MEMAHAMI PARTAI POLITIK ISLAM

MEMAHAMI PARTAI POLITIK ISLAM

Oleh : Dr. Muqoddam Cholil, MA (Dosen STDDI Al Hikmah Jakarta)

 

Tahun 2018 ini Indonesia sedang memasuki tahun politik. Terdapat 20 partai politik yang diakui negara untuk bersaing dalam Pemilu tahun 2019. Umat Islam ini hendaknya mengetahui karakteristik setiap partai tersebut agar pada pemilu tahun depan itu dapat memilih partai yang sesuai dengan agama Islam. Umat Islam hendaknya juga memahami partai politik Islam.

Pengertian partai dari segi bahasa adalah sebagaimana menurut Al-Khalīl ibn Ahmad dalam kitabnya Al-‘Ain, partai yaitu setiap kelompok yang mempunyai keinginan dan tujuan yang satu, partai juga berarti pendukung seseorang dalam mengikuti pendapat, atau setiap kaum yang bersatu dalam cita-cita dan amal perbuatan.

Pengertian partai menurut istilah adalah satu kelompok masyarakat yang disatukan oleh arah, sasaran, dan tujuan yang sama. Dalam istilah modern, partai politik diartikan dengan sekelompok warga negara yang mempunyai tujuan dan pemikiran yang sama, dan mereka mengatur urusan mereka untuk mencapai tujuan, dengan cara-cara yang menurut mereka dapat mencapai tujuan tersebut. Di antara mereka ada yang berusaha meraih kedudukan dan kekuasaan politik dalam lingkungan masyarakat mereka. Berdasarkan pengertian secara bahasa dan istilah tersebut, maka istilah partai ini kemudian difahami sebagai partai politik dalam pengertian yang berkembang pada waktu ini.

Pengertian partai menurut syarīah bukan sesuatu yang asing dalam politik Islam. Partai yaitu perkumpulan dan kerjasama antar manusia dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan melarang dalam kemungkaran, pengertian ini diterima oleh Islam bahkan sangat penting bagi umat Islam. Oleh karena itu, sudah seharusnya ada satu jamaah yang bersatu menegakkan yang benar dan memberantas kemungkaran. Di dalam Alquran dan sunnah, istilah partai digunakan dalam dua bentuk :

Pertama, partai dengan makna yang terpuji sebagaimana firman Allah Swt, “Dan, barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman menjadi walinya (tempat memberikan sokongan dan ketaatan), maka sesungguhnya partai Allah (hizbullāh) itulah yang pasti menang.” (Q.S. Al-Māidah (5): 56)

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Rasulullah berdoa kepada Allah pada hari perang Ahzab dari kejahatan pasukan kafir, dengan mengatakan : Ya Allah yang menurunkan al-Kitab, yang mempercepat perhitungan, dan yang mengalahkan parti-parti (ahzāb), kalahkanlah mereka, goncangkanlah mereka, dan menangkanlah kami atas mereka!” Sahih al-Bukhari, bab Berdoa kepada Allah Swt untuk mengalahkan kaum Musyrikin.

Nabi Muhammad Saw adalah pembangun negara Islam pertama. Pada waktu itu Madinah terdiri dari berbagai kabilah dan kepercayaan. Kemudian Nabi Muhammad saw menetapkan undang-undang antara Muhajirin dan Ansar termasuk juga di dalamnya orang-orang Yahudi beliau mengakui kepercayaan mereka dan harta bendanya dan membuat syarat-syarat yang mesti dipatuhi. Komunitas masyarakat Islam awal itu ternyata telah diatur mengikuti aturan-aturan hukum yang paling lengkap. Mereka sebagaimana disifatkan oleh Allah dengan hizbullah.

Dalam perkembangan umat Islam, partai politik Islam di ujung bumi mana saja tidak boleh menyeleweng dari hukum Islam sebab ia merupakan mata rantai perjuangan Islam yang dimulai sejak zaman Nabi Muhammad Saw dan sahabat-sahabatnya. Banyaknya pemimpin Islam sekarang ini yang berlomba-lomba mendirikan partai, sesungguhnya justru merupakan fenomena baik jika visi dan misi perjuangannya menumpukan kepada tegaknya keadilan, persamaan di depan hokum, dan menegakkan hak-hak asasi manusia sesuai dengan ajaran Islam. Islam jelas tidak akan menabrak fitrah dan hati nurani manusia melainkan mereka yang telah mengidap penyakit-penyakit jahiliah.

Partai ini dinilai baik dan terpuji apabila ditegakkan di atas jalan Allah dan Rasul-Nya yaitu jalan yang lurus serta menjadikan orang-orang yang beriman itu sebagai pemimpinnya. Berjuang demi tegaknya syariat Islam di muka bumi.

Kedua, partai dengan makna yang buruk dan dikecam. Sebagaimana  firman Allah Swt, “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka tetaplah engkau anggap ia musuh. Karena sesungguhnya kampanye setan-setan itu tidak lain untuk mengajak anggota partainya (hizbu al-syaitan) menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Q.S Fatir (35): 6)

Partai setan, menurut ayat di atas adalah sebuah partai yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Allah Swt, jauh dari petunjuk, mengikuti hawa nafsu dan cenderung memusuhi Islam. Penguasaan setan jelas dalam visi, misi, dan tujuan-tujuannya. Termasuk dalam katagori ini adalah partai komunis dan partai-partai sekuler.

Begitu pula ketika Allah Swt menguak sejarah keberadaan partai-partai pada suatu masa dan umat terdahulu, ada yang ditolak dan ada pula yang diterima. Oleh karena itu, ukuran perbedaan antara keduanya, ditolak atau diterimanya sesuatu partai politik menurut tinjauan syariat, bukanlah terletak pada istilah hizb (partai) itu sendiri, tetapi pada kandungan, visi, misi, tujuan, sasaran, dan asas yang mendasari didirikannya partai tersebut. Sebab kaum musyrikin dengan asas kemusyrikannya adalah sebuah partai, akan tetapi partai itu ditolak dan dikecam oleh Allah. Begitu juga kaum sekuler yang mengikuti bisikan-bisikan setan dengan asas sekulernya juga sebuah partai. <Dimuat di Majalah Hadila Edisi Oktober 2018, sumber foto: pxhere.com>

 

Eni Widiastuti
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos