Tak Ada Gading yang Tak Retak  

Tak Ada Gading yang Tak Retak   

“Semua manusia banyak bersalah. Sebaik-baik yang banyak bersalah ialah orang-orang yang banyak bertobat.”

Matan hadis ini terdapat dalam Sunan Tirmidzi pada Kitab Abwab Shifat Al-Qiyamat War-Raqaiq Wal-Wara’, Bab ke-49: 2499. Terdapat juga dalam Sunan Ibnu Majah pada Kitab Az-Zuhd , Bab Dzikr At-Taubah: 4251. Al-Albani menilai bahwa hadis ini berderajat hasan. (lihat Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir: 4515).

Makna hadis ini sangat jelas. Ungkapannya ringkas. Bahasanya tegas. Untuk memahaminya tak perlu harus banyak memeras nalar. Ia berisi tentang tabiat manusia yang sering terjerembab dalam kesalahan dan tentang bagaimana cara bangkit dari keterjerembaban tersebut dan memperbaiki kesalahan. Arahan hadis ini ialah agar manusia tetap menjadi makhluk mulia kendati sering salah dan alpa. Tak ada gading yang tak retak

Tak ada gading yang tak retak. Ungkapan yang pas untuk menggambarkan tabiat manusia. Tidak ada yang sempurna. Semua punya aib. Karena itulah, muncul ruang dan peluang untuk berbuat dosa. Tentu, dengan pengecualian para nabi dan rasul yang terjaga dari berbuat dosa.

Tentang tabiat manusia ini, Rasulullah Saw pernah bersabda dalam hadis shahih sebagaimana dituturkan oleh Imam Muslim “Demi Zat yang jiwaku ada ditangan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah benar-benar akan menghilangkan kalian, dan pasti akan mendatangkan suatu kaum yang mereka akan berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka.”

Tak ada gading yang tak retak. Manusia sama sekali berbeda dari malaikat. Para malaikat selalu tunduk dan taat, tak sekalipun membangkang pada perintah Allah Swt. Tentang hal ini, Allah Swt berfirman, “Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (Q.S. An-Nahl (16): 50)

Dalam kehidupan sosial, tabiat manusia ini harus dipahami oleh setiap orang. Ini penting, agar semua bisa ‘memaklumi’ dan menerima orang-orang di sekelilingnya dengan apa adanya. Menerimanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Tidak adil, jika seseorang mau menerima kelebihan dan kebaikan orang lain, namun tidak mau memaklumi kekurangan dan keburukannya, padahal kita semua manusia bukan malaikat.

Tak ada seorangpun yang terjaga dari dosa selain para nabi dan rasul. Bahkan, jika dicari hingga ke ujung dunia sekalipun, karenanya ungkapan ‘Tak ada gading yang tak retak’ sudah sesuai. Yang berbeda ialah kadar kebaikan dan dosanya. Ada yang kebaikannya lebih banyak. Ada yang kebaikannya seimbang dengan dosanya. Ada pula yang kebaikannya lebih sedikit. Sa’id bin Musayyab pernah menuturkan sebagaimana dikutip oleh Imam Malik “Tidak ada seorangpun dari orang terhormat, orang alim atau orang yang memiliki kelebihan kecuali dia memiliki aib. Namun, di antara mereka ada yang tidak pantas disebut-sebut aibnya. Siapa yang kelebihannya lebih banyak daripada kekurangannya, kekurangannya tertutupi oleh kelebihannya.”

Tak ada gading yang tak retak, karenanya jangan mudah membeberkan dan menghujat aib orang. Setiap kita punya aib. Bisa jadi dia lebih baik daripada kita dan apa yang kita kira. Lebih baik kita menutupi kesalahan-kesalahannya sembari kita introspeksi diri.

Semoga, dengan begitu, Allah Swt menutupi semua aib kita. “Siapa yang menutup aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat,” sabda Rasulullah Saw sebagaimana dituturkan oleh Muslim. Karena itu, tak mengherankan jika terdapat atsar yang mengatakan, “Bahagia bagi orang yang disibukkan dengan aibnya sendiri tidak dengan aib orang lain.”

Matan hadis yang tengah kita perbincangkan ini tidak sekadar bicara tentang tabiat manusia yang kerap salah. Namun, juga membicarakan pentingnya tobat, agar manusia kembali bermartabat. Ini artinya, kendati kesalahan merupakan tabiat manusia dan menutupi aib orang lain merupakan akhlak mulia, bukan berarti harus ada pembiaran terhadap dosa dan kesalahan.

Juga bukan berarti pembenaran bagi manusia untuk terus bergelimang dalam kemaksiatan. Tidak. Tidak seperti itu. Sebaliknya, manusia harus bertobat atas dosa dan kesalahannya. Manusia harus bangkit dari kesalahan, kembali ke jalan yang benar, bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan memohon ampunan kepada Allah Swt.

Dengan begitu, dosa dan kesalahannya akan diampuni oleh Allah Swt. “Susulilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya dia akan menghapusnya,” perintah Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad. Wallaahu a’lam.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., Pengasuh Pondok Pesantren Ulin Nuha Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dimuat di Majalah Hadila Edisi Mei 2017]

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos