Memahami Makna Ilaah (bagian 1)

Memahami Makna Ilaah (bagian 1)

 

Hadila.co.id — Kita masih berada di dalam bab besar kajian tentang Makna Syahadatain. Mengkaji makna Ilaah dan mencoba untuk menggali rahasia dibalik penggunaan kata ini dalam redaksi kalimat syahadat.

Makna ilaah dari bentuk fi’il (kata kerja)nya. Jika kita membuka kamus besar Bahasa Arab, kita akan temukan kata kerja dari kata ilaah yaitu aliha-ya’lahu yang memiliki beberapa makna, di antaranya:

Pertama, tenang/tenteram bersamanya

Jika kita memakai makna ini maka kalimat laa ilaaha illallah bisa kita artikan sebagai; Tidak ada yang dapat memberikan ketenangan dan ketenteraman kecuali Allah. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah (dzikrullah) hati menjadi tenteram” [Q.S. Ar Ra’du: 28]

Maka, bagaimana mungkin kaum beriman terjangkiti penyakit galau dan gelisah akan kehidupan dunia, sedangkan sifat demikian adalah tabiat kaum kuffar yang tidak mengenal Allah dan tidak menyakini perjumpaan dengan-Nya; “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya di neraka karena apa yang telah mereka lakukan. “ [Q.S. Yunus: 7-8]

Pada umumnya sifat manusia adalah haluu(senang berkeluh kesah), kecuali mereka yang mengenal Allah; “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila dia mendapat kebaikan dia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat” [Q.S. Al Ma’arij: 19-22]

Kedua, memohon perlindungan

Maka kalimat laa ilaaha illallah bisa kita maknai; Tidak ada yang dapat memberikan perlindungan kecuali Allah. Keyakinan fundamental akan perlindungan Allah Swt yang bersifat mutlak haruslah dimiliki setiap orang yang beriman, agar dia tidak memohon perlindungan kepada selain-Nya. Bukankah minimal sebanyak 17 kali kita mengucapkan iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin, hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan. Lantas mengapa masih banyak kita temukan sebagian kaum muslimin meminta pertolongan kepada dukun, paranormal, tukang santet, jin, arwah, batu-batu besar, pohon-pohon besar, dan tempat-tempat lain yang dikeramatkan? Rusaklah akidah kita jika kita melakukan hal-hal demikian.

Jin adalah makhluk (ciptaan Allah). Dalam konteks ini ia serupa dengan manusia. Sama-sama tidak memiliki kekuatan untuk menolong yang lain kecuali dengan izin Allah, padahal Allah mengatakan dengan sangat tegas; “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” [Q.S. Al Jin: 6]

Ketiga, yang dituju karena rindu kepadanya

Maka makna kalimat laa ilaaha illallahu berarti; Tidak ada yang dituju karena rindunya kecuali Allah. Dari sinilah kita memahami semboyan, “Allahu ghoyatuna, Allah tujuan kami”. Mereka yang menjadikan Allah Swt sebagai tujuan, pastilah tidak ada satu pun urusan yang mampu memalingkannya dari Allah. “Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan Tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.

Keempat, paling dicintai

Maka kalimat laa ilaah illallahu memiliki makna; Tidak ada yang paling dicintai kecuali Allah”. Allah lah yang paling kita cintai, bukan anak-anak, istri, keluarga, harta benda, rumah tinggal, kebun dan ladang, kendaraan, dan lain-lain. Bukan berarti kita tidak boleh mencintai hal-hal tersebut, akan tetapi cinta kepada mereka tidak boleh mengalahkan cinta kita kepada Allah. “Adapun orang-orang yang beriman adalah lebih mencintai Allah Swt (daripada apapun)” [Q.S. Al Baqarah: 165]

Cinta pastilah merenggut pengorbanan. Mereka yang mengaku mencinta, tetapi enggan berkorban adalah tong kosong nyaring bunyinya. Kelak cinta kepada Allah dan RasulNya akan memaksa kita untuk mengorbankan segalanya termasuk jiwa.“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [Q.S. At Taubah: 24]

Dan berkorban adalah memberikan yang terbaik; usia terbaik, waktu terbaik, harta terbaik, kemampuan/ potensi terbaik, bahkan jiwa terbaik. Bukan usia/ waktu sisa (setelah pensiun), harta sisa (setelah tidak disukai), kemampuan sisa atau jiwa sisa (setelah tua renta).

Jika kita memahami empat makna ilaah di atas, kita akan memahami makna pengabdian (ubudiyyah) kepada Allah. Karena makna puncak dari kata aliha-ya’lahu adalah mengabdi kepadanya; “Tidak ada Dzat yang diabdi kecuali Allah”.

bersambung ke bagian 2

[Oleh: Ustaz Suhari Abu Fatih | Pegiat Sosial dan Dakwah]

Redaksi
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos