Cinta Atikah

Cinta Atikah

Hadila.co.id — Para sahabat nabi sepakat bahwa peristiwa terbesar yang layak mendapat apresiasi tahun Islam adalah Hijrah. Alquran memuji langsung ibadah hijrah tersebut, berpahala agung dan berdampak istimewa. Jika hijrah para sahabat ke Madinah istimewa, maka yang paling istimewa adalah hijrah Rasulullah Saw, hijrah menantang bahaya.

Hijrah beliau dihargai dengan 100 ekor unta bagi yang berhasil menangkap atau membunuhnya. Iblis pun tahu jika Muhammad berhasil keluar dari Mekah, maka dia akan membahayakan di kemudian hari dengan membawa kekuatan baru untuk menaklukkan Mekah. Dan hal itu benar terjadi, Mekah takluk hanya berselang 8 tahun saja.

Peristiwa seagung itu, melibatkan orang-orang agung yang mengantongi pahala agung seperti keluarga Abu Bakar Ash Shiddiq, di antaranya Abdullah bin Abu Bakar, putra Abu Bakar. Tugasnya tidak sederhana, dia harus duduk seharian mendengarkan semua pembicaraan para pembesar Mekah tentang rasul dan ayahnya yang sedang di dalam Gua Tsur.

Pada sore hari menjelang gelap malam, dia harus berjalan menuju Gua Tsur yang terletak di sebelah selatan Mekah, sejauh kurang lebih 4 km dengan ketinggian gua lebih dari 700 meter di atas permukaan laut. Perjalanan itu bertujuan memberitahu rasul dan ayahnya tentang semua berita yang ada di Mekah.

Esok pagi dia sudah harus tiba di Mekah lagi untuk melakukan hal yang sama. Dan sore hari kembali berjalan ke arah Gua Tsur. Selama tiga hari, rasul dan Abu Bakar menginap di Gua Tsur, itulah tugas Abdullah. Tentu sebuah perjuangan yang tidak ringan, melelahkan, berbahaya, dan yang pasti berpahala agung.

Keluarga Abu Bakar memang selalu istimewa. Dalam hijrah nabi, keluarga Abu Bakar lah yang berperan. Anak-anak, pembantu hingga dirinya dilibatkan. Namun, perhatikan pemaparan Ibnu Hajar dalam Al Ishobah tentang kisah seseorang yang juga bernama Abdullah bin Abu Bakar. Dia menikah dengan wanita cantik jelita nan berakhlak mulia, yaitu Atikah binti Zaid bin Amr. Dia adalah wanita Quraisy, saudari Said bin Zaid, salah satu 10 sahabat yang dijamin masuk surga dalam satu hadis nabi.

Kecantikan dan keluhuran pribadi Atikah benar-benar menyihir hati Abdullah. Menyita seluruh jiwanya. Menyandera seutuh akalnya. Hari-harinya hanya mengagumi Atikah.

Cinta Atikah nyaris tak menyisakan kehidupan Abdullah, kecuali mengagumi dan larut dalam cintanya. Setiap saat. “Dia (Atikah) menyibukkannya (Abdullah) dari perang-perangnya,” kata Imam Ibnu Hajar membicarakan biografi Atikah.

Jika cinta mulai berubah menjadi diktator dan mulai terlihat angkuh, memaksa untuk hanya dia yang diperhatikan dan dipedulikan, bahkan memaksa untuk melupakan berbagai kewajiban hidup, maka dia harus ditegur.

Dan Abu Bakar pun menegurnya. Meminta Abdullah untuk menceraikan Atikah. Abdullah sangat gundah, setiap guratan kegundahannya dituangkan dalam untaian syair. Hari-harinya menyairkan kegundahan akan pahitnya perpisahan. Namun, Abu Bakar tetap bergeming. Abdullah harus tetap menceraikan Atikah, apa pun yang terjadi. Abu Bakar tak peduli apakah cinta itu sudah begitu dalam. Tak peduli apakah perpisahan adalah kemustahilan yang harus terjadi. Karena cinta telah egois dan angkuh.

Akhirnya, Abdullah resmi menceraikan istrinya. Namun, hati Abdullah sudah terpatri dalam bilik cinta Atikah. Tak bisa bergeser apalagi keluar.

Suatu hari, Abu Bakar mendengar Abdullah larut dalam syair kesedihan. Lagi-lagi, segalanya tentang Atikah.

Duhai Atikah sayang, aku tak mampu melupakanmu sepanjang mentari masih bersinar. Dan sepanjang merpati cantik itu masih bersuara indah. Duhai Atikah, hatiku sepanjang siang dan malam selalu bergantung pada dirimu tentang rasa dalam jiwa. Tak terbayangkan orang sepertiku menceraikan orang sepertimu hari ini. Tidak juga orang sepertimu yang diceraikan tanpa kesalahan. Ia berakhlak mulia, cerdas, terpandang. Dan kesempurnaan fisik yang dibalut malu dan kejujuran.”

Abu Bakar pun luluh. Setiap kata Abdullah mengundang simpati Abu Bakar. Begitu dalamnya cinta itu. Ketika dipisahkan berharap bisa terlepas dari cinta angkuh itu. Namun, setelah dipisahkan justru cinta Atikah telah berubah menjadi penjara dan belenggu yang membuatnya tak mampu berbuat apa pun. Lapangnya hati Abdullah tiba-tiba sempit. Dan hanya mampu melafalkan Atikah. Atikah terlalu sempurna di mata Abdullah.

Perhatikanlah dua kisah Abdullah di atas. Dua nama yang sama. Dan memang Abdullah putra Abu Bakar. Orang yang sama. Namun, perhatikan perbedaannya. Abdullah sang pejuang, tak memiliki rasa takut walau bertaruh nyawa. Tak menyerah hanya karena lelah fisik dan gelap malam. Penuh perhitungan matang.

Saat cinta menyapa, Abdullah menjadi sang pecinta. Tak hanya hati yang dikuasai cinta. Akal, tangan, kaki bahkan seluruh hidupnya. Cinta membuatnya berhenti. Tak mampu bergerak. Tak terlihat pergerakan dahsyat yang dilakukannya saat malam hijrah itu. Cinta menghentikan gerak mulianya. Cinta menguasai aka dan lisannya.

Tentu kita harus belajar banyak dari kisah orang sangat mulia ini. Orang-orang besar, sholih dan hebat pun bisa jatuh cinta. Mungkin tak terbayangkan oleh kita tentang bagaimana mereka jatuh cinta. Kisah di atas adalah gambaran jelas bahwa saat cinta itu datang kepada Abdullah putra Abu Bakar, terasa sama dengan cinta yang hadir kepada orang biasa. Tiba-tiba kita seperti melihat dua sosok berbeda. Padahal sama. <Budi Ashari, Lc.>

Sumber: diolah dari parentingnabawiyah.com

Redaksi
ADMINISTRATOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos