Hadist Dhaif Keutamaan Bulan Ramadan, Popular tapi Munkar

Hadist Dhaif Keutamaan Bulan Ramadan, Popular tapi Munkar

Hadila.co.id Banyak hadist-hadist yang tersebar di sekitar masyarakat muslim di Indonesia. Tak sedikit dari hadist-hadist tersebut derajatnya dhaif (lemah), baik dari perawinya, sanadnya terputus, atau karena alasan lain. Begitu juga hadist mengenai Bulan Ramadan, diantaranya hadist keutamaan Bulan Ramadan yang sering kita dengar di khutbah-khutbah maupun melalui pesan di media sosial.

Perlu diketahui bahwa tidak semua hadist yang kita terima itu adalah hadist shahih maupun hasan, oleh karena itu seorang muslim yang baik harus cermat memilah mana hadist yang sahih, hasan, dhaif maupun palsu.

Diantara hadist yang dhaif adalah hadist keutamaan Bulan Ramadan yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah berikut ini.

Dari Salman, dia berkata: “Rasulullah khutbah di depan kita pada akhir bulan Sya’ban, katanya: “Wahai manusia, telah menaungi kalian bulan agung, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya fardhu, shalat malamnya adalah sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaNya dengan kebaikan, maka ia bagaikan menjalankan kewajiban pada selain bulan tersebut.

Barangsiapa yang menjalankan kewajiban ia laksana menjalankan tujuh puluh kewajiban pada selain bulan itu. Dia adalah bulan kesabaran, dan kesabaran ganjarannya adalah surga. Bulan kesantunan, dan bulan ditambahkannya rezeki bagi orang mu’min. Barangsiapa yang memberi buka orang yang berpuasa maka ia mendapat ampunan dari dosa-dosanya dan pembebasan dari api neraka dan baginya pahala sebagaimana pahala orang yang diberinya buka tanpa mengurangi pahala mereka.”

Tips Menjaga Kesehatan saat Ramadan, agar Tetap Maksimal dalam Beribadah

Para sahabat bertanya: “Tidak semua kami mampu memberi makan berbuka puasa.”

Rasulullah menjawab: “Allah memberikan pahala kepada siapa saja yang memberi makan berupa korma, air putih, atau susu yang dicampur dengan air. Bulan itu, awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah, dan akhirnya adalah dibebaskan dari api neraka.

Barang siapa meringankan budaknya maka dia akan diampuni dan dibebaskan dari api neraka. Perbanyaklah empat hal; dua hal sangat diridhai Tuhan kalian, dua hal lain kalian tidak akan merasa cukup dengannya. Ada pun dua hal yang Tuhan sangat ridha adalah mengucapkan syahadat Laa Ilaha Illallah dan istighfar kepadaNya. Sedangkan dua hal yang kalian tidak akan merasa cukup adalah permintaan kalian terhadap surga kepada Allah, dan kalian minta perlindungan kepadaNya dari neraka. Barangsiapa yang mengenyangkan orang puasa maka Allah akan mengenyangkannya dengan sekali minum di telaga yang tidak akan merasa haus selamanya, hingga ia masuk ke surga.” (H.R. Ibnu Khuzaimah, Juz.7, Hal. 115, No hadits. 1780).

Keluarga Wafat Meninggalkan Hutang Puasa, Kerabat Harus Bagaimana?

Hadits ini sangat terkenal dan sering dibaca ketika bulan Ramadhan. Padahal hadits ini munkar. Di dalam sanadnya ada perawi bernama Ali bin Zaid bin Jud’an.

Imam Sufyan bin Uyainah mendha’ifkannya. Begitu pula Imam Ahmad bin Hambal. Sedangkan Imam Musa bin Isma’il mengatakan bahwa dia tidak terjaga hafalannya.  Sementara Imam Hammad bin Zaid mengatakan bahwa dia meriwayatkan hadits-hadits yang terbalik. Sedangkan Yazid bin Zari’ mengatakan bahwa Ali bin Zaid bin Jud’an adalah seorang rafidhi (syi’ah).

Imam Yahya bin Ma’in  mengatakan bahwa dia tidak kuat hafalannya dan bukan apa-apa. Sementara Imam Ahmad al ‘Ijili mengatakan bahwa dia tasyayyu’ (condong ke Syi’ah) dan tidak kuat hafalannya. Imam Bukhari dan Imam Abu Hatim ar Razi mengatakan: dia tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).

Tidak Semua Penyakit bisa Menjadi Udzur Puasa, Sakit Seperti Apa yang Boleh Tidak Puasa?

Imam Ibnu Khuzaimah sendiri mengatakan bahwa Ali bin Zaid bin Jud’an ini tidak bisa dijadikan hujjah karena buruk hafalannya. (Lihat semua dalam kitab  Mizanul I’tidal, Imam Adz Dzahabi, Juz. 3 hal. 127).

Dalam Kitab Al Jarh wat Ta’dil disebutkan bahwa Imam Yahya bin Ma’in mengatakan Ali bin Zaid bin Jud’an tidaklah bisa dijadikan hujjah. Imam Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia tidak kuat hafalannya. (Imam Abu Hatim ar Razi, Al Jarh wat Ta’dil, Juz. 6 Hal. 187).

Al ‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al Albany Rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini munkar. (As Silsilah Adh Dha’ifah, Juz. 2 Hal. 370, No hadits. 871) Demikian. Wallahu A’lam. <Ustadz Farid Nu’man>

Join Channel: bit.ly/1Tu7OaC
Fanpage: https://facebook.com/ustadzfaridnuman
Kunjungi website resmi: alfahmu.id

Bachtiar
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos