Kesadaran dan Dukungan, Kunci Tumbuh Bersama Pasangan

Kesadaran dan Dukungan, Kunci Tumbuh Bersama Pasangan

Hadila.co.id—Kesadaran dan dukungan diperlukan dalam membangun keluarga. Sebab keluarga (suami-istri) akan terus mengalami perubahan, bertumbuh seiring waktu. Bahkan terkadang muncul masalah-masalah pada prosesnya, karena tidak seiringnya pasangan.

Apa hakikat Tumbuh Bersama Pasangan? Bagaimana masing-masing harus bersikap? Berikut ini wawancara kami dengan Dr. H. Zaim Uchrowi, mantan Pemimpin Redaksi Republika dan Dirut PT. Balai Pustaka.

Apa hakikat dan konsep ‘Tumbuh’ Bersama Pasangan dalam sebuah keluarga?

Kita harus meyakini bahwa setiap orang butuh terus bertumbuh. Konsepnya, hari ini harus lebih baik dari kemarin. Karena hakikatnya, tumbuh akan membawa kebaikan bagi semua. Sebagaimana hadist Rasulullah Saw, “Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”

Setiap orang punya kecenderungan masing-masing. Biarkan kecenderungan itu tumbuh tanpa dipatahkan. Dalam konteks Tumbuh Bersama Pasangan, pada titik tertentu ada semacam ‘persaingan’. Bukan persaingan sesungguhnya, karena fokusnya ada pada sisi  ‘bertumbuh’ itu sendiri. Disini suami-istri perlu saling support.

Karakter hubungan saya dengan istri lebih dekat dengan pola hubungan Muhammad-Khadijah, dibanding Muhammad-Aisyah, yaitu cenderung hipogami (istri lebih unggul dalam beberapa hal). Dimana istri saya juga berkembang secara karir, sebagaimana Khadijah yang investor bisnis perdagangan antar bangsa pada zamannya. Namun kemudian saat kami masing-masing memaksimalkan diri bertumbuh bersama, semua menjadi berjalan beriringan.

Berarti secara urgensi apakah Tumbuh Bersama Pasangan itu perlu? Karena beberapa pasangan terlihat baik-baik saja, saat (hanya) salah satu yang ‘melejit’.

Sangat perlu. Karena jika tidak, suatu hari valensi (titik penyatuan)nya akan berbeda jauh. Maka ngobrolnya, perspektifnya akan berbeda. Cenderung tidak nyambung. Hal-hal kecil itu dapat bersifat menjauhkan. Awalnya mungkin baik-baik saja, namun perbedaan yang begitu mencolok bisa memunculkan ketidakharmonisan.

 

Perlukah Tumbuh Bersama Pasangan ini kemudian direncanakan?

Direncanakan, dibicarakan, tentu iya. Tapi tidak perlu kemudian terlalu didesain. Biarkan natural. Yang penting ada kesadaran dan kebutuhan pasangan untuk tumbuh. Dimana masing-masing saling menyokong. Terkadang hendak bertumbuh, belum apa-apa pasangannya sudah jangan begini, jangan begitu. Ini berarti dia tidak siap menumbuhkan pasangannya.

Hal prinsip apa yang harus di pegang dalam proses Tumbuh Bersama Pasangan?

Pertama, dari awal kita harus paham kalau kita dengan pasangan pasti berbeda (sifat dasar, background keluarga, dll). Saat menikah, proses ta’aruf sesungguhnya belum selesai. Harus ‘digarap’ dengan baik. Namun menjadi tidak terpikirkan karena terjebak rutinitas harian. Karena itu prinsipnya adalah mendialogkan. Luangkan waktu, ngobrol nyaman, mengetahui mimpi kedepan. Meski belum sama masing-masing perlu tahu, mana yang perlu dibangun bersama.

Kedua, dukungan. Saling mendukung dan saling mengedukasi. Misalnya ketika saya tidak terbiasa pada sesuatu hal, Istri saya biasanya akan ‘menarik’ saya untuk terus terlibat. Saat kami masih ragu apa betul langkah kami benar, maka kami akan saling memotivasi. Atau dengan cara sederhana, seolah minta bantuan mengerjakan sesuatu. Padahal itu caranya menunjukkan bahwa hal tersebut adalah bagian dari tanggung jawab saya. Semua hal di keluarga adalah tanggung jawab kami berdua. Semua punya kontribusi dalam berbagai sektor secara bersama. Ini cara saya dan istri bertumbuh.

Bagaimana jika istri yang ‘mengawali  bertumbuh’? Bagaimana suami harus bertindak? Bagaimana pula istri harus mengambil sikap?

Setiap orang punya potensi masing-masing. Saat kita memahami bahwa pasangan punya kekurangan dan kelebihan, tidak perlu ada yang merasa terganggu apalagi terbebani. Minder menjadi tidak penting. Kita pasti akan ‘kalah’ dengan pasangan disatu sisi, namun pasti akan ‘menang’ disisi lain. Sisi lain ini yang kemudian kita kejar. Saat istri mengawali bertumbuh, tanamkan dalam diri untuk terus melangkah maju dan saling dorong setiap hari. Soal pencapaiannya seberapa, bukan hal yang penting.

Karir istri saya jauh lebih tinggi dari saya. Ia jauh lebih sibuk. Ia ditunjuk sebagai Manajer Divisi Vendor Compliance wilayah Asia Tenggara (Direktur Regional Asia), pada sebuah perusahaan multinasional. Membawahi 350 pabrik di Asia Tenggara. Mengenai hal itu saya tidak gusar, minder apalagi terganggu dengan kesibukannya. Saya mendorong, sambil terus bertumbuh. Karena ketika istri maksimal, menjadi contoh bagi perempuan lain, memberdayakan dan memberi banyak manfaat bagi orang banyak, itu luar biasa. Dan itu merupakan keberhasilan saya juga sebagai suaminya. Saya menyebutnya pola kepemimpinan partnership, dimana ada kalanya saya harus di depan dan ada kalanya ‘mendorong’ istri di belakang. <Rubrik Fokus Utama Hadila Edisi 82 April 2014>

 

Admin Hadila
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos