Minta Komisi Makelar dari Pembeli dan Penjual, Bolehkah?

Minta Komisi Makelar dari Pembeli dan Penjual, Bolehkah?

Hadila – Assalamu alaikum Hadila, profesi saya adalah makelar. Kadang dagangan saya tanah, kadang sepeda motor. Apakah sebagai makelar, saya boleh meminta bagian kepada kedua belah pihak? Pihak penjual dan pembeli. Atau hanya boleh meminta kepada salah satu pihak? Terima kasih . (Dwi 08962781xxx)

 

Oleh: Ustaz Fahrudin Nursyam (Pengasuh Ponpes Abi Umi, Boyolali)

Waalaikumussalam Wr. Wb. Saudara penanya yang dirahmati Allah. Tindakan membantu menjualkan atau membelikan barang untuk seseorang disebut dengan istilah samsarah (makelaran), yang berarti upaya untuk menjadi perantara antara penjual dan pembeli.

Sedang pelakunya  disebut simsaar (makelar atau broker). Atau disebut juga dallal (penunjuk),  karena dialah yang menunjukkan dan mencarikan untuk si penjual orang yang mau membeli barangnya dan mencarikan untuk si pembeli orang yang menjual barang yang dibutuhkannya.

Tindakan samsarah atau berprofesi sebagai simsaar atau makelar, menurut para ulama hukumnya diperbolehkan. Sebagai konsekuensinya, upah, komisi atau bonus yang diperolehnya juga berarti halal.

Hukum bolehnya samsarah dan komisi yang diterima simsaar didasarkan pada beberapa argumentasi.

Pertama, tindakan ini masuk kategori muamalah sehingga yang berlaku adalah kaidah, “hukum asal dalam masalah muamalah dan akad adalah sah dan halal, sampai ada hal yang membatalkannya atau adanya dalil yang mengharamkannya.” Sedang dalil yang mengharamkannya tidak ada, maka kembali kepada hukum asal untuk muamalah yaitu boleh dan halal.

Kedua, adanya kebutuhan terhadap tindakan ini. Karena banyak yang tidak tahu cara menjual barang dengan cepat, sedang ia butuh uang cepat untuk suatu keperluan yang bersifat darurat. Banyak juga yang tidak bisa melakukan tawar menawar dalam jual beli, sehingga dikhawatirkan ia akan tertipu dan merugi saat melakukan pembelian. Banyak pula orang yang tidak mampu mencari dan meneliti spesifikasi dan kualitas barang yang hendak dibelinya. Atau tidak punya waktu untuk melakukan sendiri proses jual beli yang hendak dilakukannya. Di sinilah diperlukan seorang simsaar atau makelar.

Ketiga, pekerjaan samsarah serta upah atau komisi dari transaksi pekerjaan itu dibolehkan karena mendatangkan manfaat bagi pembeli, penjual, dan simsaar itu sendiri. Selama dilakukan dengan cara yang makruf dan saling rida. Sedangkan para ulama telah sepakat bahwa meraih manfaat tanpa menimbulkan mudarat tertentu hukumnya adalah boleh dan halal.

Karena ketiga pertimbangan di atas, mayoritas ulama membolehkannya. Imam Bukhari berkata, “Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim An Nakha’i dan Hasan Al Bashri berpendapat bahwa upah untuk makelar hukumnya tidak apa-apa.”

Berkenaan dengan mekanisme profesi makelar dan  upah atau komisi yang diterimanya, maka para ulama memasukkannya pada akad ju’alah (yaitu akad untuk mewujudkan suatu manfaat yang menurut prasangka kuat dapat diwujudkan, dengan kompensasi yang sudah ditentukan di awal) yang dimaksud dengan manfaat yang memungkinkan untuk diwujudkan adalah seperti menjual rumah hingga laku terjual, mencari rumah hingga berhasil membelinya, menggali sumur hingga keluar airnya dan lain sebagainya. Sedang kompensasi, upah atau komisinya harus jelas dan disepakati di awal untuk diberikan setelah direalisasikannya manfaat yang diharapkan.

Para ulama sepakat membolehkan akad di atas berdasarkan firman Allah Swt,  “Penyeru-penyeru itu berkata, ‘Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya,”” (Q.S. Yusuf [12] : 72).

Seorang makelar dalam Islam hendaklah memenuhi kualifikasi sebagai berikut;

Pertama, ia orang sudah berpengalaman di bidangnya agar tidak membahayakan kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

Kedua, ia orang yang jujur, tidak menipu salah satu pihak demi keuntungan pihak yang lain. Ia harus menjelaskan kelebihan dan kekurangan barang atau produk yang hendak ditransaksikan tanpa melebih-lebihkan atau mengurangi.

Ketiga, ia tidak boleh menjadi perantara untuk menjual atau membeli sesuatu yang tidak halal untuk diperjual-belikan, dimiliki, atau diambil manfaatnya.

Jika ketiga syarat di atas terpenuhi, maka boleh bagi seorang makelar untuk membuat kesepakatan dengan penjual saja, atau dengan pembeli saja, atau dengan keduanya bahwa dia akan mengambil komisi dari penjual saja, atau pembeli saja atau dari keduanya secara bersama-sama atas usahanya ini.

Mengenai besaran komisi, tidak ada batasan tertentu dalam syariat. Yang penting telah menjadi kesepakatan dan persetujuan pihak-pihak yang terlibat dan tidak keluar dari standar umum atau batasan yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang. Artinya penetapan besaran komisi itu dapat memberi keuntungan yang pantas bagi makelar atas usaha dan kerja kerasnya untuk menyelesaikan proses jual beli antara penjual dan pembeli, serta tidak mendatangkan mudarat kepada penjual atau pembeli atas pembayaran komisi yang diberikan kepada makelar. Wallahu a’lam bishawab.<>

 

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos