Tak Sekadar Perayaan Pernikahan

Tak Sekadar Perayaan Pernikahan

Oleh: Ustaz Tamim Aziz, Lc., M.P.I. (Pengasuh Pesantren Ulin Nuha Slawi – Tegal)

 

أَعْلِنُوا النِّكَاحَ

 “Umumkanlah pernikahan.”

Matan hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya: 16130;  Ibnu Hibban dalah Shahih-nya: 4066; Al-Hakim dalam Mustadrak-nya: 2748; dan Baihaqi dalam As-sunan Al-Kubra:14686. Ia merupakan potongan matan hadis yang terdapat dalam Sunan Ibnu Majah: 1895.

Isi matan hadis ini adalah seruan tegas Rasulullah Saw kepada umatnya untuk menginformasikan peristiwa pernikahan kepada khalayak ramai. Penyebaran informasi ini hukumnya wajib. Pengumuman ini tidak cukup hanya terbatas pada dua orang saksi saat akad nikah saja. Cakupan keumumannya lebih luas dari itu. Dengan penyebaran informasi diharapkan masyarakat tahu bahwa telah terjadi ikatan yang halal dan legal antara dua anak manusia yang berlainan jenis. Dengan demikian tidak akan muncul praduga negatif dan fitnah terhadap kehormatan yang tak ‎diinginkan.

Allah Swt telah menakdirkan rasa saling cinta dan butuh antara pria dan wanita menjadi bagian dari tabiat manusia. Ia tumbuh dan berkembang menjadi salah satu hajat insani yang harus dipenuhi sebagaimana hajat insani yang lainnya. Allah Swt telah berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang.” (Q.S. Ali Imran (3): 14).

Hajat insani ini tidak bisa dipenuhi secara asal begitu saja. Muslim harus memenuhi hajat hidupnya dengan cara bermartabat, sesuai syariat. Bukan dengan cara-cara kebinatangan. Allah Swt berfirman, “Dan orang-orang yang kafir menikmati kesenangan dan mereka makan seperti hewan makan, dan nerakalah tempat tinggal bagi mereka.” (Q.S. Muhammad (47): 12)

Satu-satunya cara untuk memenuhi hajat ini secara bermartabat ialah dengan menikah. Karena itu, Rasulullah Saw menyerukan kepada setiap pemuda yang sudah siap, baik secara usia, biologis, maupun finansial, untuk segera menikah. Tak ada cara lain. Rasulullah Saw bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Wahai para pemuda, siapa yang sudah mampu menikah di antara kalian hendaklah menikah. Siapa yang tidak mampu hendaklah berpuasa, karena puasa menjadi pelindung baginya.”

Pernikahan inilah yang menjembatani hubungan antara pria dan wanita, yang pada mulanya haram, manjadi halal. Tanpa itu, hubungan mereka akan selamanya tetap haram. Oleh sebab itu, pernikahan bagi seorang muslim menjadi peristiwa sakral sekaligus spesial. Ia menjadi momen ceria penuh bunga. Ia layak dimeriahkan dan dirayakan. Pada saat yang sama, legalitas hubungan mereka harus diketahui oleh khalayak. Di sinilah dua kepentingan bertemu, perayaan dan pengumuman pernikahan.

Dua hal ini menyatu dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan. Ya, inilah pentingnya resepsi, untuk perayaan dan pengumuman sekaligus. Resepsi ini lazim disebut sebagai walimatul ‘urs (bukan walimatul ‘ursy). Istilah ini merupakan gabungan dari dua kata, walimat dan al-‘urs. Walimat berarti jamuan makan pada momen kegembiraan. Al-‘urs berarti perkawinan dan pernikahan. Tentang pentingnya resepsi ini, Rasulullah Saw pernah bersabda kepada Abdurrahman bin Auf Ra, sesaat setelah dia menikahi salah seorang wanita dari Anshar, sebagaimana diceritakan oleh Bukhari dan Muslim, “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing.”

Warna perayaan pada walimatul ‘urs bukan saja terletak pada pesta makan-makannya saja. Lebih dari itu, ajaran Islam membolehkan adanya tabuhan rebana dan nyanyian-nyanyian untuk mengumumkan pernikahan. Tentang hal ini, Rasulullah Saw pernah bersabda sebagaimana ‎diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Nasa’i, dan Ahmad, “Pemisah antara yang halal dan yang haram adalah tabuhan rebana dan nyanyian di dalam pernikahan.”

Perayaan ini merupakan bentuk pemuliaan terhadap mempelai. Hampir semua doa-doa yang dilantunkan tertuju untuk keberkahan dan kelanggengan pernikahan mereka. Baarakallaahu laka wabaaraka ‘alaika wajama’a bainakumaa fii khair. “Semoga Allah memberikan berkah untukmu; semoga Dia melanggengkan berkah atasmu; dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan.” Wallaahu a’lam. <>

 

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos