bahwa sakit yang dibolehkan berbuka adalah sakit yang berat, yang jika dia puasa akan membawa bahaya bagi jiwanya, atau bertambah sakitnya, atau khawatir jadi lama sembuhnya.” (Rawa’i Al Bayan, 1/156).

Bulan Ramadan Setan Dibelenggu, Lalu Kenapa Manusia Masih Ada yang Berbuat Maksiat?

Ada yang memberikan batasan bahwa “sakit berat” itu adalah sakit yang membuat seseorang tidak mampu berdiri untuk shalat.

Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah berkata: “Jika seorang yang sakit tidak mampu shalat secara berdiri, maka dia boleh berbuka.” (Tafsir Ath Thabariy, 2/915). Ini juga dikatakan oleh Ibrahim An Nakha’iy.

Sementara Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah pernah di tanya: “Kapankah orang sakit boleh berbuka?” Dia menjawab: “jika dia tidak mampu (puasa).” Ditanyakan lagi: “semacam demam?” Beliau menjawab: “Sakit apa pun yang lebih berat dari demam.” (Al Mughni, 6/149).

5 Trik Jitu agar Anak Semangat Puasa

Manakah Yang Dipilih?

Pendapat mayoritas ulama, yaitu sakit yang beratlah yang pantas bagi seseorang berbuka, sakit yang bisa membuat payah, dan semakin lama sembuhnya jika dia berpuasa, maka ini pendapat yang lebih aman dan hati-hati.

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan: “Sakit yang dibolehkan untuk berbuka adalah sakit keras yang bisa bertambah parah karena puasa atau dikhawatiri lama sembuhnya.

Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah mendukung pendapat ini, Beliau mengatakan tentang standar sakit yang boleh berbuka puasa:

“Yaitu sakit berat yang jika puasa beratnya semakin parah atau khawatir dia celaka, atau khawatir dengan puasa akan menambah sakit atau memperlama kesembuhan. Jika seorang puasa tidaklah mendatangkan mudharat baginya seperti sakit kudis, 1sakit gigi, jari, bisul, dan yang semisalnya, maka ini tidak boleh berbuka.”

Tips Menjaga Kesehatan saat Ramadan, agar Tetap Maksimal dalam Beribadah

*(Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/75. Maktabah Al Misykah)*

Imam Ibnu Jarir Ath Thabariy Rahimahullah berkata:

“Pendapat yang benar dalam masalah ini menurut kami adalah bahwa penyakit yang Allah izinkan untuk berbuka dan diganti di hari lain, adalah orang yang berpuasa begitu berat perjuangannya, maka semua yang seperti ini saat puasa maka dia hendaknya ganti dihari lain.”

Syaikh Muhammad ‘Ali Ash Shabuniy Hafizhahullah berkata:

“Aku katakan bahwa apa yang dikatakan mayoritas ulama itulah yang shahih, bisa diterima akal, dan merupakan pendapat yang bagus. Sebab, hikmah dari adanya rukhshah (keringanan) adalah agar orang sakit itu mendapatkan kemudahan. Dan keringanan tidak akan muncul kecuali disaat adanya masyaqqah (berat, susah, payah), maka kepayahan apa yang dimunculkan dari sakit sekedar di jari jemari, demam ringan, atau sakit ringan?” (Rawa’i Al Bayan, 1/157)

Pendapat inilah yang lebih hati-hati dan aman, karena Allah Taala berfirman:

”Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.“ (QS. At Taghabun (64): 16)

Jadi, selama masih ada kesanggupan maka berpuasalah. Jangan menyerah begitu saja hanya karena penyakit ringan.

Demikian. Wallahu a’lam. <Farid Nu’man Hasan>

Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC
Fanpage: https://facebook.com/ustadzfaridnuman
website resmi: alfahmu.id

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos