Berbuat Baik kepada Tetangga

Berbuat Baik kepada Tetangga

“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, hingga aku menyangka dia akan menjadikannya sebagai ahli waris.”

 Matan hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam Sahihnya: Kitab Al-Adab, Bab Al-Washaat Bi Al-Jaar: 6015. Juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya: Kitab Al-Birr Wa Al-Shilat Wa Al-Adab, Kitab Al-Washiyyat Bi Al-Jaar Wa Al-Ihsaan Ilaihi: 141.

Manusia merupakan makhluk sosial. Dia tidak diciptakan sendirian dan tidak bisa hidup tanpa yang lain. Ini berarti, manusia mutlak membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Mau tidak mau, tabiat ini melahirkan hubungan antar individu. Dari hubungan ini, lahirlah tatanan-tatanan seperti keluarga, tetangga, dan negara. Sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, Islam sangat peduli terhadap ketahanan hubungan antar individu seperti ini. Harapannya, kehidupan manusia dipenuhi kebahagiaan, kedamaian, dan ketenteraman. Karena itu, Islam sangat mendukung tumbuhnya iklim toleransi dan tolong menolong dalam kebajikan dan takwa. Islam juga mendorong agar sifat-sifat tercela seperti; egois, merugikan orang lain, buruk sangka, menggunjing aib bisa dihindari.

Salah satu tatanan yang mendapatkan perhatian serius dari ajaran Islam adalah kehidupan bertetangga. Buktinya, dalam matan hadis ini, Rasulullah Saw bertutur bahwa Malaikat Jibril tak henti-hentinya berwasiat kepada beliau untuk selalu berbuat baik kepada tetangga. Begitu seringnya Malaikat Jibril berwasiat sampai-sampai Rasulullah Saw menyangka jangan-jangan tetangga akan menjadi ahli waris, mirip anggota keluarga. Ya, seperti bagian dari keluarga, hanya saja tanpa hubungan kekerabatan. Dalam banyak kasus, memang tetangga seperti anggota keluarga. Bahkan, bisa lebih dekat daripada keluarga. Tak jarang, bila ada sesuatu yang terjadi, tetangga dekatlah yang lebih dulu tahu dan berbuat daripada keluarga yang tinggal di tempat jauh.

Wasiat Malaikat Jibril untuk berbuat baik kepada tetangga ini merupakan wasiat Islam. Sebelumnya, Allah Swt telah telah mewasiatkan kepada semua hambaNya untuk berbuat baik kepada tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga jauh. Dia berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh …” [Q. S. An-Nisaa’ (4): 36]

Rasulullah Saw juga telah mewasiatkan hal ini. Bahkan, beliau mengaitkan antara berbuat baik kepada tetangga dengan kualitas iman dan Islam seseorang. Beliau bersabda, “Berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi seorang muslim.” [H. R. Ibnu Majah]

Dalam hadis lain beliau bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya.” [H. R. Bukhari dan Muslim]

Wasiat untuk berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum untuk setiap orang yang dikategorikan sebagai tetangga, tanpa memilah dan memilih. Tidak ada dalil sharih yang menentukan batasan jaraknya. Menurut penulis ‘Umdat Al-Qaari Syarh Shahih Al-Bukhari, tetangga di sini mencakup tetangga muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik, orang jujur, orang jahat, pendatang, pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, kerabat, orang asing, baik yang dekat rumahnya maupun yang jauh. Tak jauh berbeda dengan pandangan ini, Ibnu Katsir, dalam tafsir surat An-Nisa’ ayat 36, mengutip pandangan Nauf Al-Bikali yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah muslim, sedangkan tetangga jauh adalah Yahudi dan Nasrani.

Inilah yang dahulu kala dipahami oleh generasi awal Islam, generasi terbaik Islam. Ini pula yang seharusnya dipraktikkan oleh semua orang Islam. Dikisahkan bahwa Abdullah bin ‘Amr Al Ash menyembelih seekor kambing. “Akan aku hadiahkan untuk tetangga kita yang orang Yahudi,” katanya kepada hamba sahayanya. “Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita yang Yahudi itu?” tanya hamba sahaya penuh keheranan. Abdullah kemudian menjawab, “Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku untuk berbuat baik kepada tetangga, hingga aku menyangka dia akan menjadikannya sebagai ahli waris.”

Inilah wasiat agung Islam untuk merawat kehidupan bertetangga: wasiat Allah Swt untuk para hambaNya; wasiat Jibril kepada Rasulullah Saw; dan wasiat Rasulullah Saw kepada umatnya. Sudah seyogyanya, karena wasiat agung ini, setiap muslim menjadi pelopor sekaligus teladan dalam membangun dan mempertahankan ketahanan hidup bertetangga dan bermasyarakat. Wallaahu a’lam bishshawwab.

[Penulis: Tamim Aziz, Lc., M.P.I., pengajar di Ma’had Abu Bakar dan FAI Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Dimuat di Majalah Hadila Edisi Juli 2015]

 

 

Taufik
AUTHOR
PROFILE

Berita Lainnya

Latest Posts

Top Authors

Most Commented

Featured Videos